Berita Viral

Analisis Dosen UIN STS Jambi di Kasus Perempuan di Kota Baru Dianiaya Minta Tolong via Live IG

Peristiwa terbaru, seorang perempuan di Kota Jambi berteriak minta tolong via live Instagram pada netizen, saat mengalami penganiayaan

Penulis: Rifani Halim | Editor: asto s
TRIBUN JAMBI/RIFANI HALIM
Dosen Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi (UIN STS Jambi), Nisaul Fadillah, PhD. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Dosen Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi atau UIN STS Jambi, Nisaul Fadillah, PhD, menyampaikan bahwa perempuan dan anak di Jambi masih rentan mengalami kekerasan.

Peristiwa terbaru, seorang perempuan di Kota Jambi berteriak minta tolong via live Instagram pada netizen, saat mengalami penganiayaan dari seorang lelaki yang living together dengannya.

Nisaul yang juga pegiat Korpus Gender, Anak, dan Disabilitas UIN Jambi, mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan NK terhadap pasangannya MOS.

Langkah cepat aparat Kepolisian Sektor Kota Baru yang langsung menangkap pelaku seusai menerima laporan masyarakat, patut diapresiasi.

Kasus kekerasan perempuan yang viral setelah korban melakukan live Instagram itu, menunjukkan bahwa perempuan dan anak masih hidup dalam situasi yang sangat rentan, baik secara sosial, hukum, maupun psikologis. 

Padahal, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dan memiliki sejumlah peraturan yang menegaskan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, apa pun latar belakang atau status pernikahan orang tuanya.

Namun memang, ketika ada status pernikahan yang sah secara hukum, negara punya pijakan lebih kuat untuk menekan orangtua agar menjalankan tanggung jawabnya. 

Tanpa itu, perlindungan hukum bisa melemah.

Fenomena semakin terbukanya ruang media sosial sebagai sarana perempuan, menjadi media untuk meminta tolong atau menyuarakan kekerasan yang mereka alami di ranah privat.

Media sosial kini menjadi ruang alternatif yang efektif. 

Kasus ini membuktikan bahwa publik punya peran penting dalam mendorong penegakan hukum atas kekerasan yang sebelumnya tersembunyi.

Masyarakat yang dikenal religius dan menjunjung tinggi nilai moral, tidak boleh permisif terhadap kekerasan dalam relasi personal.

Ini menjadi warning bersama, apakah masyarakat mulai abai dan menganggap kekerasan itu biasa. 

Padahal, korban bisa saja menderita luka fisik maupun trauma jangka panjang.

Pemerintah daerah, lembaga pendidikan, aparat hukum, tokoh agama, hingga masyarakat sipil harus bersinergi dalam memberikan edukasi soal relasi yang sehat dan sah, serta memperkuat sistem perlindungan perempuan dan anak.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved