Sidang Ferdy Sambo

Respon Kejagung Soal Pidana Mati Mantan Kadiv Propam : KUHP Baru Tak kan Berlaku Bagi Ferdy Sambo

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menanggapi pidana mati Ferdy Sambo yang dikaitkan dengan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KHUP) pasal 100.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Capture Kompas TV
Fadil Zumhana, Jampidum beri keterangan dalam konferensi pers di Kejagung RI pasca vonis Ferdy Sambo Cs, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Kamis (16/2/2023). 

TRIBUNJAMBI.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menanggapi pidana mati Ferdy Sambo yang dikaitkan dengan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KHUP) pasal 100.

Mantan Kadiv Propam itu merupakan terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.

Dia divonis dengan pidana mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023) lalu.

Terkait pidana tersebut, Kejagung memberikan penjelasan kaitannya masa percobaan 10 tahun bagi terpidana mati di dalam KUHP baru.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidum), Fadil Zumhana menyebutkan bahwa KUHP tersebut tidak akan berlaku bagi Ferdy Sambo

Dia juga mengatakan bahwa penegak hukum terikat terhadap hukum yang masih berlaku saat ini.

"Kita ini penegak hukum itu terikat pada hukum positif yang berlaku saat ini," ujar Fadil dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (16/2/2023).

Baca juga: Jaksa Tak Ajukan Banding Vonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara Bharada E: Berperan Bongkar Kasus Ferdy Sambo

Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 100 KUHP baru dijelaskan, hakim bisa menjatuhkan vonis mati dengan masa percobaan 10 tahun.

Jika dalam 10 tahun terpidana berkelakuan baik dan menyesali perbuatannya, maka vonis mati diganti dengan penjara seumur hidup.

Adapun aturan ini baru bakal berlaku pada 2026 mendatang.

Namun begitu, Fadil menyatakan bahwa Ferdy Sambo memiliki kesempatan untik banding hingga grasi untuk memprotes hukuman mati yang diketok oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.

"Majelis hakim telah memutuskan Ferdy Sambo hukum mati, terdakwa mempunyai hak untuk melakukan banding, kasasi, bahkan sampai PK dan grasi. Ini suatu upaya hukum yang disediakan oleh UU, itu terdakwa boleh menggunakan," ungkap dia.

Lebih lanjut, Fadil menambahkan bahwa upaya hukum banding itu bisa diajukan paling lambat 7 hari seusai putusan diketok oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.

"Dan di KUHP itu diatur tadi banding dalam 7 hari, lalu nanti gak puas juga ada kasasi, gak puas juga ada PK, gak puas juga bisa lakukan grasi," tukas Fadil dikutip dari tayangan Kompas TV.

Jaksa Tak Ajukan Banding Vonis Bharada E

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved