Sidang Ferdy Sambo

Saksi Ferdy Sambo Alihkan Pembicaraan Saat Ditanyai JPU Soal Jeda Waktu Sebelum Penembakan Yosua

Saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum Ferdy Sambo enggan menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Capture Youtube Metrotvnews
Jaksa Penuntut Umum (JPU) cecar saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum Ferdy Sambo, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat 

TRIBUNJAMBI.COM - Kuasa Hukum Ferdy Sambo, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat hadirkan saksi meringankan yakni Ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin, Said Karim.

Dia dihadirkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan, Selasa (3/1/2023).

Namun saat ditanyai oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Karim enggan menjawab pertanyaan terkait perspektif kriminologi ada jeda waktu sebelum penembakan Yosua.

Awalannya dalam persidangan JPU bertanya kepada Said Karim bahwa dari tanggal 7 Juli malam dia (Ferdy Sambo) mendengar sesuatu yang mengguncang jiwanya.

Kemudian dia melaksanakan kehendaknya 8 Juli petang. Ada waktu jeda hampir 24 jam lebih.

"Menurut ahli dalam kacamata ahli kriminologi itu waktu yang memadai tidak saya tidak pertanyaan perspektif hukum tetapi kriminologi," tanya JPU di persidangan PN Jaksel, Selasa (3/1/2023).

Baca juga: TKP Penembakan Brigadir Yosua Didatangi Hakim PN Jakarta Selatan, Ada Kuasa Hukum Terdakwa dan JPU

"Saya jawab singkat bapak (JPU) jangan geser keterangan saya. Tadi saya sudah jelaskan dalam perspektif hukum itu sudah jelas semua juga tahu dengan membaca literatur hukum," jawab Said.

Said melanjutkan," Kalau bapak baca itu dan menanyakan dalam persepektif kriminologi. Bahwa kriminologi itu hanya sebagai ilmu pembantu dalam hukum pidana."

"Tetapi untuk pembuktian terjadi tindak pidana itu penerapan pasal-pasal kita tidak bisa menggunakan kriminologi. Yang kita gunakan hukum acara pidana bersesuain tidak terbukti tidak unsur-unsurnya," jelas Said.

Kemudian Said menegaskan jika JPU tetap ingin kekeh jawabannya dalam perspektif kriminologi. Said mengungkapkan enggan untuk menjawabnya.

Baca juga: Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yosua Ragukan Keahlian Saksi Ahli Meringankan Ferdy Sambo

"Jangan bawa hal itu (Kriminologi) jadi salah kamar nanti. Mohon maaf kalau bapak itu yang masih bapak pertanyaannya lebih lanjut dengan segala hormat saya tidak berkenan menjawabnya," tutupnya.

Sebelumnya dalam persidangan ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin, Said Karim mengungkapkan bahwa untuk menilai tenang pelaku pembunuh berencana membutuhkan keterangan dari ahli psikologi forensik.

"Sebenarnya kalau kita bicara dalam keadaan tenang secara umum kita dapat memahami kapan seseorang itu dalam keadaan tenang atau tidak," kata Said di persidangan.

Said melanjutkan tadi dirinya telah menggambarkan bahwa suadara Ferdy Sambo mendapatkan pemberitahuan bahwa istrinya diperkosa.

Dirinya yakin tidak ada ketenangan dalam diri terdakwa Ferdy Sambo.

Baca juga: Pria Diduga Hakim Wahyu Iman Santoso Viral TikTok, Curhat ke Wanita Soal Kasus Ferdy Sambo

"Tetapi kalau menjelaskan tenang atau tidaknya dalam konteks kejiwaan. Maka tadi sudah saya jelaskan itu akan diperkuat atau diyakinkan oleh ahli psikologi forensik," jelasnya.

Kemudian Said berbicara ketenangan ia mencontohkan mendengar anak sakit atau jatuh misalnya tertabrak di depan rumah bagaimana bisa tenang.

"Itu baru contoh apa lagi kalau mendengar yang diterima oleh saudara Ferdy Sambo," ungkapnya.

Dalam persidangan Said Karim juga menilai bahwa perlu adanya ketenangan dalam perkara pembunuhan berencana dari mulai niat hingga eksekusi.

"Tentu saja yang bapak penasihat hukum pertanyaankan ada dalam dakwaan tuduhan pembunuhan berencana. Jadi ketenangan itu harus mulai saat timbulnya niat melakuan pembunuhan dan pelaksanaan," kata Said di persidangan.

Said melanjutkan kemudian memikirkan bagaimana bentuk pembunuhan itu dilakukan dengan cara bagaimana, dimana akan dilakukan dan kapan waktunya.

"Tentu itu disyaratkan adanya ketenangan dalam hal ini juga aku dilakukan oleh pelaku. Jadi ketenangan itu mulai dari timbulnya niat sampai dengan pelaksanaan," tutupnya.

Seperti diketahui, meninggalnya Brigadir Yosua awalnya dikabarkan setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yosua dimakamkan di kampung halaman, yakni Sungai Bahar, Jambi pada 11 Juli 2022.

Belakangan terungkap bahwa Brigadir Yosua meninggal karena ditembak di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua menyeret Ferdy Sambo yang merukan eks Kadiv Propam dan istri, Putri Candrawati.

Kemudian Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada sebagai terdakwa.

Para terdakwa pembunuhan berencana itu didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Khusus untuk Ferdy Sambo turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Dalam kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

 

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Saksi Ferdy Sambo Sebut Sambo Tak Bisa Dimintai Pertanggungjawabannya, Ronny Balas Fakta Persidangan

Baca juga: Pekan Depan, Ferdy Sambo dan Putri Candrawati Diperiksa Sebagai Terdakwa Pembunuhan Berencana Yosua

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved