WAWANCARA EKSKLUSIF

Susno Duadji Puji Eman Sulaeman Hakim PN Bandung tak Terpengaruh Tekanan Kekuasaan, Seri I

Menurut Hakim Eman, tidak ditemukan bukti satu pun bahwa Pegi alias Perong pernah diperiksa sebagai calon tersangka oleh Polda Jawa Barat.

Editor: Duanto AS
TRIBUNNEWS/BIAN HARNANSA
Mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji saat wawancara eksklusif di Studio Tribun Network, Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Makanya panggil periksa, ternyata tidak pernah dipanggil tidak pernah diperiksa. Kemudian setelah itu masukkan dalam datar DPO. Nah, kalau sudah dipanggil dan diperiksa nah, ini tidak pernah ketangkap orangnya, baru diperiksa dulu, setelah diperiksa, ternyata betul semua alat buktinya lengkap, baru tentukan jadi tersangka, kan begitu.

Peraturan itu dibuat di mana? Peraturan Kapolri, kan kemudian dasarnya dari mana? Ada putusan MK dan sebagainya. Nah, ini dilanggar semua. Nggak apa-apa ini sesuatu hal yang bagus untuk institusi saya, saya ini Polri artinya, tidak mesti bahwa sesuatu itu baik dengan cara memuji-muji dengan cara membenarkan sesuatu yang salah ya disampaikan lah ini begini, ini begini, ini begini untuk perbaikan dan ingat ini, yang kalah bukan Polri, yang kalah itu adalah ketidakbenaran dan ketidakadilan yang menang siapa? Kebenaran.

Nah jadi Polri harus senang, kenapa senang? Alhamdulillah institusi saya tidak dijerumuskan karena pujian, tidak dijerumuskan karena pengakuan terhadap sesuatu yang salah, nah begitu nah next, untuk kedepan mari kita perbaiki ke dalam, apa kelemahan kita sampai terjadi begini.

+ Pak Susno, dalam pengalaman dan pengetahuan Pak Susno situasi ini terjadi apa karena target, Pak? Jadi para penyidik itu mengejar target, supaya cepat supaya gampang atau gimana?

Saya tidak tahu mengapa, ya, yang jelas mereka sudah mengabaikan kaedah-kaedah penyidikan. Kaedah penyidikan itu jelas sekali apa itu penyidikan, upaya yang dilakukan oleh penyidik untuk apa, untuk membuat terang suatu peristiwa. Kan peristiwanya ada ditemukan dua jenazah, itu peristiwanya. Kemudian membuat terang apakah ini pidana, apa bukan.

Oh ini pidana setelah tahu pidana, mencari pelakunya dengan mengumpulkan alat bukti, bukan cari pelakunya dulu baru alat buktinya dicari oh, nggak kebalik ya.

+ Jadi kumpulin alat bukti dulu baru tentukan apakah ya?

Dari mana mengumpulkan alat bukti, dalam pelajaran yang paling mendasar untuk penyidik itu ada yang namanya tringel evidence, segitiga pembuktian. Di TKP, tersangka, kemudian barang bukti. Oh ada CCTV, oh ada HP, oh ada sepeda motor, ada darah, ada baju dan mungkin ada batu atau ada apa, dari situlah dia akan berbicara, dari mana diambil sidik jari, diambil laboratorium darah, kalau dicurigai, diperkosa kemudian darahnya masih kurang l, kuat diminta DNA. DNA nggak mahal kok sekarang 5 jutaan udah bisa DNA.

Kemudian CCTV-nya diungkap teleponnya diungkap dari situ oh pelakunya ini, ambil baru diperiksa yang lain, jangan terlalu percaya sama omongan saksi. Kenapa? Saksi itu kita ini berapa di ruangan ini, terus 100 bisa bohong kok, kita katakan tribun punya studio baru apa warna dindingnya, hijau padahal putih.

