Sidang Ferdy Sambo

Kejagung Sebut Tak Ada Tekanan Pimpinan di Tuntutan Ferdy Sambo Cs: Murni dari Fakta Persidangan

Tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo Cs tidak dipengaruhi pimpinan, murni dari fakta persidangan

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNNEWS/KOLASE TRIBUNJAMBI
Terdakwa perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, kiri ke kanan: Richard Eliezer, Kuat Maruf, Putri Candrawati, Ferdy Sambo, Ricky Rizal 

TRIBUNJAMBI.COM - Tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo Cs tidak dipengaruhi pimpinan dan murni dari fakta persidangan.

Hal itu ditegaskan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menepis rumor atas tuntutan yang disampaikan kepada lima terdakwa dalam perkara tersebut.

Rumor yang berkembang ditengah masyarakat atas tuntutan tersebut dikabarkan mendapat tekana dari pimpinan.

Namun kabar tersebut dibantah dan mengatakan bahwa pembacaan tuntutan tersebut merupakan kewenangan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Di sini ada istilahnya tekanan dari pimpinan, tidak ada. Murni dari penuntut umum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya pada Minggu (22/1/2023).

Pihak Kejagung juga mengklaim bahwa tuntutan yang dilayangkan sudah sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang ada.

Fakta-fakta tersebut pun kemudian disampaikan kepada pimpinan untuk disetujui.

"(Fakta-fakta persidangan) dinilai oleh penuntut umum, kemudian penuntut umum menyampaikan kepada pimpinan, pimpinan tentunya menyetujui apa yang disampaikan," ujar Ketut.

Baca juga: Ronny Talapaessy Tak Ingin Bharada E Dua Kali Jadi Korban, Pekan Ini Sampaikan Nota Pembelaan

Berdasarkan fakta-fakta persidangan yang ada, Ketut menjelaskan adanya pembagian tiga klaster dalam kasus ini.

Klaster pertama adalah pleger (pelaku) yang terdiri dari intellectual dader (pelaku intelektual) dan dader (pelaku tindak pidana).

Dalam perkara ini, jaksa telah menilai Ferdy Sambo sebagai intellectual dader dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai dader.

Kemudian klaster kedua merupakan medepleger, yaitu orang yang turut serta melakukan tindak pidana.

Klaster kedua ini menurut Ketut, terdiri dari Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

"Mereka sebagai orang yang memang tahu adanya suatu tindak pidana pembunuhan berencana, tetapi tidak secara langsung menyebabkan kematian," ujarnya.

Adapun klaster ketiga terdiri dari para terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan dalam perkara ini.

Mereka ialah Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Irfan Widyanto, Chuck Putranto, dan Baiquni Wibowo.

Baca juga: Vonis Putri Candrawati Berapa Tahun? Besok Mulai Digelar Sidang Pledoi

Menurut Ketut, klaster ketiga ini telah melakukan tindak pidana di luar pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Tetapi pasal 55 ayat ke-1 (KUHP) yang kita dakwakan. Jadi masing-masing ini tidak bisa disamakan," katanya.

Sebagai informasi, dalam perkara ini tim JPU telah menuntut Ferdy Sambo hukuman penjara seumur hidup.

Kemudian Richard telah dituntut 12 tahun penjara oleh tim JPU.

Sementara tiga terdakwa lainnya, yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf telah dituntut delapan tahun penjara.

Ronny Talapessy Tak Ingin Bharada E 2 Kali Jadi Korban

Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E akan menyampaikan nota pembelaan atau pledoi terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)S.

Sidang para terdakwa tersebut digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pekan ini.

Dalam sidang pembelaan tersebut Eliezer akan menyampaikan harapannya kepada majelis hakim.

Harapan itu disampaikan Ronny Talapessy selaku tim Kuasa Hukum Richard Eliezer.

Ronny mengatakan bahwa harapannya sebagai kuasa hukum tidak ingin kliennya menjadi korban untuk kedua kalinya.

Sebab menurutnya dalam perkara tersebut bahwa Bharada E menjadi korban dalam peristiwa penembakan Brigadir Yosua.

Brigadir Yosua tewas di rumah mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.

Baca juga: Putri Candrawati, Ricky Rizal dan Kuat Maruf Hanya Dituntut 8 Tahun Penjara, Ini Alasan Kejagung

Bharada E disebut sebagai korban lantaran menjalankan perintah dari Ferdy Sambo yang saat itu masih menjadi anggota polisi aktif dan menjabat sebagai Kadiv Propam.

"Kami tidak mau Richard yang masih muda dan bahkan mau menjadi justice collaborator menjadi 'korban' dua kali lantara tuntutan yang tidak memberi rasa keadilan," kata Ronny, Sabtu (21/1/2023).

Ronny menambahkan, setidaknya ada tiga poin yang termuat dalam pledoi tersebut, di antaranya pandangan berbeda atas tuntutan jaksa yang dinilai tidak sesuai fakta persidangan.

Poin lain adalah pihaknya akan membahas mengenai penghapusan pidana yang sudah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

”Kami juga akan berbicara terkait keadilan untuk Richard, terutama karena statusnya sebagai justice collaborator (pelaku yang bekerja sama dengan penyidik untuk mengungkap perkara), dan rasa keadilan di masyarakarat.”

“Kami tahu, masyarakat sangat merindukan bertemunya keadilan hukum yang prosedural dengan keadilan subtantif yang ada di masyarakat,” ucap Ronny.

Dalam persidangan Rabu (18/1/2023) jaksa menuntut agar hakim menjatuhkan vonis terhadap Richard dengan hukuman 12 tahun penjara.

Jaksa menilai Richard terbukti turut bekerja sama menghilangkan nyawa Nofriansyah dengan berperan sebagai eksekutor.

Statusnya sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara dinilai jaksa menjadi hal yang meringankan.

Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.


Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Dua Skenario Rancangan Dapil untuk DPRD Provinsi Jambi, Ini Rinciannya

Baca juga: Diduga Coba Curi Kotak Amal Masjid, Pria di Kota Jambi Dihajar dan Diikat Warga di Tiang Listrik

Baca juga: Spesialis Pencurian HP Modus Isi Saldo Dana di Jambi Akhirnya Diringkus Polisi, Aksinya Terekam CCTV

Baca juga: Ronny Talapaessy Tak Ingin Bharada E Dua Kali Jadi Korban, Pekan Ini Sampaikan Nota Pembelaan

Artikel ini diolah dari Tribunnews.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved