Analisis Putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Alasan dari pengajuan uji materil yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ini mengundang banyak pertentangan

Editor: Rahimin
istimewa
Khairiah Aziz, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada. 

MK sejatinya tidak diperbolehkan dalam memutuskan sesuatu yang bukan menjadi kebijakan dan kewenangannya terutama dalam menciptakan sebuah peraturan undang-undang pada suatu negara.

Paham yang disampaikan oleh hans kelsen dalam hal ini sejalan dengan waktu yang berlaku pada saat ini, dan kerap dipakai sebagai salah satu bentuk teori pendukung dalam memisahkan kekuasaan lembaga negara yang satu dengan lainnya, yaitu Indonesia sebagai salah satu negara yang memakai paham dan doktrin yang disampaikan oleh Hans Kelsen tersebut.

Indonesia menggunakan teori doktrin hans klesen sebagai pemisah MK dan DPR dalam memberikan kewenangan.

Baca juga: BREAKING NEWS: MK Tolak Uji Materiil Batas Usia Capres-Cawapres

Berdasarkan kasus yang telah terjadi di atas, apabila mengacu pada pendapat ahli hukum William P. Marshall yang menyatakan bahwa ketidaksesuaian dalam mengaplikasikan pembatasan yudisial (judicial activism) akan berakibat pada rusaknya sistem demokrasi yang ada di Indonesia, dan lemahnya sistem dalam tatanan negara.

Namun, di waktu tertentu judicial activism dapat dilakukan dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan menegakkan prinsip demokrasi dengan baik.

Berdasarkan putusan yang dikeluarkan oleh MK yang tidak hanya membatalkan suatu undang-undang, namun juga kerap membuat suatu norma dan aturan baru yang di didapat dari konsep konstitusional bersyarat maupun inskonstitutional bersyarat untuk melihat apakah undang-undang yang diuji Mahkamah Konstitusi tersebut bertentangan dengan UUD 1945 atau justru sejalan dengan UUD 1945.

Beberapa putusan yang dihasilkan oleh mahkamah konstitusi telah menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan negative legislator seperti putusan MK nomor 90 diatas.

Akibat putusan hakim MK terkait putusan nomor 90, hakim mahkamah konstitusi diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk dari pelanggaran berat yang telah dia lakukan.

Namun, nyatanya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah KonsTitusi, Nomor: 2/Mkmk/L/11/2023 ini belum dapat menyelsaikan masalah yang ada dalam ruang lingkup peradilan mahkamah konstitusi (MK) maupun mahkamah kehormatan mahkamah konstitusi (MKMK).

Baca juga: Eks Ketua MK Anwar Usman Sebut MKMK Menyalahi Aturan: Sidang Pelangaran Etik Digelar Tebuka

Sebagaimana diketahui, bahwasanya putusan hakim Mahkamah Konstitusi mestinya dapat digunakan sebagai solusi dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, seperti asas “to seatlle of dispute” yang memiliki arti bahwa tidak akan ada artinya suatu putusan hakim apabila dengan diputuskannya hal tersebut tidak menyelesaikan masalah yang ada.

Bahkan dalam asas ini dijelaskan juga bahwa harus menghindari putusan untuk suatu masalah yang berakibat mendatangkan masalah baru dalam kebijakan publik dan masyarakat.

Maka dari itu, ada penemuan hakim yang dinamakan rechtsvinding, memberikan petunjuk bagi hakim dengan berpedoman pada tiga asas dalam memutuskan sebuah perkara yaitu kepastian hukum, keadilan, dan manfaat.

Pada praktiknya, tiga asas yang telah disebutkan diatas akan selalu mengalami pertentangan terhadap adanya kepastian hukum yang mesti memiliki ketentuan hukum atau disebut dengan positivisme.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres Cawapres Minimal 40 Maksimal 70 Tahun, Ada Beda Pendapat

Dengan adanya asas keadilan, kemudian disatukan dengan asas manfaat, dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika terjadi suatu pertentangan antar asas yang ada ini, maka asas kemanfaatan untuk masyarakatlah yang harus diutamakan dan diterapkan, hal ini juga sejalan dengan teori progresif.

Apabila dikaitkan dengan putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi, maka  sesuai dengan asas “ to seatlle of dispute”  dapat disimpulkan bahwasanya putusan yang dibuat oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi ini tidak menyelesaikan permasalahan yang telah ada, namun justru menambah masalah yang sudah ada sebelumnya menjadi masalah baru.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Komentar

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved