Berita Nasional
Bukan Luhut, Inilah Sosok Menteri Temani Jokowi 'Deal' Proyek Kereta Cepat dengan China pada 2014
Bukan Luhut Panjaitan yang selama ini santer disebut-sebut, ternyata ada satu menteri yang mendampingi Jokowi saat penandatanganan kerja sama
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Hal ini bermula pada 2014-2015, di mana proyek kereta cepat awalnya merupakan gagasan Jepang di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca juga: Polemik Utang kereta cepat Whoosh: AHY Putar Otak Cari Solusi, China Singgung soal Manfaat
Jepang, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), sudah sempat melakukan studi kelayakan, meski saat itu pemerintah Indonesia belum memutuskan soal kerja sama.
Dilansir Kompas.com, JICA kala itu mengeluarkan modal hingga 3,5 juta dolar AS sejak 2014, untuk mendanai studi kelayakan.
Studi kelayakan itu dilakukan bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub), serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (kini bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN).
Ketika pemerintahan beralih dari era SBY ke Jokowi, diputuskan oleh pemerintah Indonesia, proyek kereta cepat akan dibangun dengan rute Jakarta-Bandung.
Pemerintah Indonesia lantas membuka lelang terbuka bagi negara-negara yang tertarik, hingga masuklah China sebagai lawan Jepang yang sebelumnya sudah lebih dulu menyatakan minatnya.
Bersamaan dengan munculnya tawaran dari China dan pemerintah Indonesia kurang menunjukkan minat pada proposal pertama Jepang, utusan negeri sakura saat itu, Izumi Hiroto, membawa proposal kedua yang sudah direvisi.
Proposal yang dibawa pada 26 Agustus 2015, berisi tawaran investasi kereta cepat sebesar 6,2 miliar dolar AS.
Jepang juga menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun berbunga hanya 0,1 persen per tahun dengan masa tenggang 10 tahun, padahal sebelumnya bunga yang ditawarkan Jepang sampai 0,5 persen per tahun.
Usulan terbaru, Jepang juga menawarkan jaminan pembiayaan dari pemerintah Jepang dan meningkatkan tingkat komponen produk dalam negeri Indonesia.
Tidak lama setelahnya, China mengirimkan proposalnya pada 11 Agustus 2015, dengan tawaran harga pembangunan jauh lebih murah dan mendapat dukungan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2014-2019, Rini Soemarno.
China kemudian menawarkan nilai investasi yang lebih murah dari Jepang, yakni sebesar 5,5 miliar dollar AS dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN.
Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2 persen per tahun.
Selain itu, berbeda dengan tawaran Jepang, China menjamin pembangunan kereta cepat tak menguras dana
Baca juga: Kode Redeem ML Mobile Legends Terbaru Minggu 2 November 2025, Spesial Banjir Skin dan Diamond
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/20251102-Jokowi-dan-kereta-cepat.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.