Sopir Truk Batubara Demo

Mantan Direktur Walhi Jambi Ini Minta Pengusaha Batubara Bertanggung Jawab Buat Jalan Khusus

Menurut Feri Irawan, hal ini menyangkut kebijakan Pemerintah Provinsi Jambi zaman Gubernur Hasan Basri Agus (HBA)

|
Penulis: A Musawira | Editor: Rahimin
istimewa
Feri Irawan mantan Direktur Walhi Jambi yang kini menjadi Direktur Perkumpulan Hijau. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Feri Irawan mantan Direktur Walhi Jambi yang terkenal sangat vokal dengan isu lingkungan, ikut bersuara soal polemik penghentian aktivitas angkutan batubara di Jambi

Menurut Feri Irawan, hal ini menyangkut kebijakan Pemerintah Provinsi Jambi zaman Gubernur Hasan Basri Agus (HBA). 

Sebab, gagasan jalan khusus batubara muncul zaman Gubernur Jambi masih dijabat Hasan Basri Agus

Saat itu, Hasan Basri Agus yang saat ini menjadi anggota DPR RI menargetkan pembangunan jalan batubara rampung dan mulai digunakan pada 2014. 

Namun, rencana itu tidak juga terwujud meski sudah 3 kali ganti gubernur. “Kalau mau dievaluasi harus dari hulu ke hilir," katanya.

Dikatakan Ketua Perkumpulan Hijau ini, keputusan Gubernur Jambi menghentikan aktivitas angkutan batubara lewat jalur darat, sebagai upaya untuk menekan perusahaan agar segera mempercepat pembangunan jalan khusus, yang sebelumnya ditargetkan rampung akhir 2023. 

Tetapi penghentian hauling batubara ditentang para sopir angkutan batubara, tapi di satu sisi banyak masyarakat yang mendukung. 

Feri Irawan bilang, selama ini yang luput dari perhatian adalah banyaknya jumlah korban jiwa akibat kecelakaan yang melibatkan angkutan batubara

Dalam catatan Perkumpulan Hijau, selama hampir 9 tahun terakhir setidaknya lebih dari 120 orang meninggal. Angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar.  

“Itu belum yang luka, atau cacat,” katanya.

Feri meminta sopir harus mengerti situasi saat ini. Karena banyak masyarakat yang mendukung penghentian aktivitas angkutan batubara lewat jalur darat.

“Kita harus berpikir, bagaimana keluarga korban itu sekarang,” ujarnya.

Kendati demikian pemerintah juga harus memiliki solusi untuk para sopir angkutan batubara yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas transportasi batubara

Dalam catatan Pemprov Jambi, setidaknya ada 11 ribu lebih orang yang bekerja sebagai sopir tambang batubara. Dan pada 2022 tidak kurang dari 56 ribu orang di Jambi bekerja di sektor pertambangan.

Menurut Feri, jalur sungai yang saat ini digunakan untuk angkutan batubara adalah solusi sementara. 

Feri khawatir aktivitas angkutan batubara melalui jalur sungai berkepanjangan akan berdampak buruk terhadap ekosistem sungai. 

“Belum lagi masyarakat kita masih banyak yang memanfaatkan sungai. Kalau sampai terjadi pencemaran dari angkutan batubara itu tidak hanya ekosistem sungai yang rusak, warga sepanjang aliran sungai juga terdampak,” ujarnya.

Pemerintah, kata Feri, harus melakukan pengawasan total terhadap aktivitas angkutan batubara di sungai.

“Jangan sampai ada batubara yang tumpah atau kejadian kemarin tongkang nabrak jembatan. Jadi ini harus diawasi. Kalau tidak ini hanya akan mengalihkan masalah dari darat ke sungai,” katanya.

Ia menuntut pihak pengusaha tambang batubara dan pemegang IUP bertanggungjawab. 

Sebab, tuntutan para sopir disebabkan ketidakmampuan para pengusaha tambang batubara membuat jalur khusus. 

"Bukan hanya pemerintah yang tanggung jawab, perusahaan tambang juga harus ikut tanggung jawab. Kalau dia sudah membuka tambang, berarti sudah siap dengan risiko yang harus dihadapi,” jelasnya.

Dari catatan Perkumpulan Hijau, ada 67 perusahaan tambang yang kini beroperasi produksi di Jambi.

18 berada di Kabupaten Sarolangun, 16 di Tebo, 13 di Batanghari, 12 di Bungo, 5 di Muaro Jambi dan 3 di wilayah Tanjung Jabung Barat.

Dukung Langkah Al Haris
 
Feri Irawan juga mendukung penuh Gubernur Jambi Al Haris untuk menyelesaikan persoalan tambang batubara dari hulu sampai hilir. Termasuk kerusakan lingkungan akibat tanbang batubara

Menurutnya, banyak lubang tambang yang ditinggal begitu saja tanpa direklamasi. Bahkan lubang bekas tambang batubara di Tebo telah menelan korban. 

“Rakyat Jambi sekarang dikorbankan, sopir truk batubara, pengguna jalan, dan masyarakat yang rumahnya di pinggiran jalan yang menjadi jalur angkutan batubara, semua jadi korban,” sebutnya.

Pemerintah harus mengevaluasi semua izin tambang di Jambi, yang terbukti lalai harus dicabut.

“Semua ini karena pengusaha tambang mengelola tambang dengan cara barbar. Jangan Cuma ngeruk hasilnya saja, tapi dampak dan risikonya masyarakat yang disuruh nanggung."

“Gubernur harus tegas,  masyarakat Jambi harus jadi prioritas,” katanya.

Sebelumnya aksi demontrasi yang dilakukan ratusan sopir batubara di Kantor Gubernur Jambi, Senin (22/1/2024) kemarin berujung ricuh. 

Orang-orang melempari Kantor Gubernur Jambi dengan batu. Kaca-kaca jendela pecah, lampu-lampu di taman rusak. Dua mobil kendaraan dinas ikut jadi sasaran pendemo.

Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Pengamat Sebut Pengusaha Batubara Jambi Jangan Pelit Duit untuk Jalur Khusus

Baca juga: Efek Positif dan Negatif Penutupan Angkutan Batubara Bagi Ekonomi Jambi

Baca juga: Menyatakan Bubarkan Diri, Sopir Truk Batubara Minta Jangan Ada Proses Hukum Usai Maaf-maafan

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved