Human Interest Story

Bripka Arjunif Sulap Lahan Tidur Jadi Embung di Babeko Bungo, Larang Penambangan Emas Ilegal

Langkah Arjunif tak terhenti di pembangunan embung. Melihat potensi pertanian dan perikanan yang bisa dikembangkan, ia mulai memfasilitasi warga

|
Penulis: Rifani Halim | Editor: asto s
Tribun Jambi/Rifani Halim
WARGA bersama-sama Bripka Arjunif, Bhabinkamtibmas Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, sedang membersihkan embung, Sabtu (21/6/2025). 

SUARA gesekan besi dan tanah terdengar bertalu-talu. Dari kejauhan terlihat sosok berbaju cokelat di antara puluhan orang, mengayunkan cangkul, membelah tanah. Bersama-sama, mereka menggali lubang-lubang di lahan Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.

"Lahan yang dicangkul ini dulunya lahan mati. Bekas galian tambang yang ditinggal begitu saja. Penuh semak, sarang ular, dan nyaris tak bermanfaat. Mau dijadikan embung," ujar Bripka Arjunif, Bhabinkamtibmas Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Sabtu (21/6/2025). 

Sudah sejak lama, Desa Sepunggur menjadi satu di antara titik rawan kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Bungo. Di wilayah itu juga banyak terdapat bekas penambangan emas tanpa izin (PETI) yang telah ditinggalkan. 

Dalam keterbatasan anggaran dan medan yang sulit, Arjunif melihat potensi di balik persoalan-persoalan itu. Dia mencoba melakukan hal sederhana, mengubah lahan bekas tambang jdi embung penampungan air.

Sejak 2020, awal pandemi Covid-19, dia menggagas pembuatan embung untuk cadangan air. "Dulu kalau ada kebakaran kebun, kami susah cari air. Harus ke Sungai Alai yang jauh. Makanya kami sepakat buat embung ini," kenang Arjunif.

Arjunif dan warga bahu-membahu. Sebagai langkah awal, mereka membuka akses jalan agar alat berat bisa masuk. 

Kemudian, pengerasan jalan dilakukan. 

Perlahan, embung seluas hampir dua hektare itu terlihat polanya, terbentuk.

Rencana tidak selalu mulus. Pada 2023, embung yang baru jadi itu diterjang banjir bandang. Rusak parah, hingga tak lagi bisa digunakan maksimal.

BRIPKA ARJUNIF, Bhabinkamtibmas, bersama warga Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Bungo.
BRIPKA ARJUNIF, Bhabinkamtibmas, bersama warga Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Bungo. (Tribun Jambi/Rifani Halim)

"Hati ini sedih sekali waktu itu," ujarnya.

Di balik seragamnya sebagai Bhabinkamtibmas Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Bripka Arjunif lebih dari sekadar penegak hukum. Semangatnya tak padam. 

Dia mengusahakan perbaikan lewat Dana Desa dan program lain, meski anggaran dari kantong pribadi juga banyak terserap.

Langkah Arjunif tak terhenti soal embung. Dia melihat potensi pertanian dan perikanan pun bisa dikembangkan.

Akhirnya, dia mulai memfasilitasi warga untuk beternak ikan dan menanam jagung di sekitar embung

Ia menggandeng Dinas Perikanan dan Pertanian Kabupaten Bungo, mendorong semangat warga agar tidak bergantung pada tambang ilegal.

"Tapi tantangan terus datang. Masih ada warga yang mencoba kembali menambang secara ilegal (PETI). Saya larang keras. Selama saya dinas di situ, saya pastikan tidak ada dompeng masuk," tegasnya. 

Itu bukan sekadar kalimat. Bahkan, Arjunif pernah mengusir para penambang liar seorang diri. 

Tak Sekadar Melarang

Sadar bahwa sekadar melarang tidak cukup, Arjunif memberi solusi. Ia memberikan bibit sawit unggul kepada warga, serta pengetahuan untuk mendorong warga beralih ke aktivitas yang tidak merusak lingkungan.

“Kalau hanya melarang tapi tidak memberi alternatif, mereka pasti kembali ke tambang,” ucapnya.

Ia menyalurkan sekira 30.000 bibit sawit ke warga. Kini, sudah lebih dari 100 hektare lahan berubah menjadi kebun kelapa sawit produktif. 

Baginya, tugas polisi tidak berhenti di patroli atau penangkapan. “Kalau warga sudah sejahtera, mereka tidak akan melakukan kejahatan,” kata Arjunif.

Inisiatif sosok polisi dan warga tak berhenti sampai di situ. Mereka membangun rumah dinas dari dana bersama warga. Lengkap dengan fasilitas untuk pelayanan masyarakat.

"Kadang kotak suara pemilu pun disimpan di rumah saya, karena dianggap paling aman," kat.

Tak heran, hubungan Bhabinkamtibmas di sana dengan warga begitu dekat. Warga menganggapnya bukan sejadar petugas, tapi keluarga. 

Mengelola dan Menyelesaikan Konflik

Tak hanya urusan sosial, Arjunif juga piawai menata konflik, di antaranya konflik sebuah perusahaan dan warga terkait kebun plasma kelapa sawit seluas 60 hektare.

Selama bertahun-tahun kebun itu mangkrak dan sempat diputuskan di Mahkamah Agung. Ia melobi semua pihak selama empat tahun. 

Hasilnya, kini warga bisa mengelola dan mendapat pemasukan hingga Rp1,5 miliar per tahun.

Mediasi konflik besar, bagi sebagian orang, bukan tugas polisi desa. Tapi bagi Arjunif, ini bagian dari tanggung jawab. 

"Kalau bukan kita yang bantu menjembatani, siapa lagi ini aset desa. Kalau hilang, anak cucu yang rugi," katanya.

Peran di Keluarga

Kerap turun ke masyarakat, tak membuat Arjunif kehilangan waktu untuk keluarga.

Istrinya, seorang guru madrasah, menjadi pendamping setia di lapangan. Anak mereka tiga orang.

"Saya ajarkan mereka jangan malu jadi petani, jadi tukang kebun, jadi orang biasa. Yang penting bermanfaat," katanya. 

Anak sulungnya kuliah di jurusan kesehatan hewan Universitas Jambi, masuk lewat jalur undangan. Anak kedua, selalu peringkat di kelas. Dan anak bungsunya, kini baru tiga tahun, seumur kebun sawit pribadi milik Arjunif.

Arjunif selalu mencontohkan nilai-nilai positif kepada keluarga, terlebih anak dan istri. "Saya dari muda memang tidak pernah macam-macam dan aneh, karena diajarkan orang tua," lanjutnya.

Dari dua hektare kebun sawit pribadinya, Arjunif bisa menghasilkan 3-4 ton tandan buah segar setiap bulan. Itu setara penghasilan Rp10 juta-Rp15 juta. 

Kini, dia juga merancang kawasan wisata edukasi berbasis pertanian dan perikanan. Tiga kolam ikan sudah digali dengan dana sendiri. Ikan semah, nila, dan gurami mulai dibudidayakan.

 "Anak-anak desa bisa tahu jenis ikan lokal, dan mungkin jadi pengusaha perikanan nanti. Kita harus beri contoh,” katanya.

Arjunif sadar tak bisa selamanya bertugas di lapangan, waktu pensiun akan tiba. Tapi dia tak ingin berhenti. Dia ingin membina adik-adiknya, keluarganya, bahkan masyarakat luar desa untuk mengelola kebun secara kolektif. 

"Kami sekarang sudah kelola lebih dari 30 hektare di Rantau Pandan, Kabupaten Bungo. Targetnya 100 hektare," ucapnya.

Tak Larut Dalam Pujian 

Kerja kerasnya selama ini mendapat ganjaran. Bripka Arjunif telah menerima penghargaan Hugeng Corner dari Mabes Polri penghargaan untuk polisi teladan dan 20 penghargaan lain.

"Allhamdulilah sudah ada 21 penghargaan dari Kapolri, Kapolda Jambi, beberapa bupati dan lainnya," ujarnya.

BRIPKA ARJUNIF, Bhabinkamtibmas, bersama petani kelapa sawit di Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
BRIPKA ARJUNIF, Bhabinkamtibmas, bersama petani kelapa sawit di Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. (Tribun Jambi/Rifani Halim)

Memang, banyak piagam penghargaan terlihat ada di rumahnya. Itu membuatnya semakin giat membagikan ilmu melalui pelatihan, motivasi, dan memfasilitasi yang ingin melanjutkan kuliah atau membuka usaha mandiri.

Menurut Arjunif, banyak tantangan untuk menjadi polisi hari ini. Masyarakat semakin cerdas dan kritis. 

“Kalau kita salah ngomong, masyarakat bisa langsung cek di internet. Kita harus jujur dan terbuka. Kita baik, kita disegani. Kita sombong, kita dijauhi,” katanya.

Bagi Arjunif, menjadi polisi bukan untuk disanjung, tapi mengabdi. Apa yang ditanam hari ini mungkin sederhana, tapi sangat berguna, setidaknya untuk warga Desa Sepunggur. (rifani halim)

 

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved