Sosok Arteria Dahlan Disorot Usai Debat dengan Mahfud MD Soal 349 T, Diduga 3 Tahun Tak Lapor Harta
Sosok anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan disorot netizen usai berdebat dengan Menkopolhukam Mahfud MD soal transaksi janggal Rp 349 Triliun.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
"Pak Budi Gunawan itu anak buah langsung Presiden, bukan anak buahnya Menko Polhukam, tapi setiap minggu lapor info intelijen kepada Menko Polhukam.
"Coba saudara bilang ke Pak Budi Gunawan, menurut undang-undang BIN bisa diancam 10 tahun penjara, berani gak. Kan persis seperti yang saudara baca kepada saya," tambahnya.
Kok Baru Ribut Sekarang
Mahfud MD juga menyentil Arteria Dahlan kenapa baru ribut sekarang, padahal tindakan tersebut sudah dilakukan pada kasus-kasus lain sebelumnya.
"Sudah dilakukan banyak ini, kok saudara baru ribut sekarang. Diumumkan sejak dulu saudara diam aja, ini kita yang mengumumkan kasus Indosurya," ucap Mahfud.
"Yang sampai sekarang bebas di pengadilan, kita tangkap lagi karena kasusnya banyak. Itu kan PPATK, kok ributnya baru soal ini.
Lukas Enembe, ketika tersangka rakyatnya ngamuk-ngamuk, saya panggil PPATK, umumkan. Kalau tidak begitu, gak bisa ditangkap dia," tambahnya.
Jangan Gertak-gertak
Menko Polhukam sekaligus Ketua KNK-PP-TPPU itu menegaskan agar Anggota DPR terkhusus kepada Arteria Dahlan untuk jangan menggertak-gertak dirinya soal kasus ini, apalagi mengancam dengan pidana.
"Oleh sebab itu saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga saudara, bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan penegakan hukum," tegas Mahfud.
"Dan ini sudah ada yang dihukum tujuh tahun setengah, namanya Fredrich Yunadi. Ya kayak kerja-kerja saudara itu, orang mengungkap dihantam, ungkap dihantam," tambahnya.
Kala itu Fredrich Yunadi melindungi Setya Novanto dan melaporkan sejumlah orang saat penyidikan.
"Kita bilang ke KPK, itu menghalang-halangi penyidikan dan penegakan hukum, tangkap. Jadi jangan ancam-ancam begitu, kita ini sama," tambahnya.
Baca juga: Sebut Ada DPR Jadi Makelar Kasus, Mahfud MD: Saya Beri Ilustrasi, Tidak akan Cabut Pernyataan Itu
Kemudian Mahfud juga menyentil Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani yang membicarakan soal kewenangan beberapa waktu lalu.
"Menurut Perpres, Polhukam itu tidak berwenang mengumumkan. Lho saya tanya, apa dilarang mengumumkan, kalau tidak berwenang apa dilarang," tanya Mahfud.
"Kalau dalam hukum itu, sesuatu yang tidak dilarang itu boleh dilakukan. Jadi setiap urusan itu kalau tidak ada larangan, boleh. Kecuali sampai timbul hukum yang melarang," tambahnya.
DPR RI Ditantang Bentuk Pansus
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ditantang membentuk panitia khsusus (Pansus) oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terkait transaksi janggal senilai Rp 349 Triliun.
Transaksi janggal senilai ratusan triliun tersebut terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Adanya kejanggalan transaksi tersebut pertama kali diungkap oleh Menkopolhukam, Mahfud MD.
Sebelumnya Mahfud MD juga telah menjawab hal tersebut di Komisi III DPR RI.
Untuk mengungkap transaksi janggal tersebut sebelumya Partai Buruh meminta DPR RI membentuk Pansus.
Baca juga: Respon KPK Soal Transaksi Janggal yang Diungkap Mahfud MD: Kami Telusuri, Jadi Warning Bagi Kami
Kini tantangan ke anggota legislatif tersebut datang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
PSI menantang DPR untuk membentuk Panitia Khusus terkait transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Alasannya, karena temuan tersebut bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar jejaring praktik pencucian uang oleh aparatur negara.
Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengatakan pembentukan Pansus ini sangat mendesak.
Sebab berdasarkan penjelasan Menkopolhukam Mahfud MD, setidaknya ada 491 ASN di Kemenkeu, 13 ASN kementerian/lembaga lain dan 570 pihak non-ASN terlibat.
“Dugaan kasus transaksi mencurigakan sebesar 349 triliun rupiah di Kementrian keuangan bisa jadi pintu masuk untuk membongkar jejaring pencucian uang oleh aparatur negara yang melibatkan banyak sekali pejabat kementerian,” kata Grace dalam keterangannya, Senin (3/4/2023).
Dia menerangkan, salah satu dugaan tindak pidana pencucian uang kemungkinan melibatkan pihak Bea Cukai.
Di mana impor emas batangan yang mahal, hanya dicatat sebagai emas mentah yang nilainya lebih kecil.
“Ini jelas pelanggaran, namun tidak diperiksa oleh pejabat berwenang di Kementrian Keuangan,” tegasnya.
Untuk menutupi kasus ini, Grace mengungkapkan, bawahan Menteri Keuangan bahkan diduga tidak menyampaikan laporan PPATK kepada Sri Mulyani.
“Tahun 2017, Kepala PPATK memberikan langsung data temuan kepada sejumlah pejabat Kementerian Keuangan antara lain Dirjen Bea Cukai dan Inspektur Jenderal. Namun laporan ini nampaknya tidak sampai ke Bu Sri Mulyani. Jika benar demikian masalah ini sangatlah serius,” ujarnya.
Untuk itu, PSI meminta DPR segera membentuk Panitia Khusus atau Pansus. Jika kasus ini melaju tanpa pengawalan spesial atau memperlihatkan kesungguhan sebagai elite politik, dia khawatir, upaya memberantas tindak pidana pencucian uang akan sulit dilakukan.
“Bola kini ada di tangan Wakil Rakyat di Senayan,” terangnya.
Grace menduga, kasus ini tidak hanya melibatkan uang jumbo Rp349 triliun, melainkan juga dugaan sindikat pencucian uang yang melibatkan banyak pejabat Kementrian Keuangan dan Kementrian lain.
Sehingga pembentukan Pansus untuk kasus ini merupakan sebuah keharusan.
“Sekali lagi, PSI minta segera dibentuk Pansus DPR terkait kasus dugaan transaksi janggal Rp349 triliun. Rakyat sedang menunggu niat baik DPR,” tutupnya.
Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Jabatan Pj Bupati Muaro Jambi Segera Berakhir, Kemendagri Minta DPRD untuk Usulkan 3 Nama
Baca juga: Link Nonton Induk Gajah Full Episode, Kisah Romansa Komedi dalam Mencari Jodoh
Baca juga: Rafael Alun Bantah Korupsi dan Terima Suap: Saya Jadi Target, Mungkin Karena Tekanan Publik ke KPK
Baca juga: Racun Sianida Dipesan Setelah HP Bripka Arfan Saragih Disita Kapolres Samosir
Artikel ini telah diolah dari Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.