Sampai di luar kita berseratus di sini, mengatakan hijau, apakah kita benar? Salah kan. Kita bersepakat dalam kebohongan tapi kalau ada bukti, rekaman ini dibawa di luar ternyata putih. Seribu orang tadi udah bohong, taruh lah seribu orang ada 5 orang yang mengatakan putih, seribu mengatakan hijau jangan percaya pada yang banyak, yang 5 tadi ada alat bukti pendukung.

Nah makanya itulah perlunya scientific evidence didapatkan dengan scientific crime investigation.

Jadi tiga angle evidence di situ cari alat buktinya. Nah ini tidak diambil semua bajunya tidak diambil darahnya bagaimana kemudian darah TKP tidak diambil, sperma tidak diambil, CCTV diambil tapi tidak dibuka.

Kan dalam sidang kan ada CCTV, saya katakan, kenapa CCTV sampai hari ini tidak dibuka, oh tidak ada karena tidak ada ahli di Cirebon, kan ada Bandung. Oh Bandung tidak ada, ada Jakarta Jakarta tidak ada, ada Internasional di mana pabriknya.

HP itu pun tidak dibuka sampai hari ini. Nah, itu apakah cara pilih yang profesional?

+ Pak Susno ini kan kemudian menjadi kabur semua, apalagi yang dibebaskan. Kalau menurut Pak Susno, sarannya untuk mengungkap kasus Vina dan Egi masih mungkin gak dibuka, Pak?

Masih ada dua alat bukti scientific yang saya tidak tahu di mana tempatnya sekarang kan dikeluar di pengadilan kan, ada enam HP, ada CCTV. Kenapa tidak dibuka, mudah-mudahan belum dimakan rayap, ya. Kalau sudah dimakan rayap ya sudah atau sudah direndam kopi minum atau ketumpahan kopi, kita ga tau. Ngapain disayang-sayang buka lah.

+ Jadi sebenarnya kalau dua alat bukti atau barang bukti ini masih ada kasus ini masih bisa terbuka, ya?

Ya, insyaAllah kalau ini ada. Tapi gak tahu kalau dua ini ada sudah disiram air kopi, ya, gak bisa juga.

Nah, sekarang mengapa terjadi begini nah terjadi begini ini terjadi apa namanya obstruction of justice yang dilakukan oleh siapa, oleh penyidik.

Jadi terbalik kalau misalnya penyidik mengatakan kan sekarang lagi memeriksa obstruction of justice yang dilakukan oleh siapa, oleh para keluarga-keluarga terdakwa kan. Sedang dipanggil penyidik, ya bukan. Justru dia sendiri kok.

Dimana obstructionnya, itu si Rohiana nangkap dan memeriksa padahal bukan tertangkap tangan salah prosedur obstruction itu namanya. CCTV tidak dibuka apa dihilangkan apakah obstruction.

Nah tadi jelas putusan pengadilan, salah prosedur, salah prosedur namanya kan tidak dipanggil dulu tidak diperiksa dulu, tidak diapakan dulu apakah itu tidak obstruction?

Ya, itu pahit untuk kita tapi kalau kita betul mau berbenah itu bagus. Tinggal mau berbenah apa enggak gitu aja.

+ Pak Susno kalau terkait dengan ini sebagai evaluasi. Apakah perlu, misalkan propam lalu kemudian pengawas eksternal maupun internal, untuk menelusuri ini, lalu kemudian kalau memang betul ditemukan adanya obstruction of justice, lalu kemudian ada SOP yang dilanggar memberikan?

Untuk semua bangsa Indonesia termasuk untuk pengawas luar, ya, Kompolnas, Kompolnas bagus sekali untuk koreksi.

Tadi kalau tidak salah, Kompolnas yang dalamnya berkali-kali Kompolnas ngomong, kami telah turun telah tanya ke polda telah sesuai prosedur, terbongkar kan nggak sesuai prosedur nggak dipanggil dulu, nggak diperiksa dulu, nggak diapa-apain dulu, mana Kompolnas? Halo.

Kenapa itu, jadi Kompolnas harus koreksi, jangan jadi jubir gitu. Bukan aku yang ngomong ya, kalau Susno yang ngomong bahwa ini nggak benar, saya yang salah, ini katanya hakim putusan hakim , hakim sudah meriksa semuanya lalu diperiksa, ternyata tidak sesuai prosedur, kata Kompolnas sudah sesuai prosedur. Ya koreksi jadi Kompolnas perlu berbenah juga.

+ Ini mirip kasus Sambo, ya, ketika Kompolnas bisa disuruh bicara, ternyata salah gitu, ya?

Lebih bagus diam kalau nggak tahu, tapi kalau tahu boleh. Jangan langsung gini-gini, nggak, karena saya polisi ya Pak saya yang polisi karatan di polisi, 36 tahun saya kalau polisi, dijerumuskan saya nggak, dengan dipuji-puji sudah sesuai dan sebagainya, ternyata nggak sesuai ini jerumuskan polisi, jerumuskan saya. Malunya bukan main saya. Jadi hati-hati lah Kompolnas jangan asal-asalan.

Saya katakan juga, jadi artinya untuk lembaga-lembaga di negeri ini, ini pengalaman yang bagus, jangan apalagi berada pada fungsi untuk pengawasan, jangan menjadi pembenar, pengawas, pengawas itu periksa sesuai, kalau nggak tahu bilang nggak tahu.

+ Kalau menurut Pak Susno, ini Propam perlu ikut nggak?

Kan sudah ikut sudah ikut dan meriksa sudah mengadakan examination 2016 yang sekarang kan nggak salah kan statementnya, sudah ada pengawas dari dalam, Propam, Irwasum, apalagi Wasdik, terus dari luarnya Kompolnas yaudah mari, jangan hanya mengoreksi polisi aja, saya tidak mau hanya dikoreksi polisi aja, mari kita koreksi semuanya, ini nanggung dosa semua ya. Termasuk Jaksa.

Berkas ini kan masuk ke Jaksa untung aja untuk berkas Pegi, jaksa teliti tidak langsung gini kan, langsung ditolak-tolak. Kesalahannya apa sekarang kan, kelengkapan formil dan kelengkapan materil tidak lengkap. Ini berarti sudah menyangkut, isi daripada berita acara itu sudah nggak beres, kelengkapannya nggak beres juga prosedurnya.

Nah sekarang kenapa saya katakan Jaksa 2016 l, berkas-berkas yang sekarang sudah dalam penjara itu diterima kan. Jaksa kok nggak ngoreksi? Hakimnya juga, kasus yang diancam hukuman mati, dilakukan bersama-sama, kemudian ditambah perkosaan, hakimnya tutup mata aja, tidak ada bukti sainstifik, tidak ada.

Bukti CCTB tidak ada, bukti pelaku tidak ada, hp tidak ada, bukti darah. Kan ceritanya di tkp ini dibawa ke tkp ini sudah mati. Berarti dibonceng oleh si A, baju si A mana, dibajunya nempel darah Vina, nempel darah Pegi, mana hasil labnya.

Hakimnya kok terima dan memutus orang seumur hidup, dosa loh.

Tribun baca dong, jangan hanya cari berita saja. Hakim pengadilan tinggi, supaya ini tidak jadi kebiasaan bagi hakim-hakim di Indonesia. Padahal digaji, potong pajak kan, untuk gaji model hakim-hakim begini, gak rela, kita. (tribun network/yuda)

Baca juga: Sikap Politik PDIP dan Kekhawatiran Konfigurasi Pilkada Mirip Pilpres, Masinton Pasaribu, Seri I

Baca juga: Intip Cara Kerja Mafia Tanah di Jambi Kuasai Tanah Orang Lain, AHY Ungkap Oknum Dalam BPN

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved