Tragedi G30S PKI

Mertua SBY Malah Dilempar Soeharto ke Negara Komunis, Padahal Sosok Penting yang Basmi PKI di NKRI

Mertua SBY adalah ayahanda dari Ani Yudhoyono yang dikenal cukup berpengaruh di dalam kekuatan Militer Indonesia di masa itu.

Penulis: Andreas Eko Prasetyo | Editor: Andreas Eko Prasetyo
istimiwa handout Tribunjambi/wikipedia
Sarwo Edhi Wibowo 

TRIBUNJAMBI.COM - Tahukah kamu, Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto pernah punya hubungan dengan keluarga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kala itu Soeharto sangat memiliki kedekatan dengan mertua SBY, ya dia adalah Sarwo Edhie Wibowo.

Soeharto saat masa kepemimpinannya sempat berulang kali berhubungan dengan mertua SBY.

Mertua SBY adalah ayahanda dari Ani Yudhoyono yang dikenal cukup berpengaruh di dalam kekuatan Militer Indonesia di masa itu.

Viral, Surat Jaman G30S/PKI Ungkap Kisah Pilu, Surat Keterangan Bersih Diri Untuk Jadi PNS/Polisi

Tragedi G30S PKI, Putri Jenderal Korban PKI Ini Ngaku 20 Tahun Obati Luka Batin Lihat Ayah Disiksa

Saksi Hidup Peristiwa G30S/PKI Ungkap Iming-iming Gabung dengan Daging dan Gizi 4 Sehat 5 Sempurna

Kala itu momen terjadi pada saat Gerakan 30 September masih menggelora di Indonesia.

Kisah Gerakan 30 September atau biasa dikenal dengan nama G30S PKI pastinya banyak diketahui masyarakat Indonesia.

Ternyata, sosok ayahanda Ani Yudhoyono adalah tokoh penting dan pahlawan Indonesia yang membasmi gerakan komunis tersebut.

Bagi anak milenial saat ini, nama Sarwo Edhie pasti tidak banyak diketahui.

Menelisik kisah Sarwo Edhie sebagai perwira tinggi TNI di masanya. Banyak sejarah yang telah ia buat.

Satu diantaranya yang paling dikenal sebagai pemimpin pembasmi Gerakan 30 September.

Namun tahukah kamu, bahwa mertua SBY itu pernah disingkirkan oleh Soeharto?

Sarwo Edhie Wibowo pimpin RPKAD tumpas PKI
Sarwo Edhie Wibowo pimpin RPKAD tumpas PKI

BREAKING NEWS Hujan Deras di Kota Jambi, Perumahan Mawar Asri Banjir Selutut Orang Dewasa

Prosedur Keberangkatan dari Bandara Sultan Thaha Jambi Masih Sama Pasca PSBB Jakarta

Mahkamah Agung Kabulkan Peninjauan Kembali Asiang Terpidana Kasus Suap di DPRD Provinsi Jambi

Berawal Pada tahun 1967, baru sekitar enam bulan menjabat Pangdam II/Bukit Barisan di Medan, Sumatra Utara, Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo mendapatkan penugasan baru yang cukup memukulnya.

Dia menerima kabar akan dijadikan duta besar di Moskow, Rusia.

Berita ini membuat seisi rumah gempar.

Kristiani Herawati, yang kemudian menikah dengan Susilo Bambang Yudhoyono, masih ingat dengan jelas, pada suatu sore ayahnya mengumpulkan keluarga di ruang tengah.

“Papi akan ditempatkan di Rusia. Moskow. Negara dengan faham komunis,” kata Sarwo Edhie, lirih. Dia merasa sangat nelangsa dengan tugas baru ini.

“Bagaimanapun, dia selama ini dikenal sebagai penumpas komunis. Lalu kemudian dia diceburkan ke negara berfaham komunis. Bagi Papi ini seperti meledek dirinya,” kata Ani Yudhoyono dalam biografinya, Kepak Sayap Putri Prajurit karya Alberthiene Endah.

Terlebih, Sarwo Edhie merasa tak ada yang salah dengan tugasnya di Medan.

Enam bulan adalah waktu yang pendek bagi seorang Pangdam untuk membuktikan prestasi kerjanya.

Kalaupun ada, tentu masih sebatas pembenahan awal semata.

“Papi merasa niat baik dan semangatnya diputus sepihak,” kata Ani.

Mengutip Historis, sehabis mengungkapkan kesedihannya, Sarwo Edhie mengatakan bahwa keluarga harus ikhlas ikut ke Rusia.

“Anak-anak prajurit harus siap menghadapi situasi baru, apa pun juga,” kata Sarwo Edhie yang kemudian menyarankan agar mulai belajar menari.

“Sebagai anak-anak calon duta besar, Papi ingin kami memiliki kebolehan menari yang cukup banyak. Bukan hanya tari Jawa, tapi juga tari Melayu,” kata Ani.

Namun, Ani dan saudara-saudaranya tidak bersemangat latihan menari karena terbawa suasana kesedihan ayahnya.

Sering Disebut Belum Nikah, Seorang Kakek Berusia 63 tahun Tusuk Pedagang Asongan

Youtuber Cantik Vanesa Sevila Ternyata Punya Cita-cita Menjadi Astronot

Pangkat Satpam Beda dengan Polisi & TNI, Ini Penampakannya dan Tertinggi dengan Bentuk Ini di Pundak

Ani kemudian memergoki ayahnya menjadi banyak melamun di depan rumah.

Pandangannya kosong dan menerawang. Rumah berubah menjadi senyap.

Suatu kali, Ani mendengar ayahnya berkata kepada ibunya, “kalau aku memang mau dibunuh, bunuh saja. Tapi jangan bunuh aku dengan cara seperti ini. Apa salahku sampai aku harus dihentikan begini rupa?”

“Papi amat terpukul dengan keputusan pemerintah menempatkan dirinya di Rusia, selagi karier militernya sedang begitu cemerlang,” kata Ani.

Sarwo Edhie kemudian menghubungi teman-temannya di Jakarta. Dia mempertanyakan apakah tugasnya ke Rusia murni sebagai “takdir tugas” atau karena ada hal lain.

“Aku melihat-lihat lagi koran-koran yang pernah memuat berita tentang Papi, Sarwo Edhie Wibowo yang berprestasi menumpas PKI, dengan foto Papi mengenakan seragam RPKAD kebanggaannya. Aku bisa merasakan betapa hati Papi dibuat luruh ketika dia harus melepaskan seragam militernya dan menjadi seorang duta besar,” kata Ani.

Tidak berapa lama, datang kabar lagi dari Jakarta. Sarwo Edhie tidak jadi diberangkatkan ke Rusia, tapi dialihkan ke Irian Barat menjadi Pangdam XVII/Cenderawasih (1968-1970).

Saat itu, di Irian Barat tengah terjadi pertempuran yang mengiringi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969.

“Sebetulnya dibandingkan tugas di Moskow, tugas di Irian lebih mencuatkan risiko yang besar akan keselamatan. Jelas, tugasnya pun jauh lebih berat. Namun, Papi terlihat sangat bersemangat, berbanding terbalik dengan saat dia mendengar akan dikirim ke Moskow,” kata Ani.

Menurut Jusuf Wanandi, mantan aktivis KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang anti-PKI, Sarwo Edhie dan Soeharto memang tidak pernah dekat.

Sarwo Edhie dekat dengan Ahmad Yani dan menganggapnya sebagai kakak.

Letjen TNI Soeharto didampingi Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, komandan RPKAD, pada peringatan HUT ke-14 RPKAD di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Kisah Sarwo Edhi yang Basmi G30S, Kecewa sama Soeharto: Kalau Mau Bunuh Aku, Bunuh Saja, Apa Salahku.
Letjen TNI Soeharto didampingi Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, komandan RPKAD, pada peringatan HUT ke-14 RPKAD di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Kisah Sarwo Edhi yang Basmi G30S, Kecewa sama Soeharto: Kalau Mau Bunuh Aku, Bunuh Saja, Apa Salahku. (FOTO: HISTORIA.ID/repro)

Ketika Sarwo Edhie memimpin pasukan RPKAD ke Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menumpas PKI, ini lebih merupakan balas dendam pribadi.

Sarwo Edhie dekat dengan Yani karena sama-sama berasal dari Purworejo. Dan Yani yang mengangkat Sarwo Edhie menjadi komandan RPKAD (1964-1967).

“Pada pagi 3 Oktober 1965, Soeharto dipanggil ke Bogor... Soeharto berangkat ke Bogor pagi itu dan melihat Sarwo Edhie yang baru saja keluar dari pertemuan dengan presiden. Dia tidak pernah percaya kepada Sarwo Edhie sejak itu,” kata Jusuf dalam Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1995-1998.

Menurut Christianto Wibisono dalam Jangan Pernah Jadi Malaikat: Dari Dwifungsi Penguasaha, Intrik Politik, sampai Rekening Gendut, di antara generasi jenderal yang menonjol, memang tidak ada yang dijadikan wakil presiden oleh Soeharto.

Semua yang berpotensi disingkirkan, termasuk Sarwo Edhie, yang hanya berputar dari Pangdam Bukit Barisan, Pangdam Papua, gubernur Akademi Militer, duta besar di Korea Selatan, inspektur jenderal Departemen Luar Negeri, kepala BP7, dan terakhir mengundurkan diri dari DPR sampai akhir hayatnya pada 9 November 1989.

Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Datangi Rumah Pelaku Penusukan Syekh Ali Jaber

Selain Polisi, Satu Orang Pasien Positif Covid-19 Merupakan Pegawai Kantor Pajak di Tanjabbar

Apa Itu Nomophobia, Simak Dampak dan Cara Mengatasinya

(tribunjambi.com/Eko Prasetyo)

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved