Berita Nasional
Bukan Luhut, Inilah Sosok Menteri Temani Jokowi 'Deal' Proyek Kereta Cepat dengan China pada 2014
Bukan Luhut Panjaitan yang selama ini santer disebut-sebut, ternyata ada satu menteri yang mendampingi Jokowi saat penandatanganan kerja sama
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Rekam Jejak Sofyan Djalil di Kabinet Awal Jokowi
Sosok Sofyan Djalil dikenal sebagai birokrat yang telah malang melintang di berbagai kementerian.
Ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla hanya selama satu tahun (2014-2015).
Sofyan Djalil kemudian mengalami pergeseran jabatan berturut-turut, mulai dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (2015-2016) hingga akhirnya menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN selama periode yang cukup panjang (2016-2022).
Baca juga: Siap-siap Bakal Ada Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Ini Bocorannya
Baca juga: Polresta Jambi Rilis 7 Tampang Madesu Diduga Geng Motor, Wargenet: Bentar Lagi Bebas Ni
Pengungkapan ini memberikan perspektif baru tentang bagaimana proyek strategis nasional, seperti Whoosh, dirintis melalui jalur diplomatik tingkat tinggi dan melibatkan menteri-menteri kunci pada masa awal pemerintahan Presiden Jokowi.
Buat Perencanaan Proyek Jadi Tak Matang
Masih dalam program yang sama, Sulfikar Amir menilai kesepakatan kerja sama bukan perkara benar atau salah.
Namun, menurutnya, kesepakatan yang dibuat Jokowi dan Xi Jinping pada 2014 itulah yang membuat perencanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh menjadi tidak matang dan berakhir seperti saat ini.
"Deal itu sebenarnya bukan perkara salah atau benar, tapi deal itulah yang membuat seluruh perencanaan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung itu menjadi seperti apa yang kita lihat sekarang," tutur Sulfikar.
Ia mengungkapkan, dibandingkan China, perencanaan dari Jepang mengenai titik berhenti Whoosh justru lebih bagus.
Ketika pemerintah Indonesia memutuskan bekerja sama dengan Jepang, ujar Sulfikar, negeri tirai bambu itu tak melakukan studi kelayakan secara mendalam seperit Jepang sebelumnya.
Sulfikar mengatakan China hanya menggunakan studi kelayakan dari Jepang dan dari situlah anggaran dibuat.
"Perencanaan dari Jepang itu jauh lebih bagus. Berhenti di Tugu Atas, Jakarta, lalu di Bandung, itu di Stasiun Bandung, center to center," ujarnya.
"Ketika China masuk, mereka tidak melakukan studi kelayakan, mereka hanya mengkaji studi kelayakan dari Jepang yang dilakukan dalam waktu 3 bulan."
Baca juga: Respon PDIP Soal Pemberian Gelar Pahlawan ke Soeharto, Hasto Singgung Catatan Keras Mahfud MD
"Lalu kemudian mereka membuat susunan anggaran yang sebenarnya tidak berbasis pada studi-studi empirik, berbeda dari apa yang dilakukan oleh Jepang," lanjut Sulfikar.
Jadi Rebutan Jepang-China
Proyek kereta cepat sempat menjadi "rebutan" antara pemerintah Jepang dan China.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/20251102-Jokowi-dan-kereta-cepat.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.