Berita Nasional
Jokowi Tetap akan Menolak Terbitkan Perrpu Untuk Cabut UU KPK, Malah Minta Penolak Lakukan Hal Ini
Jokowi Tetap akan Menolak Terbitkan Perrpu Untuk Cabut UU KPK, Malah Minta Penolak Lakukan Hal Ini
Jokowi Tetap akan Menolak Terbitkan Perrpu Untuk Cabut UU KPK, Malah Minta Penolak Lakukan Hal Ini
TRIBUNJAMBI.COM - Semakin meluasnya demonstrasi terkait penolakan RUU KPK dan KUHP, ternyata mendapat respon Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap menolak mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi meskipun demo mahasiswa besar-besaran digelar di sejumlah daerah hingga menimbulkan korban luka-luka.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan, Presiden tetap tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut UU KPK.
Presiden, kata Yasonna, meminta penolak UU KPK untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Baca: KPK Dorong KPU, Pembuktian Dana Kampanye Sudah ke Arah Pembuktian
Baca: Segera di Sidang, KPK Limpahkan Asiang ke Pengadilan Tipikor Jambi, Tersangka Ketok Palu DPRD
Baca: Terungkap Ini Alasan Sebenarnya Fahri Hamzah di Indonesia Lawyers Club Minta KPK Dibubarkan Saja!
Baca: Pertanyaan Mengapa Presiden Jokowi Tetap Tolak Cabut UU KPK Terjawab, Ini Penjelasan Yasonna Laoly
"Kan sudah saya bilang, sudah Presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).Baca: Ramalan Zodiak, Kamis 26 September 2019, Capricorn Penuh Semangat, Sagitarius sedang Kacau
Baca: Khawatir Suaminya tak kunjung Pulang, Ternyata Malah Ditemukan Tewas Tergantung di Kebun Karet
Yasonna menegaskan bahwa UU KPK baru disahkan oleh DPR dan pemerintah pada 17 September lalu.
Ia menilai, demo mahasiswa yang berujung bentrokan dengan aparat di sejumlah daerah juga tidak cukup untuk menjadi alasan bagi Presiden mencabut UU KPK.
"Enggaklah. Bukan apa. Jangan dibiasakan. Irman Putra Sidin (pakar hukum) juga mengatakan janganlah membiasakan cara-cara begitu. Berarti dengan cara itu mendelegitimasi lembaga negara. Seolah-olah enggak percaya kepada MK," kata dia.
Baca: SOEHARTO Sangat Cemas Manakala Dielu-elukan Ribuan Bocah SD, Kunarto: Akhirnya Tahun 1998 Terbukti
Baca: Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Kota Jambi Cukup Tinggi, Ada 30 Kasus Januari Hingga September 2019
Baca: Bupati Bungo Lantik dan Kukuhkan Rio PAW Dusun Sungai Tembang, Ini Pesan Bupati
"Itulah makanya dibuat MK. Bukan cara begitu (demo). Itu enggak eleganlah," katanya.
Hal serupa disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Ia juga meminta penolak revisi UU KPK untuk menempuh jalur ke Mahkamah Konstitusi.
"Kan ada mekanisme yang lain. Bisa di-judicial review bisa, jadi jangan beginilah. Dalam bernegara ini kan ada ruang negosiasi, baik itu negosiasi secara politik maupun negosiasi secara ketatanegaraan. Sudah diwadahi secara ketatanegaraan bagaimana proses politik sudah, semuanya tersedia," kata dia.
Demo yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil di sejumlah daerah pada Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019) kemarin berujung ricuh dengan aparat keamanan.
Baca: Jadi Target Polisi,3 Pelaku Spesialis Curat yang Beraksi di 50 TKP di Kota Jambi, Berhasil Diringkus
Baca: POTRET Ratusan Orangtua Jemput Pelajar di Kantor Polisi yang Rusuh Saat Unjuk Rasa!
Catatan Kompas.com hingga Rabu (25/9/2019) dini hari, setidaknya 232 orang menjadi korban dari aksi demonstrasi yang berlangsung di sejumlah daerah, mulai dari Jakarta, Bandung, Sumatera Selatan, hingga Sulawesi Selatan.
Tiga orang di antaranya dalam kondisi kritis.
Dalam aksinya, para mahasiswa menolak sejumlah revisi undang-undang yang dirancang pemerintah dan DPR, salah satunya revisi UU KPK yang sudah telanjur disahkan menjadi UU.
Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dinno Ardiansyah mendesak Jokowi mencabut UU KPK hasil revisi karena mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja komisi antikorupsi itu.
Baca: YASONNA Laoly Malu sampai Tutup Mata Dengar Argumen Mahasiswa soal RKUHP, Lihat Balasan Haris Azhar
Baca: Ombudsman Jambi Temukan 14 Kamar Tidak Layak Pakai di RSUD Raden Mattaher, Ini Langkah Ombudsman
Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.