Sidang Ferdy Sambo
Arif Rahman Dituntut Paling Ringan Diantara Terdakwa Obstruction of Justice, 1 Tahun Pidana Penjara
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara perintangan penyidikan pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat menuntut Arif satu tahun penjara
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBIO.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat menuntut Arif Rahman Arifin dituntut satu tahun penjara.
Tuntutan satu tahun penjara itu dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda dalam perkara tersebut sebesar Rp 10 juta.
Jaksa menyebut Arif Rahman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.
Dia terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
"Menjatuhkan kepada Arif Rachman Arifin dengan pidana selama satu tahun penjara dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah terdakwa jalani," kata JPU di PN Jakarta Selatan, Jumat.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp10 juta subsider 3 bulan kurungan," imbuhnya dikutip dari Tribunnews.com.
Baca juga: Beda Setahun dengan Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria Dituntut Tiga Tahun Penjara
Lebih lanjut, jaksa menjelaskan, hal yang memberatkan hukuman terdakwa Arif Rachman dalam kasus perintangan penyidikan kasus Brigadir Yosua.
Menurut jaksa, dalam kasus Brigadir Yosua, Arif Rachman bertindak memerintahkan agar menghapus rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Termasuk, rekaman CCTV ketika Brigadir Yosua masih hidup.
"Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa yaitu meminta saksi Baiquni Wibowo agar file rekaman terkait Nofriansyah Hutabarat masih hidup dan sedang berjalan masuk ke rumah dinas Ferdy Sambo nomor 46 agar dihapus."
"Selanjutnya, dirusak atau dipatahkan laptop tersebut yang ada salinan rekaman kejadian tindak pidana sehingga tidak bisa bekerja atau berfungsi lagi," kata jaksa di persidangan.
Jaksa menambahkan, terdakwa mengetahui bukti sistem elektronik terkait terbunuhnya korban Yosua.
"Yang seharusnya terdakwa melakukan tindakan mengamankannya untuk diserahkan kepada yang mempunyai kewenangan yaitu penyidik," jelas JPU.
Jaksa pun menyebut, tindakan terdakwa melanggar prosedur pengamanan bukti sistem elektronik terkait tindak pidana di mana perbuatan tersebut, tidak didukung surat perintah yang sah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.