Penculikan Anak

Blak-blakan Suku Anak Dalam Jambi, dari Cara Hidup s/d Stigma Penculikan Anak

Kelompok adat Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi menjadi pembicaraan dalam kasus penculikan anak Makassar bernama Bilqis (4)

Penulis: asto s | Editor: asto s
Tribun Jambi
ANTROPOLOG KKI Warsi, Robert Aritonang. 

Mereka disebut demikian karena seluruh aspek kehidupan dan budaya mereka sangat terkait dengan hutan atau rimba.

Apa yang membedakan ketiga kelompok adat tersebut, Bang?

Robert Aritonang: Perbedaannya ada pada pola hidup. 

Orang Rimba memiliki mobilitas tinggi. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain sambil membawa seluruh keluarga dan perlengkapan hidupnya.

Sedangkan Batin Sembilan dan Talang Mamak, biasanya berpindah untuk mencari sumber penghidupan, tetapi memiliki pangkalan tetap, semacam dusun di dalam hutan.

Apakah pola hidup berpindah itu masih dijalankan hingga sekarang?

Robert Aritonang: Masih, meskipun semakin sulit. 

Dalam budaya mereka dikenal istilah melangun, yaitu berpindah tempat setiap kali ada anggota kelompok yang meninggal. 

Mereka meninggalkan lokasi itu karena dianggap tabu untuk tinggal di tempat kematian.

Selain itu, ada juga merayau, yaitu berpindah karena alasan ekonomi.

Misalnya saat musim buah jernang atau mencari satwa tertentu. 

Namun kondisi ini dulu bisa dilakukan karena hutan masih luas. 

Sekarang, ketika hutan sudah banyak berubah menjadi perkebunan, cara hidup seperti itu makin sulit.

Berapa jumlah populasi Orang Rimba saat ini dan di mana mereka tersebar?

Robert Aritonang: Populasi mereka sekitar 5.500 jiwa yang tersebar di lima kabupaten, yaitu Batanghari, Sarolangun, Merangin, Tebo, dan Bungo. 

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved