Said Iqbal: Jutaan Buruh akan Aksi Mogok Nasional Tolak UU Cipta Kerja, Tak Ada Perundingan

Sekitar lima juta buruh akan melakukan Aksi mogok nasional dalam rangka menolak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
KOMPAS.COM/ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berorasi saat memimpin unjuk rasa buruh rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Rabu (16/2/2022). Pengunjuk rasa yang tergabung dari sejumlah organisasi buruh tersebut, menuntut pencabutan Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dan pengunduran diri Ida Fauziah sebagai Menaker. 

Selain untuk para pencari kerja keberadaan Perppu Cipta Kerja yang disahkan menjadi Undang-undang juga mempermudah UMKM terkait perizinan sertifikasi halal lalu fasilitas fiskal untuk industri tertentu.

Baca juga: Temui Perwakilan Unjuk Rasa, Edi Purwanto Bakal Buat FGD Bahas UU Cipta Kerja

"Misalnya kepada para calon investor sehingga apa yang sudah diputuskan adalah tinggal PR-nya bagaimana sosialisasi kesepakatan ini kepada mitra baik luar atau dalam negeri sehingga mengetahui isi Perppu Cipta Kerja yang sebenarnya," kata Rahmad.

Rahmad menilai wajar adanya penolakan di sana sini terkait pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang tersebut. Karena katanya sebuah keputusan belum tentu menyenangkan semua pihak.

"Jangankan Perppu undang-undang biasa saja antara pemerintah dan DPR lalu disahkan itu saja masih muncul pro dan kontra tidak menyenangkan semua pihak apalagi hanya Perppu yang sifatnya subjektif dari pemerintah kemudian parlemen tinggal setujui atau tidak, potensi tidak menyenangkan semua pihak pasti ada," kata Rahmad.

Politikus PDI Perjuangan ini juga mempersilakan apabila ada yang ingin menggugat Undang-undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan ke Mahkamah Konstitusi(MK).

Hanya saja Rahmad mengingatkan apabila nanti putusan dari Mahkamah Konstitusi(MK) ada yang menyenangkan, ada yang tidak menyenangkan banyak pihak harus tetap dihormati.

"Kita hormati silakan judicial review karena negara memberikan ruang kalau dirasa tidak setuju ranahnya ke MK tentu kan pasti dianggap ada pelanggaran konstitusi, dan kita percaya hakim MK sangat independen dan profesional apapun tunduk apapun yang sudah diputuskan ke MK harus dihormati, tidak setuju silahkan diambil langkah ke MK, tapi ingat apapun putusan MK menyenangkan tidak menyenangkan harus saling hormati ini indahnya negara demokrasi," ujarnya.

Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Pelanggan PDAM Tirta Khayangan Sungai Penuh Tampung Air Hujan 

Baca juga: Pebalap Astra Honda Optimis Tampil Dominan di Asia

Baca juga: Kebijakan Belanja APBN Selaras dengan Kinerja Pendapatan di Regional Jambi

Baca juga: Usai Dilantik, Pejabat Eselon II Merangin Diminta Tidak Bermain Anggaran

Artikel ini telah diolah dari Tribunnews.com
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved