WAWANCARA EKSKLUSIF
Pengungkapan Kasus Vina-Eky Rusak Sejak 'Lahir', Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, Seri II
Sugeng kembali mengulas soal kerusakan perkara ini sejak awal. Menurutnya, terjadi pelanggaran prosedur serta pelanggaran hak asasi manusia
Oh sejak awal, ya? Sejak delapan tahun yang lalu, ya?
Jebret lahir sudah rusak. Jebret lahir dalam arti ketika lahirnya proses penyidikan terhadap 8 orang. Yang dibilang 11, tapi yang terakhir ini sudah rusak.
Gara-gara apa ini, Pak Sugeng?
Ya, melanggar prosedur. Pelanggaran hak asasi manusia karena ada dianiaya. Pelanggaran prosedurnya tuh begini ya, kan Eky dan Vina ditemukan 27 Agustus malam hari.
Eky sudah meninggal dunia, Vina masih hidup dibawa ke rumah sakit oleh Suroto, kalau tidak salah nama Suroto, ya. Dibawa ke rumah sakit, kemudian Vina meninggal sehari kemudian, ya. Peristiwa yang terjadi dalam sekuen proses hukum, 31 Agustus Iptu Rudiana itu membuat laporan polisi dan di BAP.
Jadi ayahnya Eky bikin laporan polisi 31 Agustus. Iptu Rudiana membuat laporan polisi dan di BAP jam setengah 7 malam. Tetapi dalam BAP-nya menyatakan dia sudah menemukan 11 orang, dan delapan orang telah mengaku sebagai pelakunya.
Delapan orang mengaku sebagai pelakunya, berarti sudah ditangkap nih. Yang nangkap siapa? Rupanya dia sendiri.
Padahal kalau dia sebagai polisi, waktu itu kan polisi narkoba ya. Ini harus dilakukan oleh reskrimum, bukan narkoba. Dan harus melalui proses penyelidikan dan penyidikan.
Penyelidikan lebih dulu, ya. Karena apa?
Ditemukan jenazah, tidak ada pelaku di sana, maka yang harus dilakukan adalah olah TKP.
Itu kan langsung diangkat jenazahnya tuh. Olah TKP. Kemudian forensik, kedokteran.
Kemudian dilakukan penyelidikan. Jadi tanggal 31 Agustus seharusnya keluar surat perintah penyelidikan dulu.
Atau perintah sidik pun tidak apa-apa karena sudah ada peristiwa pidana. Tapi kan belum tahu pelakunya. Nah, di sini sudah ditangkap.
Nah, waktu menangkap pertanyaannya. Dasarnya apa? Perasaan kah, nujum, ilham dari dukun atau memang Rudiana sebagai polisi punya kemampuan mendeteksi keberadaan pelaku. Tetapi itu semua kan tidak boleh.
Harus tetap prosedur. Jadi tadi sidik olah TKP visum etripertum kemudian meminta keterangan saksi-saksi.
Lah, dia baru diperiksa, sudah ada yang ditangkap. Ini kesalahan prosedur. Sudah rusak dari awalnya.
Yang repotnya ketika dilakukan tim propam dan Irwasum turun, dikatakan tidak ada kesalahan prosedur. Jadi, kalau menurut saya tidak begitu, ya. Yang disampaikan oleh institusi Polri itu untuk di depan publik itu menurut saya ada dasar dan juga untuk membela institusi, ya.
Karena ada dasarnya apa? Putusannya ini kemudian mereka dinyatakan salah semua. Jadi hasil proses sudah dinyatakan benar. Padahal kita semuanya alih hukum sudah membedah habis-habisan.
Itu kesalahan prosedur. Tapi di dalam saya rasa ada proses audit ini ada kesalahan prosedur. Tapi tidak dibuka.
Nah, ini tentang uji transparansi ini oleh polisi. Jadi kesalahan prosedur berjalan sampai divonis berkekuatan tetap. Ini juga sedihnya sistem peradilan pidana kita.
Kalau saya jaksa, begitu saya terima berkah, itu berkah saya tolak. Tetapi bisa diterima kenapa? Karena namanya komunikasi, pendekatan. Pendekatan hukum dilakukan dengan cara pendekatan.
Mengintervensi, mempengaruhi entah dengan kebaikan jaksa menerima berkas perkara. Entah dengan pesan-pesan tertentu. Eh sambung lagi ke hakim.
Gawatnya begini loh. Saya baca ya satu putusan terhadap sakat tatal.
Ya, kan? Pengacaranya bikin pembelaan. Eh pengacaranya ada kelalaian menulis. Nomor perkara sakat tatal dia salah tulis yang ditulis nomor surat kuasa.
Misalnya nomor perkara misalnya 50. Administrasi surat kuasa dia misalnya 25. Dia tulis 25.
Apa yang dilakukan oleh hakim? Bahwa menimbang bahwa nomor perkara yang disebut oleh penasihat hukum adalah buka nomor perkara ini terjadi kesalahan sehingga semua pembelaan ini tidak dipertimbangkan. Nah ini praktek-praktek yang buruk dalam pennegakan hukum kita. Jaksa dan pengadilan bisa saling manu-manuan ya untuk kemudian melegitimasi proses yang salah.
Nah, itu jadi dari awal salah, Pak. Kacau.
Pak Sugeng melihat mesti mengikuti putusan pra peradilan. Ini sekuel yang lain, ya. Jadi di luar itu tiba-tiba karena dalam putusan pengadilan ada tiga orang yang belum ditangkap. Ada si Pegi alias Perong, ada Dhani, ada Andika atau Dika. Kan gitu kan ya. Nah tapi kemudian oleh polisi dua nama, Andika sama Dhani, dianggap fiktif. Tapi Perong, Peginya ada. Ini menurut Pak Sugeng ada putusan pengadilan?
Memang kontradiktif ya. Jadi ada dua nih. Ini kewenangan penyidik penuh di dalam hal saat ini. Kalau dia memutuskan yang dua itu tidak ada, sebetulnya kewenangan dia.
Setelah membaca berkas. Tetapi kontradiktif. Kenapa? Kemudian juga yang satu dinyatakan ada.
Nah, ini udah kontradiktif ya. Jadi pada aspek kewenangan dia boleh. Tetapi kemudian pada aspek logis, pada aspek yang namanya rasional, nggak nyambung.
Jadi terjadi dia, Pegi. Pegi ada. Tapi yang masyarakat teramai tuh.
Ini katanya orang-orang yang punya pengaruh kuat. Keluarga. Tapi saya nggak mau ngebahas itu, ya.
Jadi menurut saya tadi, seperti tadi, ya. Pegi ada. Pegi ada dan bias soal posisi status itu punya pengaruh.
Jadi saya melihat, ya. Orang-orang miskin. Orang-orang lemah. Orang-orang yang di golongan bawah. Itu selalu jadi korban.
Gitu loh ya. Orang-orang yang punya pengaruh kuat. Orang-orang yang punya uang besar. Punya kekuasaan. Selalu dapat privilege, ya. Pegi ini cuma bapaknya buruh bangunan.
Nah dia kuli juga. Jadi mungkin sih dia ada seleksi. Ini lemah nih kalau kita ini tidak. Eh dia nggak tau. Publik ternyata mengawal. Dia dibela oleh publik.
Jadi dianggap di antara ini yang paling lemah. Ya. Tadi publik membela habis-habisan. Karena memang publik itu masyarakat itu punya jiwa yang namanya keadilan. Rasa keadilan masyarakat. Berpihak pada yang lemah.
Itu kecenderungan kita ya. Nah ini secara psikologis ini harus diperhitungkan oleh polisi. Apalagi sudah viral. Jadi Pegi yang diambil. Eh salah prosedur lagi. Waktu putusan diuji kan diputusan.
Jadi pengadilan itu mencari celah. Karena sudah ramai saya melihat. Hakim ini cukup berani dan punya keberpihakan. Kalau tidak didukung publik habis-habisan begini. Belum teruji dia.
Ini belum teruji dia sebetulnya. Kalau teruji itu dalam kondisi senyap. Tidak ada dukungan publik.
Dia berpihak pada orang miskin. Tapi dia kita anggap berani dan punya inilah. Kenapa? Kalau dia memutus yang buruk. Ya, polisi kan tidak senang. Bisa saja kapan lu gue incer, Bisa saja.
Tapi dia memilihnya. Jadi menemukan lubang. Wah rupanya ada kesalahan prosedur.
Dua yang jadi pertimbangannya. Bahwa pegi sebelum ditangkap. Tidak diperiksa sebagai saksi. Bahkan delapan tahun sebelumnya juga tidak diperiksa. Wah ini. Namanya sudah disebut. Jadi tidak diperiksa sebagai saksi. Yang kedua penetapan DPO itu. Harus sudah ada panggilan minimal dua kali secara sah. Dua kali dipanggil tidak hadir. Tanpa keterangan yang sah. Maka dia bisa ditetapkan DPO. Tidak diketahui keberadaannya.
Kalau diketahui keberadaannya. Namanya dibawa paksa. Kalau tidak diketahui masuk DPO. Tidak ada administrasinya. Ketemu oleh hakim. Jadi hakim memutus pada aspek formil namanya.
Materialnya hakim belum berani masuk. Walaupun disebutkan begini kan pertimbangannya. Walaupun ada dua alat bukti. Tetapi soal prosedur. Juga harus dipertimbangkan. Penetapan. Prosedur penetapan tersangka. Jadi dia main di prosedur. Tidak ada lubangnya.
Akhirnya di sana. Pertanyaannya selanjutnya. Kan masih ada bukti-buktinya polisi nih. Walaupun kuat atau tidak kita tidak tahu ya. Bagaimana Pegi? Apakah dia masih bisa disidik? Pendapat saya. Polisi tetap menaruh dalam daftar suspek Prioritas. Karena dia cuma punya alat bukti. Itu terhadap Peggy yang ini.
Kalau dia mau mengulang dari nol. Wis mabur, alat bukti semua itu sudah menguap. Alat bukti menguap mas dengan lewatnya waktu. Seperti air. Yang pada satu. Mengendap di satu tempat. Kena panas matahari dia menguap. Menjadi butiran-butiran. Dan kemudian melakukan sublimasi lagi. Dari uap air menjadi air. Kemudian diwujudkan lagi. Wah itu luar biasa.
Luar biasa membutuhkan keahlian. Nah, di sini gak bisa melawan alam. (tribun network/yuda)
Baca juga: Pegi Setiawan Bisa Ditangkap Kembali? Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso
Baca juga: Susno Duadji Sesalkan Kecerobohan di Kasus Afif Maulana, Seri II
Saksi Kata, Anggota HMI Dikeroyok di UIN STS Jambi hingga Kepala Bocor |
![]() |
---|
Saksi Kata: Sesepuh Kenali Asam Atas Kota Jambi Siap Mati, Heran Zona Merah Pertamina |
![]() |
---|
SAKSI KATA Pasien Somasi RSUD Kota Jambi, Pengacara: Anak 4 Tahun Meninggal |
![]() |
---|
Juliana Wanita SAD Jambi Pertama yang Kuliah, Menyalakan Harapan dari Dalam Rimba |
![]() |
---|
SAKSI KATA: Pengakuan Rosdewi Ojol Jambi yang Akunnya Di-suspend karena Ribut vs Pelanggan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.