Jambi dan Palembang Dilanda Kabut Asap, Warga Keluhkan Tenggorokan Kering Hingga Mata Perih

Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah) dirasakan masyarakat di Palembang Sumatera Selatan dan Jambi.

Editor: Darwin Sijabat
Kompas.com
Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah) dirasakan masyarakat di Palembang Sumatera Selatan dan Jambi. 

TRIBUNJAMBI.COM - Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah) dirasakan masyarakat di Palembang Sumatera Selatan dan Jambi.

Efek yang dirasakan masyarakat yakni mulai dari keringnya tenggorokan hingga mata perih.

Tidak hanya terjadi di dua daerah itu saha, sejumlah kota di Indonesia diselimuti kabut asap imbas Karhutla.

Seperti diketahui bahwa Karhutlah meningkat signifikan dibandingkan tahun lalu.

Akibatnya menyebabkan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) meningkat. 

Pegiat lingkungan khawatir situasinya “dapat memburuk” mengingat musim kemarau yang kering –akibat fenomena El Nino—masih akan berlangsung hingga Oktober. 

Pemerintah diminta menindak tegas korporasi yang menyebabkan karhutla. 

Baca juga: Tanggulangi Karhutla di Jambi, 500 Titik Sumur Bor Tersebar di Tiga Kabupaten

Baca juga: BAMAG LKK Indonesia Provinsi Jambi Bakti Sosial di Lokasi Kebakaran Kampung Legok

Baca juga: Berita KKB Papua Hari Ini, Petugas Lumpuhkan 4 Anggota KKB di Fakfak: Serang Brimob

Lalu seberapa buruk situasinya saat ini? 

Kualitas udara di Kota Palembang dan Jambi memburuk mencapai level “tidak sehat” setelah berhari-hari diselimuti kabut asap hingga Kamis (7/9). 

“Saya dan keluarga setiap paginya merasa tidak segar bernapas, kami juga merasa tidak nyaman, ada aroma asap,” keluh seorang warga Palembang, Adi Surya Dirgantara, dikutip Kompas.com dari BBC News Indonesia. 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan jumlah titik api hingga Selasa (5/9) sudah "naik tinggi" menjadi 3.788 atau hampir empat kali lipat apabila dibandingkan dengan data tahun lalu sebanyak 979 titik. 

Kondisi ini telah diperingatkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bahwa El Nino dapat meningkatkan potensi terjadinya karhutla menjadi lebih buruk dibanding tiga tahun terakhir. 

Namun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai El Nino “hanya pemantik” kebakaran.

Sedangkan memburuknya kebakaran hutan tahun ini “disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan penindakan pemerintah terhadap korporasi penyebab karhutla”. 

Bagaima dampak karhutla sejauh ini? 

Kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan sejumlah wilayah di Indonesia dilanda kabut asap, sehingga kualitas udara memburuk. 

Di Palembang, Adi Surya Dirgantara mengaku bahwa dia dan tiga anaknya sampai sakit akibat kabut asap yang menyelimuti kawasan tempat tinggal mereka. 

“Tenggorokan terasa kering, mata agak pedih, hidung kami tersumbat. Sudah satu minggu ini mengalami demam,” kata Adi, sambil menambahkan bahwa beberapa karyawan di warung mie miliknya juga mengalami batuk. 

Baca juga: Tingkat Kemudahan Lahan Terbakar Tinggi, BMKG Jambi Imbau Waspada Karhutla Hingga Dampak Asap

BMKG mengatakan bahwa karhutla menjadi salah satu penyebab memburuknya kualitas udara di Palembang belakangan ini. 

Pada Kamis (7/9), indeks standar pencemaran udara untuk PM2,5 menunjukkan bahwa kualitas udara di kota ini “tidak sehat”. 

Adi mengaku was-was dengan kondisi itu, dan terpaksa membatasi aktivitas anaknya di luar ruangan. 

“Anak saya yang pertama begitu pulang sekolah tidak saya izinkan lagi untuk main di luar. Kalau ke sekolah juga wajib pakai masker,” tuturnya. 

Penurunan kualitas udara turut terjadi di Kota Jambi, yang terdampak oleh kabut asap kiriman dari kebakaran di wilayah Sumatra Selatan. 

Sekolah-sekolah mulai mewajibkan para siswanya untuk mengenakan masker. 

Jupri Yanto, salah satu guru di SDN 66 Jambi mengatakan mereka harus mengurangi aktivitas belajar di luar ruangan. 

“Sejak beberapa hari terakhir kami tidak lagi mengadakan kegiatan seperti senam, mengingat kondisi udara yang masuk kategori tidak sehat,” kata Jupri. 

Sejauh ini, pemerintah di kedua kota tersebut belum menetapkan status siaga darurat bencana asap. 

Padahal jumlah kasus ISPA dilaporkan telah meningkat. 

Kepala Dinas Kesehatan Sumatra Selatan Trisnawarman mengatakan terjadi peningkatan 4.000 kasus ISPA dalam sebulan sejak Juli hingga Agustus 2023.

“Biasanya kalau faktor kemarau ISPA keluar, ditambah lagi faktor asap, kan pagi bau asap kan, apalagi malam,” kata Trisnawarman. 

Sementara ini, Dinas Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran agar masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah atau mengenakan masker saat bepergian.

“Kalau [kualitas udara] sudah di atas ambang batas, kami akan mohon kebijakan kepala daerah untuk meliburkan beberapa hari,” kata Trisnawarman. 

Sedangkan di Jambi, dalam lima hari pertama September telah terdeteksi sebanyak 1.097 kasus ISPA. Padahal pada Juli lalu, tercatat sebanyak 6.709 kasus ISPA dalam sebulan. 

Serupa dengan Pemprov Sumatra Selatan, Pemkot Jambi mengaku masih terus memantau perkembangan situasi terkait kabut asap

“Kalau sudah buruk sekali dan partikel abu sudah kelihatan jelas dan menyerang anak kita, maka akan kita liburkan anak sekolah kita,” kata Wali Kota Jambi Syarif Fasha. 

Baru Kalimantan Barat yang telah menetapkan status tanggap darurat bencana asap akibat karhutla dan berlaku pada 1-30 September 2023. 

Lebih dari 100 warga di Kabupaten Ketapang harus mengungsi akibatnya.  

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Sejumlah Komoditas Pangan Naik Signifikan, BPS Catat Lonjakan Harga Terjadi di Bungo dan Kota Jambi

Baca juga: Viral Oknum Mengaku Anggota LSM Buat Onar di Bandara Sultan Thaha Jambi

Baca juga: Cara Pasang Iklan di TribunJualBeli, Mudah dan Gratis!

Baca juga: Sebelum Dipecat Pegawai Rutan KPK yang Lecehkan Istri Tahanan Hanya Dipotong Gaji

Artikel ini diolah dari Kompas.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved