Opini
Analisis Sentimen dan Framing Media terhadap Suku Anak Dalam atau SAD dalam Kasus Penculikan Bilqis
Pada tanggal 3 November, sentimen negatif terhadap SAD berada pada angka 25 persen, dengan mayoritas publik (65 persen) masih bersikap netral.
Data menunjukkan bahwa meskipun sentimen positif melampaui sentimen negatif pada pertengahan November, tingkat kepercayaan terhadap SAD dan komunitas adat lainnya kemungkinan telah mengalami kerusakan permanen di mata sebagian masyarakat.
Komunitas SAD, yang sudah menghadapi marginalisasi sistematis dalam akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pengakuan hak atas tanah, kini harus menanggung beban tambahan berupa prasangka kolektif yang diperkuat oleh media massa dan platform digital.
Anak-anak SAD mungkin akan menghadapi diskriminasi lebih besar jika mereka memiliki akses ke pendidikan formal. Program-program pemberdayaan yang melibatkan SAD bisa mengalami resistensi dari masyarakat umum yang telah terpengaruh oleh narasi negatif. Lalu, yang paling tragis, kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi cara media dan publik memperlakukan komunitas adat lainnya di Indonesia di masa depan.
Analisis periode 3-16 November ini juga mengungkapkan pola yang memprihatinkan dalam siklus berita Indonesia. Media cenderung sangat cepat dalam membangun narasi sensasional namun sangat lambat dalam memberikan klarifikasi yang memadai. Volume artikel klarifikasi dan pembelaan terhadap SAD jauh lebih kecil dibandingkan artikel yang membingkai mereka secara negatif.
Bahkan ketika framing viktimisasi mulai meningkat di akhir periode, jangkauan dan impact-nya tidak sebanding dengan gelombang prasangka sebelumnya. Hal ini menciptakan asimetri informasi yang berbahaya, di mana publik jauh lebih terpapar pada narasi negatif dibandingkan koreksi atau perspektif alternatif.
Kasus Balqis seharusnya menjadi momentum refleksi bagi semua pihak. Media massa perlu mengevaluasi standar etika jurnalistik mereka, terutama dalam memberitakan kelompok minoritas dan vulnerable. Prinsip verifikasi, check and recheck, harus diterapkan secara konsisten sebelum mempublikasikan narasi yang berpotensi merugikan kelompok tertentu.
Platform digital perlu lebih proaktif dalam moderasi konten yang mengandung hate speech dan diskriminasi terhadap kelompok tertentu, serta merancang algoritma yang tidak hanya memprioritaskan engagement tetapi juga akurasi dan keseimbangan informasi.
Pendidikan literasi media bagi publik harus diperkuat agar masyarakat memiliki kemampuan kritis untuk mengevaluasi informasi yang mereka terima, termasuk kemampuan untuk mengenali bias, memverifikasi sumber, dan mempertanyakan narasi dominan.
Pemerintah dan Dewan Pers perlu memastikan bahwa hak-hak komunitas adat seperti SAD dilindungi, tidak hanya dari ancaman fisik tetapi juga dari kekerasan simbolik yang dilakukan melalui narasi media. Perlu ada mekanisme pemantauan dan sanksi terhadap media yang terbukti menyebarkan stigma dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Organisasi masyarakat sipil dan akademisi juga memiliki peran penting dalam melakukan counter-narrative, menyediakan informasi yang akurat dan kontekstual tentang komunitas adat, serta mengadvokasi kebijakan yang melindungi mereka dari marginalisasi dan stereotip.
Balqis telah pulang ke rumahnya dengan selamat, dan itu adalah kabar yang patut disyukuri. Namun, pertanyaan besar tetap menggantung: kapan SAD bisa pulang ke tempat yang seharusnya mereka tempati dalam imajinasi kolektif bangsa ini—bukan sebagai objek kecurigaan atau eksotisasi, melainkan sebagai warga negara dengan martabat dan hak yang setara?
Data menunjukkan bahwa perjalanan menuju pemulihan citra mereka masih panjang. Diperlukan upaya kolektif dari media, pemerintah, platform digital, akademisi, dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa tragedi narasi yang terjadi dalam kasus Balqis tidak terulang kembali terhadap komunitas adat lainnya di Indonesia.
Sentimen positif yang mulai meningkat di akhir periode analisis memberikan secercah harapan bahwa publik Indonesia mampu belajar dari kesalahan, namun pembelajaran ini harus diterjemahkan menjadi perubahan sistemik dalam cara kita memproduksi, mendistribusikan, dan mengkonsumsi informasi tentang kelompok minoritas di negeri ini. (*)
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Simak informasi lainnya di media sosial Facebook, Instagram, Thread dan X Tribun Jambi
Baca juga: Jadwal Puasa Ramadhan 2026, 19 Februari Awal Puasa?
Baca juga: Kronologi Penemuan Motor di Sungai Batanghari Jambi: Berkat Air Surut dan Sentuhan Kaki
Baca juga: Harga Emas Naik 17/11/2025 - Emas Perhiasan Jambi Rp7,8 Juta per Mayam, Antam Rp2.351.000 per Gram
| Kejari Tebo Terima Uang Titipan 2 Perkara Tipikor yang Sedang Disidangkan |
|
|---|
| Tetap Santai Dihina, Kaesang Pangarep Samakan PSI dengan Gajah: Kita Ini Kuat! |
|
|---|
| Diduga Hindari Truk CPO, Minibus Nyungsep di Perbatasan Mendalo-Simpang Rimbo Jambi |
|
|---|
| Kronologi Penemuan Motor di Sungai Batanghari Jambi: Berkat Air Surut dan Sentuhan Kaki |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/17112025-Ade-Novia-Maulana.jpg)