Sidang Ferdy Sambo
Baiquni Wibowo Minta Istri Bohong Karena Tak Ingin Anak Tahu Dia Ditahan Karena Kasus Sambo
Baiquni Wibowo tak ingin anaknya tahu dia ditahan karena Kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Terdakwa perintangan penyidikan atau obstuction of justice kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Baiquni Wibowo tak ingin anaknya tahu dia ditahan akibat kasus Sambo.
Pengakuan itu disampaikan saat pembacaan Nota Pembelaan atau pledoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang tersebut Baiquni membuat pembelaan soal penyalinan rekaman CCTV di dinas Ferdy Sambo saat menjabat Kadiv Propam.
Baiquni mengaku terpaksa meminta istrinya berbohong kepada anaknya agar tak tahu bahwa dirinya saat ini sedang menjalani penempatan khusus (patsus) akibat kasus yang membelitnya.
Adapun alasan itu diungkapkan Baiquni lantaran sang anak yang masih kecil kerap menanyakan keberadaan dirinya karena tak pernah pulang ke rumah.
"Selama satu bulan di Patsus istri saya harus berbohong kepada anak saya yang berusia 7 tahun dan 3 tahun bahwa saya tidak bisa pulang dan tidak bisa dihubungi karena pergi ke luar negeri," ucap Baiquni dalam sidang pembelaannya.
Ia pun mengaku sedih membayangkan perasaan sang istri yang harus menghadapi kenyataan pahit itu karena harus menanggungnya seorang diri.
Baca juga: Sidang Obtruction of Justice, Arif Rahman Ngaku Tak Sanggup Tolak Perintah Ferdy Sambo Karena Ini
"Tidak dapat saya bayangkan bagaimana perasaan istri saya pada saat itu bingung, takut menghadapinya sendirian," tutur Baiquni.
Kendati demikian Baiquni mengaku masih bersyukur bahwa anak dan istrinya itu masih ikhlas dan kuat menjalani beban akibat perbuatannya tersebut.
Walaupun dikatakannya, hal itu bukan suatu yang mudah untuk bisa dilalui mengingat istrinya harus berjuang sendirian bersama kedua anaknya.
"Bagaimanapun juga istri dan anak saya adalah pihak yang paling terdampak dengan adanya saya disini dan dengan adanya pemberitaan di media," ujarnya.
Usai menjalani rangkaian proses hukum yang ia jalani saat ini, Baiquni mengaku kerap bertanya kepada diri sendiri apakah hal ini memang adil bagi dirinya.
Tak hanya itu ia pun disebut sering berfikir mengenai bagaimana masa depan istri dan anaknya pasca kasus yang membelitnya saat ini.
"Saya yakin apapun keputusan di pengadilan ini adalah yang terbaik untuk saya dan keluarga, karena saya yakin kita semua akan berada di Pengadilan Allah pada akhirnya," pungkasnya.
Pleidoi yang dibacakan ini merupakan upaya Baiquni membela diri dari tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam perkara ini, Baiquni Wibowo telah dituntut dua tahun penjara.
Tuntutan itu dilayangkan tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (27/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.
Tak hanya itu, Baiquni Wibowo juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.
Baca juga: Ternyata Alasan Baiquni Wibowo Salin Rekaman CCTV Karena Tak Tega Lihat Chuck Putranto Panik, Bukan
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Baiquni Wibowo bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
JPU pun menyimpulkan bahwa Baiquni Wibowo terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Alasan Arif Rahman Tak Berani Tolak Perintah Ferdy Sambo
Arif Rahman Arifin sampaikan Nota Pembelaan atau pledoi atas tuntutan pidana penjara satu tahun dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus Sambo.
Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.
Dalam sidang pembelaan itu, terdakwa Arif membuat pengakuat terkait kepatuhannya terhadap mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo.
Arif Rahman mengaku tak sanggup menolak Ferdy Sambo yang merupakan atasannya di kepolisian.
Perintah Ferdy Sambo saat itu untuk menghapus file rekaman CCTV terkait penembakan Brigadir Yosua di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.
Awalnya, Arif menjelaskan bahwa penyalahgunaan kekuasaan oleh Ferdy Sambo membuatnya sempat dilema moral.
Apalagi, saat itu dirinya juga sempat percaya tangisan Sambo dan Putri Candrawati soal skenario baku tembak Brigadir Yosua dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E di Duren Tiga.
"Cerita yang disampaikan oleh pimpinan saya saat itu ditambah dengan apa yang saya liat dari bapak FS dan ibu PC menangis sedih, jujur membuat perasaan saya yang timbul adalah rasa empati yang besar dari dalam diri saya kepada beliau," ujar Arif.
Karena itu, kata Arif, dirinya sempat merasa empati dengan pelecehan seksual yang dialami Putri.
Apalagi, Ferdy Sambo juga terlihat terpukul seusai kejadian tersebut.
"Saya seperti terkondisikan oleh rasa empati sehingga tidak ada pemikiran janggal saat itu. Terlebih dari tampilan raut muka bapak FS dan ibu PC sangat sedih dan terpukul oleh kejadian yang menimpa ibu," jelasnya.
Baca juga: Posisi Bharada E di Kasus Sambo Ditegaskan Ronny Talapessy: Dia Hanya Diajarkan Patuh, Bukan Analisa
Lebih lanjut, Arif juga sempat bingung dan tegang karena Ferdy Sambo kerap emosional seusai kejadian tersebut. Hal itulah yang membuat perasaannya campur aduk dan tak bisa menolak perintah atasan.
"Emosi yang ditampilkan oleh bapak FS yang tidak stabil dan rentan perubahan kepribadian serta kadang bersikap kasar dan ancaman yang terlontar menciptakan keadaan yang membuat saya tegang. Keadaan demikian yang muncul dalam setiap kontemplasi saya antara logika, nurani dan takut bercampur. Sungguh tidak semudah membaca kalimat dalam peraturan tentang menolak perintah atasan," ungkapnya.
Karena itu, Arif pun mengungkapnya dirinya tidak mudah melontarkan pendapatnya kepada Ferdy Sambo. Apalagi, kata dia, sudah menjadi budaya Polri untuk mengikuti rantai komando atasan.
"Tidak semudah melontarkan pendapat. Kalau saja begini, jika saja begitu, mengapa tidak melakukan ini, mengapa tidak bersikap begitu. Budaya organisasi Polri yang mengakar pada rantai komando. Hubungan berjenjang yang disebut relasi kuasa, bukan sekadar ungkapan, melainkan suatu pola hubungan yg begitu nyata memberikan batasan tegas antara atasan dan bawahan," tukasnya.
Sekadar informasi dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua, Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup.
Kemudian Richard Eliezer alias Bharada E dituntut pidana penjara 12 tahun.
Sementara untuk Putri Candrawati, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf, jaksa menuntut ketiganya dengan pidana penjara 8 tahun.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada dituntut melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Kemudian dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir Yosua, enam eks anak buah Ferdy Sambo dituntut 1 hingga tiga tahun.
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria dituntut pidana penjara 3 tahun.
Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut pidana penjara dua tahun.
Kemudian Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto dituntut pidana penjara satu tahun.
Mereka dijerat dengan pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua pada 8 Juli 2022 lalu, jaksa membagi tiga klaster terdakwa.
Klaster pertama adalah pleger (pelaku) yang terdiri dari intellectual dader (pelaku intelektual) dan dader (pelaku tindak pidana).
Dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua ini Ferdy Sambo bertindak sebagai intellectual dader dan Richard Eliezer alias Bharada E sebagai dader.
Klaster kedua merupakan medepleger, yaitu orang yang turut serta melakukan tindak pidana.
Terdakwa yang masuk dalam klaster kedua ini di antaranya Putri Candrawati, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Klaster ketiga, para terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Edi Purwanto Sebut Mobil Dinas yang Kecelakaan Dibawa Anak Kasubag di DPRD Jambi
Baca juga: Ini Dugaan Pelanggaran Administrasi Perekrutan PPS yang Dilakukan oleh KPU Sarolangun
Baca juga: Kota Jambi Berhasil Keluar dari 20 Besar Kota dengan Inflasi Tertinggi
Artikel ini diolah dari Tribunnews.com
Baiquni Wibowo
kasus Sambo
obstruction of justice
Arif Rahman
pembunuhan berencana
Brigadir Yosua
Ferdy Sambo
Duren Tiga
Tribunjambi.com
Sidang Obtruction of Justice, Arif Rahman Ngaku Tak Sanggup Tolak Perintah Ferdy Sambo Karena Ini |
![]() |
---|
Ternyata Alasan Baiquni Wibowo Salin Rekaman CCTV Karena Tak Tega Lihat Chuck Putranto Panik, Bukan |
![]() |
---|
Posisi Bharada E di Kasus Sambo Ditegaskan Ronny Talapessy: Dia Hanya Diajarkan Patuh, Bukan Analisa |
![]() |
---|
Richard Eliezer Masih Diposisikan Sebagai Pelaku Materil, LPSK Sebut Replik Jaksa Bernuansa Gamang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.