Polemik di Papua
Serang Tim Kemanusiaan Komnas HAM, KKB Papua Dinilai Langgar Nilai Perjuangan Sendiri
Aksi penembakan terhadap tim pencari Iptu Tomi Samuel Marbun oleh Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua atau KKB dinilai bukan hanya tindakan brutal.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Serang Tim Kemanusiaan Komnas HAM, KKB Papua Dinilai Langgar Nilai Perjuangan Sendiri
TRIBUNJAMBI.COM - Aksi penembakan terhadap tim pencari Iptu Tomi Samuel Marbun oleh Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua atau KKB dinilai bukan hanya tindakan brutal.
Tapi juga bentuk kontradiksi terhadap klaim perjuangan kelompok tersebut untuk rakyat Papua.
Insiden yang terjadi pada Minggu pagi (27/4/2025) di Sungai Rawara, Distrik Moskona, Teluk Bintuni, itu melibatkan serangan terhadap rombongan Komnas HAM Papua.
Mereka tengah menjalankan misi pencarian terhadap perwira polisi yang hilang sejak Desember 2024.
Tak ada korban jiwa dalam insiden itu, namun kecaman mengalir dari berbagai pihak karena serangan ini menargetkan misi kemanusiaan.
“Penyerangan ini sangat disayangkan karena dilakukan terhadap tim yang sedang menjalankan tugas-tugas kemanusiaan,” ujar Uli Parulian, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM RI, dalam keterangannya.
Tim pencarian terdiri dari berbagai unsur: Mabes Polri, Polda Papua Barat, BPBD Papua Barat, Tim SAR, serta Komnas HAM yang diwakili langsung oleh Kepala Sekretariat Papua, Frits Ramandey.
Misi ini dilakukan setelah keluarga Iptu Tomi Samuel Marbun mengadukan dugaan kelalaian dalam penanganan kasus hilangnya sang perwira.
Baca juga: Kontak Tembak Pecah di Kabupen Puncak, 1 Aparat Terkena Tembakan KKB Papua
Baca juga: Tinggalkan OPM, Minanggeng Murib Cium Merah Putih dan Pilih Jadi Tukang Kebun
Kehadiran Komnas HAM adalah untuk memastikan pencarian berjalan transparan dan menghormati hak-hak korban serta keluarganya.
Namun, tim tersebut justru menjadi target serangan KKB yang selama ini mengklaim berjuang atas nama kemanusiaan dan keadilan.
“Ini bukan hanya serangan terhadap individu, tapi juga terhadap wibawa negara dan kerja-kerja kemanusiaan,” kata TB Hasanuddin, anggota Komisi I DPR RI.
Politikus PDI Perjuangan itu menekankan bahwa penembakan terhadap Komnas HAM adalah bentuk sabotase terhadap lembaga negara yang netral.
Menurutnya, perlindungan terhadap petugas kemanusiaan dan lembaga negara harus menjadi prioritas, agar kejadian serupa tidak terulang.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pun menegaskan bahwa penanganan Papua harus dilakukan dengan pendekatan lintas sektor, tidak hanya melalui kekuatan militer.
Ia menyebut TNI telah menjalin kerja sama dengan sejumlah kementerian untuk membangun wilayah-wilayah terpencil.
“Saya sudah membuat MoU dengan Kementerian PU, Transmigrasi, dan Kesehatan. Harus sama-sama bangun daerah terpencil agar kesulitan masyarakat bisa teratasi,” jelasnya.
Ironisnya, KKB yang kerap mengangkat isu ketidakadilan dan perlakuan represif justru melakukan serangan terhadap pihak yang tengah menjalankan tugas kemanusiaan dan penegakan hak.
Baca juga: DPR Desak Kapolda Nonaktifkan Kabid Propam Demi Usut Tuntas Kasus Iptu Tomi Hilang saat Kejar KKB
Serangan ini mengundang pertanyaan besar: apakah perjuangan KKB masih berpijak pada rakyat, atau telah berubah menjadi aksi kekerasan yang membahayakan mereka yang paling membutuhkan perlindungan?
Tinggalkan OPM, Minanggeng Murib Cium Merah Putih dan Pilih Jadi Tukang Kebun
Sebuah momen penuh simbolisme dan harapan terjadi di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua Tengah.
Minanggeng Murib, pria yang sebelumnya dikenal sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), resmi menyatakan sumpah setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan memilih jalur hidup baru: menjadi tukang kebun dan peternak.
Peristiwa tersebut berlangsung pada Selasa (29/4/2025), saat Minanggeng mendatangi Pos Komando Taktis Satgas 700/Wira Yudha Cakti (WYC), tak sendiri—ia datang bersama keluarga, Kepala Suku Abelom Kogoya, dan seorang tokoh agama.
Dalam prosesi sederhana namun menggetarkan itu, Minanggeng menanggalkan seluruh atribut OPM yang pernah dikenakannya, lalu mencium bendera Merah Putih sebagai simbol penyerahan diri dan kesetiaan kepada tanah air.
Sebagai seorang Nasrani, Minanggeng melafalkan sumpah setia sesuai dengan keyakinannya. Namun bukan hanya sumpah yang ia bawa—Minanggeng juga membawa harapan.
“Saya ingin memulai hidup baru. Menjadi tukang kebun, beternak, dan membangun keluarga dengan menikahi seorang gadis Papua,” ujarnya tulus, seperti disampaikan pihak Satgas 700/WYC dalam rilis resmi.
Baca juga: Profil Irjen Jhonny Isir,Eks Ajudan Jokowi Kini Kapolda Papua Barat Tutup Pencarian Iptu Tomi Marbun
Komandan Satgas 700/WYC, Letkol Inf Geraldo Tabasonda, yang menyambut langsung kedatangan Minanggeng, menyebut langkah ini sebagai sinyal positif bagi proses damai di Papua.
Ia menyampaikan harapan agar rekan-rekan Minanggeng yang masih berada di hutan dapat mengikuti jejaknya.
“Saya harap teman-teman Minanggeng Murib yang saat ini masih berada di hutan, bisa kembali ke pangkuan NKRI untuk membangun Papua yang damai,” ujar Letkol Geraldo, Jumat (2/5).
Minanggeng kini bukan lagi bagian dari konflik bersenjata. Ia memilih mencangkul, memelihara ternak, dan menanam cinta, demi sebuah kehidupan yang lebih tenteram dan merdeka di bawah Merah Putih.
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Tinggalkan OPM, Minanggeng Murib Cium Merah Putih dan Pilih Jadi Tukang Kebun
Baca juga: KKB Papua Klaim Tembak 7 Prajurit TNI di Intan Jaya, Jubir OPM: Aparat Militer Indonesia Terluka
Baca juga: Pedagang Pasar Simpang Pulai Mengadu, Pak Bray Suarakan Masalah Pungutan ke Pemkot Jambi
Baca juga: Pak Bray Posting Curhatan Pedagang Simpang Pulai Kota Jambi, Tag Wali Kota dan Wakil: Ada Solusi?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.