OPINI
Pengabaian Asas Contrarius Actus dalam Pemberhentian Rahma Asyifa
Bagaimana status kepegawaian Syifa selaku PTT Non ASN pada Setwan DPRD Provinsi Jambi TA. 2024 secara hukum administrasi?
Selanjutnya menurut Philipus M Hadjon terdapat tiga sumber kewenangan, yaitu atribusi, delegasi dan mandat, sehingga berdasarkan kewenangan ini pejabat tata usaha negara dapat mengeluarkan keputusan atau melakukan tindakan hukum administrasi.
Jika kewenangan ini dikaitkan dengan status hukum PTT Non ASN Rahma Asy Syifa yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Setwan DPRD Provinsi Jambi Nomor:04/KEP.SETWAN-1.1/2024 tentang Pengangkatan PPT Non ASN pada Setwan DPRD Provinsi Jambi TA 2024 tertanggal 24 Januari 2024 dengan menduduki jabatan sebagai Sekretaris Pribadi/Tenaga Administrasi Wakil Ketua II DPRD, maka secara hukum pengangkatan Syifa sah, karena diangkat oleh pejabat yang berwenang.
Ada hal yang mengelitik nalar hukum penulis ketika Syifa mengatakan “dia sudah diberhentikan sepihak terlebih dahulu oleh Wakil Ketua II DPRD Provinsi Jambi tersebut pada tanggal 22 April 2024.” Sedangkan Wakil Ketua II DPRD Provinsi Jambi mengatakan “Bahwa yang bersangkutan merupakan tenaga honorer terhitung sejak Januari 2024 kemarin yang diangkat berdasarkan Keputusan Sekwan. Akan tetapi diberhentikan karena tidak disiplin.”
Tentunya masalah pemberhentiannnya menimbulkan pertanyaan hukum, siapa yang berwenang memberhentikan Syifa? Apakah kewenangan dari Setwan DPRD Provinsi Jambi atau Wakil Ketua II DPRD Provinsi Jambi?
Pengabaian Asas Contrarius Actus
Dalam hukum administrasi negara, seorang Pejabat Tata Usaha Negara dalam melaksanakan kewenangannya melekat asas hukum yang dalam bahasa latin disebut sebagai asas Contrarius Actus atau dikenal juga dengan sebutan consensus contrarius (tindakan sebaliknya, hukum yang bertentangan). Secara sederhana Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati mengatakan contrarius actus merupakan kewenangan yang melekat pada badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara dan dapat juga membatalkan putusan tersebut.
Pada dasarnya asas contrarius actus melekat secara otomatis kepada pejabat tata usaha negara dan tidak dapat diambil secara kesewenang-wenangan oleh pihak lain yang tidak memiliki kewenangan. Asas Contrarius Actus terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) huruf a Undang-Undang No. 30 tahun 2014 tentang Aparatur Pemerintahan (UU AP) yang berbunyi “pencabutan Keputusan atau Penghentian Tindakan wajib dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah yang mengeluarkan keputusan dan/atau Tindakan”.
Berkaca dalam kasus Syifa, apabila benar diberhentikan oleh Wakil Ketua II DPRD Provinsi Jambi Pinto Jayanegara, maka penulis menilai pemberhentian ini mengandung cacat hukum dan mengabaikan “asas Contrarius Actus”, karena pemberhentian tidak dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Kewenangan pemberhentian Syifa ada pada Setwan DPRD Provinsi Jambi selaku pejabat yang menerbitkan SK pengangkatannya bukan berada pada Wakil Ketua II DPRD Provinsi Jambi.
Polemik Pemberhentian ini semakin diperparah apabila benar sampai saat ini Syifa belum ada menerima secara resmi Surat Keputusan Pemberhentiannya dari Setwan DPRD Provinsi Jambi maupun dari Wakil Ketua II DPRD Provinsi Jambi. Pimpinan DPRD tidak bisa seenaknya memberhentikan PTT Non ASN, itu bukan kewenangannya. Maka ini akan menjadi catatan hitam dan preseden buruk dalam tata kelola kepegawaian di Provinsi Jambi.
Solusi
Penulis berpandangan kedepannya dalam pengangkatan kepegawaian dilingkungan Setwan DPRD Provinsi Jambi harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan hukum dan taat pada asas hukum. Permasalahan status PTT Non ASN Syifa di Setwan DPRD Provinsi Jambi harus dijadikan evaluasi dan refleksi serta momentum kearah perbaikan, sehingga keputusan yang dikeluarkan tidak mengandung cacat hukum.
Menurut Penulis apabila benar terjadi pengabaian penerapan asas Contrarius Actus terhadap status PTT Non ASN Syifa di Setwan DPRD Provinsi Jambi yang mana sampai saat ini SK Pengangkatan Syifa belum dicabut, maka berlaku asas hukum yaitu “Presumptio iustae causa” yang dalam bahasa Belanda sering disebut asas vermoeden van rechtmatigheid yang artinya suatu keputusan tata usaha negara selalu dianggap sah dan keabsahan itu baru hilang jika ada keputusan baru yang membatalkan atau mencabut yang lama.
Maka demi hukum, Syifa saat ini masih berstatus sebagai PTT Non ASN di Setwan DPRD Provinsi Jambi sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Setwan DPRD Provinsi Jambi Nomor: 04/KEP.SETWAN-1.1/2024 tentang Pengangkatan PPT Non ASN pada Setwan DPRD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2024 tertanggal 24 Januari 2024 dan berhak atas hak-hak yang ada selaku pegawai.
Maka dari itu terhadap polemik ini harus ada ketegasan dari Ketua DPRD Provinsi Jambi dan Badan Kehormatan DPRD untuk memberikan punishment apabila ada tindakan arogansi atau kesewenang-wenangan yang dipertontonkan oleh oknum Pimpinan DPRD Provinsi Jambi. Agar tidak terjadi Abuse of Power terhadap pegawai di DPRD Provinsi Jambi, sehingga tidak ada lagi orang yang mengalami nasib yang sama seperti dialami Syifa. Hukum benar-benar ditegakan dan menjadi payung yang melindungi pegawai dari tetesan kekuasaan yang sewenang-wenang. (*)
Penulis: Ilham Kurniawan Dartias (Advokat DPC PERADI Jambi, Pakar Hukum IAI Nusantara Batanghari)
Baca juga: Quo Vadis PERADI Pasca Keluarnya Putusan Mahkamah Agung 18 April 2022?
Menebus Dosa Ekologis: Metanoia Lingkungan dalam Perspektif Islam |
![]() |
---|
Memahami Hilirisasi dan Disertasi Bahlil Lahadalia |
![]() |
---|
Keajaiban China, Visi Presiden Prabowo dan Legasi Gubernur Jambi Al Haris |
![]() |
---|
Orang Laut: Dari Pengembara Laut ke Perjuangan di Daratan |
![]() |
---|
Era Baru Kepemimpinan Golkar Bersama Jokowi dan Bahlil |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.