Human Interest Story
Rumah Jamur di Pojok Sekolah, Inovasi Guru Desa untuk Masa Depan Siswa
Begitu mengutarakan ide tentang Rumah Jamur, mulanya banyak keraguan yang datang. Bukan hanya dari kepala sekolah, juga dari rekan sesama guru.
Penulis: Srituti Apriliani Putri | Editor: asto s
"Awalnya memang teman-teman guru ragu. Modalnya dari mana? Siapa nanti mau tanggung jawab?" ujarnya mengulang kalimat rekan sejawat kala itu.
Lalu, secara rinci, dengan konsep yang jelas dan tekad kuat, pada 2025, dia berhasil meyakinkan kepala sekolah dan para guru tentang Rumah Jamur.
Di SMPN 11 Batang Hari yang jumlah muridnya terbatas, ada beberapa ruang kosong. Ruangan itu bisa dimanfaatkan.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, pilihan jatuh ruang kelas kosong di pojok sekolah, untuk "disulap" jadi Rumah Jamur.
Menggunakan alat seadanya, Titien bersama para siswa dan guru bergotong royong menciptakan "tempat belajar baru" di sekolahnya.
Memang, perempuan murah senyum itu meyakini bahwa belajar tidak melulu harus di dalam kelas. "Belajar IPA itu bukan sekadar duduk diam di dalam kelas. Gurunya ceramah, tapi anak-anak juga bisa ikut langsung bereksperimen," ujarnya.
Dalam konsep Rumah Jamur, kata Titien, anak-anak diajarkan berbudidaya jamur tiram dan berwirausaha. Hasil panen jamur dijual ke masyarakat.
"Jadi bukan sekadar teori-teori yang tertulis di buku. Siswa mendapat pengalaman langsung untuk belajar biologi, sekaligus memahami siklus produksi," ungkap perempuan berkacamata itu.
Akhirnya, setelah beberapa waktu, ruang kelas di pojok sekolah yang semula kosong, diisi baglog dari bambu dibalut serbuk kayu tebal untuk media tanam jamur tiram.
Dalam merawat Rumah Jamur, Titien membagi tugas para siswa dan guru. Ada pembagian kelompok-kelompok untuk perawatan.
Melihat Potensi Sekitar
Di tengah perjalanan Rumah Jamur, Titien juga melihat potensi lokal di sekitar sekolahnya. Desa Terusan di Kabupaten Batang Hari merupakan daerah pertanian padi. Ada ratusan hektare sawah di sana.
Selama ini, batang padi yang sudah kering, yang biasa disebut jerami, dibakar langsung oleh petani. Namun, di tangan Titien, jerami yang tak ada nilai itu dijadikan sebagai media tanam jamur.
"Terusan ini banyak sawah, biasanya jerami di bakar. Kita coba ambil dan dijadikan media tanam jamur," ujarnya.
Bagi Titien Suprihatien, keberhasilan siswa bukan dinilai dari hasil akhir, melainkan dari setiap proses pembelajaran yang siswa lalui. Dia berhasil menyalakan semangat belajar dengan cara yang menyenangkan.
Titien Suprihatien
SMPN 11 Batang Hari
Rumah Jamur
Kabupaten Batang Hari
Tanoto Foundation
pembelajaran
Program PINTAR
human interest story
| Menanam Harapan Bersama Anak Disabilitas, Paragonian Bergerak, Satu Taman Seribu Senyum |
|
|---|
| Cerita dari Pasar Kramat Tinggi: Pedagang Ramai, Pembeli Terasa Sepi |
|
|---|
| Office Boy Jambi Nangis Saat Naik Pesawat, Ryan Putra Hatta Kini MC Papan Atas |
|
|---|
| Pas Digigit Keluar Air, Uniknya Buah Lontar yang Dijual di Pinggir Jalan Kota Jambi |
|
|---|
| Lihat Potret Aden Jelatang si Harimau Putih Penghuni Baru Taman Rimbo Jambi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/Titien-Suprihatien-47-guru-di-SMPN-11-Batang-Hari.jpg)