Sidang Ferdy Sambo

Sidang Obtruction of Justice, Arif Rahman Ngaku Tak Sanggup Tolak Perintah Ferdy Sambo Karena Ini

Arif Rahman Arifin sampaikan Nota Pembelaan atau pledoi atas tuntutan pidana penjara satu tahun dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus Sambo

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Kompas TV
Eks Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rahman Arifin saat menjadi saksi kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Senin (28/11/2022). 

TRIBUNJAMBI.COM - Arif Rahman Arifin sampaikan Nota Pembelaan atau pledoi atas tuntutan pidana penjara satu tahun dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus Sambo.

Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.

Dalam sidang pembelaan itu, terdakwa Arif membuat pengakuat terkait kepatuhannya terhadap mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo.

Arif Rahman mengaku tak sanggup menolak Ferdy Sambo yang merupakan atasannya di kepolisian.

Perintah Ferdy Sambo saat itu untuk menghapus file rekaman CCTV terkait penembakan Brigadir Yosua di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.

Awalnya, Arif menjelaskan bahwa penyalahgunaan kekuasaan oleh Ferdy Sambo membuatnya sempat dilema moral.

Apalagi, saat itu dirinya juga sempat percaya tangisan Sambo dan Putri Candrawati soal skenario baku tembak Brigadir Yosua dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E di Duren Tiga.

"Cerita yang disampaikan oleh pimpinan saya saat itu ditambah dengan apa yang saya liat dari bapak FS dan ibu PC menangis sedih, jujur membuat perasaan saya yang timbul adalah rasa empati yang besar dari dalam diri saya kepada beliau," ujar Arif.

Baca juga: Ternyata Alasan Baiquni Wibowo Salin Rekaman CCTV Karena Tak Tega Lihat Chuck Putranto Panik, Bukan

Karena itu, kata Arif, dirinya sempat merasa empati dengan pelecehan seksual yang dialami Putri.

Apalagi, Ferdy Sambo juga terlihat terpukul seusai kejadian tersebut.

"Saya seperti terkondisikan oleh rasa empati sehingga tidak ada pemikiran janggal saat itu. Terlebih dari tampilan raut muka bapak FS dan ibu PC sangat sedih dan terpukul oleh kejadian yang menimpa ibu," jelasnya.

Lebih lanjut, Arif juga sempat bingung dan tegang karena Ferdy Sambo kerap emosional seusai kejadian tersebut. Hal itulah yang membuat perasaannya campur aduk dan tak bisa menolak perintah atasan.

"Emosi yang ditampilkan oleh bapak FS yang tidak stabil dan rentan perubahan kepribadian serta kadang bersikap kasar dan ancaman yang terlontar menciptakan keadaan yang membuat saya tegang. Keadaan demikian yang muncul dalam setiap kontemplasi saya antara logika, nurani dan takut bercampur. Sungguh tidak semudah membaca kalimat dalam peraturan tentang menolak perintah atasan," ungkapnya.

Karena itu, Arif pun mengungkapnya dirinya tidak mudah melontarkan pendapatnya kepada Ferdy Sambo. Apalagi, kata dia, sudah menjadi budaya Polri untuk mengikuti rantai komando atasan.

Halaman
1234
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved