Kawal Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan di NTB, FJPI Gelar Diskusi Pers

FJPI) menggelar diskusi dengan berbagai pihak untuk mengawal kasus kekerasan yang dialami seorang jurnalis perempuan berinisial YNQ di NTB

Editor: Suci Rahayu PK
Dok.Istimewa
Ilustrasi kekerasan terhadap jurnalis perempuan. Salah seorang demonstan saat berkampanye stop intimidasi terhadap jurnalis. 

Menurut dia, penghentian kasus ini menambah daftar panjang kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang penyelidikannya dihentikan. Saat ini, pihaknya juga terus mengadvokasi kasus yang dialami Pemimpin Redaksi Floresa Herry Kabut saat meliput aksi demo di Manggarai, NTT.

Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), sepanjang tahun 2023, tercatat ada 89 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis. Bentuk kekerasan yang meliputi kekerasan fisik, verbal, termasuk kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan

Adapun sepanjang tahun 2024, terjadi 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Meskipun secara jumlah menurun, kata Erick, situasi kekerasan yang dialami jurnalis lebih berbahaya karena ada jurnalis yang diteror hingga dibunuh. 

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik rahayu menekankan pentingnya dukungan dari perusahaan dan sejumlah organisasi untuk mengawal kasus itu. Ia juga mengapresiasi semua pihak yang sejak awal memberikan pendampingan pada korban. 

“Sejak awal nampaknya korban sudah siap untuk melakukan proses hukum dan perlu dikawal,” ucap Ninik. 

Chikita Marpaung dari Lembaga Bantuan Hukum Pers mengatakan, kehadiran UU Pers yang mengatur delik pidana merupakan mandate konstitusi dan harus dapat melindungi jurnalis. 

Apalagi, korban mengalami kekerasan itu saat sedang meliput isu banjir yang berdampak bagi banyak orang.

Sementara itu, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Endang Sri Lestari Penyidik 1 Tindak Pidana Muda Ditreskrimum Polda Metro Jaya mewakili Kombes Rita Wulandari Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Perempuan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (Dittipid PPA- PPO) Bareskrim Polri menyampaikan, berdasarkan laporan dari Polda NTB, Polresta mataram melakukan penghentian penyelidikan karena polisi belum menemukan adanya tindak pidana.  

Namun, kata dia, pihak korban atau kuasa hukum dapat mengajukan permohonan untuk gelar perkara khusus. Jika nanti ada fakta-fakta yang mendukung untuk perkara itu dilanjutkan, kasus itu dapat dibuka kembali. 

“Bisa dilakukan permohonan gelar perkara khusus. Di sana nanti akan dinilai bagaimana prosedur penanganannya kasus ini hingga akhirnya dihentikan penyelidikan. Nanti bisa dilakukan rekomendasi atau ada temuan fakta baru yang bisa dibuka kembali kasus ini.

Selain itu, kuasa hukum juga bisa membuat laporan baru dengan UU Pers sehingga kasus itu dapat ditangani oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda NTB. (rls)

 


Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Artis Cantik Marshanda Lakukan Melukat di Bali, Eh Malah Dituding Pindah Keyakinan

Baca juga: Pelunasan Biaya Haji Jambi Melebihi Kuota, 3.064 Calon Jamaah Sudah Bayar BIPIH

Baca juga: Tergugat Ngaku Tak Pernah Terima Surat, Sidang Perdata di PN Jambi Jadi Sorotan

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved