Berita Viral

Polemik Gelar Pahlawan Soeharto, Menteri HAM Natalius Pigai: Saya No Comment, Titik!

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, memilih untuk mengambil jarak dan menolak memberikan komentar resmi. 

|
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Kompas.com
Menteri HAM Natalius Pigai 

TRIBUNJAMBI.COM - Keputusan Presiden RI, Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Jenderal Besar TNI (Purn.) Soeharto terus memicu gelombang pro dan kontra di tengah masyarakat.

Adanya penolakan itu terutama terkait isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) selama masa pemerintahannya.

Menariknya, di tengah pusaran polemik tersebut, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, memilih untuk mengambil jarak dan menolak memberikan komentar resmi. 

Sikapnya yang tegas dan singkat itu disampaikan saat ditemui awak media di Gedung Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Kementerian HAM, Jakarta Selatan, pada Selasa (11/11/2025).

"Begini, pemberian penghargaan kepada Pak Harto, saya Menteri HAM, saya no comment, titik," ujar Pigai, menampakkan keengganan untuk masuk dalam perdebatan publik.

Pernyataan "no comment" dari seorang Menteri HAM ini sontak menjadi sorotan. 

Biasanya, isu terkait dugaan pelanggaran HAM berat yang dilekatkan pada rezim Orde Baru menjadi perhatian utama Kementerian HAM. 

Baca juga: Soeharto Pahlawan Nasional, Kader AMPG Jambi: Bukti Pengabdian Bagi Negeri Dihargai dan Inspirasi

Baca juga: Sempat Acungkan Parang ke Polisi, Pelaku Penganiayaan di Jambi Akhirnya Diciduk

Baca juga: Misteri Fosil Tulang Raksasa di Kebun Tanjabbar Terkuak, DR Agus: Ikan Paus, Bukti Jambi Lautan

Sikap Pigai ini mengindikasikan sensitivitas tinggi dari isu tersebut, bahkan di kalangan pejabat tinggi negara.

Konteks Penganugerahan yang Bersejarah

Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto dan sembilan tokoh lainnya disahkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Keppres ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 November 2025, menjelang peringatan Hari Pahlawan.

Meskipun mendapat dukungan signifikan dari beberapa kalangan yang mengapresiasi jasa-jasa pembangunan Soeharto, keputusan ini juga menuai kecaman keras dari kelompok aktivis HAM dan korban Orde Baru. 

Mereka menilai, penetapan ini mencederai keadilan dan fakta sejarah, mengingat adanya sembilan dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi di bawah kepemimpinan Soeharto, seperti Peristiwa 1965-1966 dan Penembakan Misterius (Petrus).


Berikut beberapa penolakan terhadap pemberian gelar Pahlawan Nasional terhadap Soeharto.

Hasto Singgung Catatan Keras Mahfud MD

Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto menuai tanggapan lugas dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). 

Respon itu disampaikan melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

Partai berlambang banteng moncong putih ini menegaskan mereka mempertimbangkan masukan kritis dari berbagai pihak.

Masukan itu khususnya terkait isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu.

Berita selengkapnya silakan KLIK LINK

Penyintas Tragedi 1965 tak Rela

Utati salah satu Penyintas Tragedi 1965, menolak rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto

Penolakannya didasari oleh pengalaman pribadi sebagai korban kekerasan dan penindasan politik di masa Orde Baru.

Enam dekade telah berlalu, namun trauma akibat peristiwa tersebut masih ia rasakan hingga kini.

Berita selengkapnya silakan KLIK LINK

Soeharto Tak Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto menuai penolakan keras dari kalangan aktivis Reformasi 1998 dan politisi PDI Perjuangan (PDIP). 

Mereka menilai itu berdasarkan rekam jejak Orde Baru (Orba) yang diwarnai dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masif.

Sehingga KKN dan pelanggaran HAM itu menjadi tembok penghalang bagi penetapan gelar tersebut.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani dan Aktivis 98, Ray Rangkuti, menegaskan Soeharto tidak layak mendapatkan gelar kehormatan negara itu. 

Berita selengkapnya silakan KLIK LINK

Eks Pegawai KPK Kecam Keras Gelar Pahlawan Nasional Soeharto

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Jenderal Besar TNI Soeharto, yang ditetapkan bertepatan dengan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025), langsung memicu gelombang protes keras dari kalangan pegiat anti-korupsi.

Kritik paling tajam datang dari IM57+ Institute, wadah yang menaungi para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menilai kebijakan ini sebagai langkah pengaburan (pemutihan) sejarah koruptif di Indonesia.

IM57+ Institute secara tegas menyebut pemberian gelar ini sebagai "ironi" yang mencederai upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Berita selengkapnya silakan KLIK LINK

Gus Mus Tolak Keras Gelar Pahlawan Soeharto

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Jenderal Besar TNI Soeharto, menuai penolakan tajam dari kalangan ulama kharismatik Nahdlatul Ulama (NU).

Secara terbuka dan tegas, KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus, menyatakan ketidaksetujuannya, sembari mengungkap memori kelam perlakuan rezim Orde Baru terhadap para kiai dan warga NU.

“Saya ini orang yang paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” ujar Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, dikutip dari NU Online.

Berita selengkapnya silakan KLIK LINK

Gelar Pahlawan Soeharto Prematur

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2 , Soeharto, memantik respons tajam dari kalangan aktivis kemanusiaan. 

Salah satunya adalah Alissa Qotrunnada Wahid, Direktur Nasional Jaringan Gusdurian, yang secara tegas menyebut pemberian gelar pahlawan nasional itu prematur.

Alissa Wahid menekankan negara masih memiliki "pekerjaan rumah" (PR) besar yang belum tersentuh terkait rekam jejak kepemimpinan Orde Baru. 

Menurutnya, gelar kepahlawanan tidak bisa diberikan tanpa proses penyelesaian masa lalu yang adil.

Berita selengkapnya silakan KLIK LINK

DISCLAIMER

Berita ini bersifat informasi dan tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun, melainkan sebagai bentuk penyampaian informasi publik.


Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Kapolda Jambi Minta Maaf atas Insiden Penghalangan Jurnalis oleh Anggotanya

Baca juga: Misteri Fosil Tulang Raksasa Viral di Jambi Diyakini Ikan Paus, Diduga Ada Rombongan Lain

Baca juga: Fakta Kelam Kenzie Balita Bungo Diculik, Mirip Penculikan Anak Bilqis

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved