Pemerintah Ingkar Beri Lahan, Kini Pemukiman Warga Tebing Jaya Justru Diserobot Pengusaha Sawit
Warga eks Unit Pemukiman Transmigrasi Tebing Jaya I, II, III dan IV Kabupaten Batanghari dirundung nestapa.
Penulis: Rian Aidilfi Afriandi | Editor: Teguh Suprayitno
TRIBUNJAMBI.COM, BATANGHARI - Warga eks Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Tebing Jaya I, II, III dan IV Kabupaten Batanghari dirundung nestapa. Sejak bermukim pada 2004 silam, dijanjikan mendapat lahan usaha dari pemerintah, tapi tak kunjung ada titik terang.
Beruntung, pemerintah melalui Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Sosnakertrans) Provinsi Jambi menggulirkan program bantuan ternak sapi sebagai kompensasi Lahan Usaha (LU) II.
Mudiasih tak pernah berhenti bersyukur. Bibirnya selalu mengucap “Alhamdulillah” begitu menengok sapi peliharaannya yang kini gemuk-gemuk dan berjumlah enam ekor. Sapi-sapi itu tabungan masa depan biaya sekolah anaknya.
Mudiasih adalah satu di antara 684 warga Tebing Jaya, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Batanghari penerima bantuan ternak sapi.
Baca: Akui Miliki Bukti, Kapolres Sarolangun Minta Pelaku Pembakaran Camp PT Samhutani Serahkan Diri
Baca: Angka Kecelakaan di Tanjab Timur Meningkat, Banyak Remaja Meninggal di Dua Daerah Rawan Ini
Baca: Gara-gara Tak Sampaikan Laporan Pencairan, TPP untuk Ribuan Guru di Batanghari Tertahan
Baca: KKI WARSI Dorong Pemahaman Manfaat PHBM untuk Selamatkan Hutan dan Instrumen Pembangunan
Bantuan sapi adalah program kompensasi pengganti Lahan Usaha (LU) II yang tidak diterima warga eks transmigran Tebing Jaya. Sapi diberikan pada tahun 2016 silam. Masing-masing Kepala Keluarga (KK) memperoleh seekor sapi bali untuk dipelihara. Sapi-sapi itu untuk dikembangbiakkan sebagai usaha.
Sejak kampung transmigran dibuka tahun 2004 silam, jalanan di sini memang tak pernah tersentuh perbaikan. Kondisinya sangat memprihatinkan. Sepanjang jalan penuh lubang dan lumpur. Listrik pun baru masuk dua tahun belakangan.
Jarak antara unit I, II, III dan IV sebenarnya tak begitu jauh. Tapi untuk tiba di masing-masing unit bisa memakan waktu sampai satu jam. Karena akses dan medan jalan sangat buruk. Sepeda motor jadi satu-satunya transportasi paling pas.
"Beginilah kondisi kami pak," keluh Wito.
Warga yang masuk kawasan ini beragam. Ada yang datang dari Jogja, Bandung maupun Bogor. Mereka awalnya berjumlah 115 kepala keluarga.
Pemerintah kemudian memberi akses bagi 115 warga Batanghari untuk juga ikut mengelola dan bermukim bersama warga transmigrasi di desa ini.
"Jadi awal-awalnya total penduduk kita di sini sekitar 230 orang. Ada yang dari jawa ada yang dari penduduk asli sini,” ujar Kawan Wiyono, Kadus Tebing Jaya II.
Jadi peserta transmigrasi, mereka dijanjikan lahan oleh pemerintah. Bantuan lahan itu dalam bentuk Lahan Usaha (LU) I dan Lahan Usaha (LU) II.
LU I merupakan lahan palawija. Artinya lahan yang diperuntukkan bagi pemukiman dan cocok tanam. LU I dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek (untuk makan). Luas yang diterima sekitar tiga per empat hektare.
Baca: Anjangsana ke Tanjung Jabung Barat, Danrem 042/Gapu Disambut Hangat Bupati Safrial
Baca: Dukung Ketahanan Pangan, BPN Jambi Komit Amankan Lahan Pertanian dari Alih Fungsi Lahan
Baca: Dua Fraksi Mangkir Sampaikan Pandangan Umum LKPJ Bupati Tanjab Barat, Rapat Paripurna Dua Kali Tunda
Baca: Hore Rp 5 Miliar, TPP Guru dan Pegawai Dinas Pendidikan Batanghari Cair Minggu Depan
Sedangkan LU II merupakan lahan yang pemanfaatannya bersifat jangka panjang. Misalnya untuk berkebun atau tempat mencari nafkah. Luas yang diterima sekitar 1 hektare.
Dalam perjalanannya, bantuan LU II macet. Warga lantas berinisiatif datang ke pemerintah daerah (Pemkab Batanghari). Tapi tak ada titik terang.
"Ke Pemkab tidak tembus. Perwakilan kami lalu ramai-ramai datang ke Kementerian untuk meminta kejelasan," kata Kadus Kawan Wiyono.