Kenapa Pria Memilih Selingkuh? Bisa Masalah Trauma, Kesempatan, Hingga Balas Dendam
Ada banyak orang berselingkuh meski sudah memiliki kehidupan rumah tangga. Begini alasan kenapa pria selingkuh dari sisi analisa psikologi.
TRIBUNJAMBI.COM - Fakta perselingkuhan selalu menghiasi pemberitaan media massa.
Kali terakhir, sempat viral tentang anggota DPRD Sulawesi Utara yang dilabrak oleh istrinya karena selingkuh.
Perselingkuhan tak hanya dilakukan oleh oknum politisi, tetapi juga ada pengusaha, birokrat, artis, bahkan kalangan masyarakat umum.
Kenapa sebenarnya pria itu melakukan perselingkuhan?
Begini alasan kenapa pria selingkuh menurut psikologi;
Ada banyak orang berselingkuh meski sudah memiliki kehidupan rumah tangga.
Bahkan, ada dari mereka terus membangun hubungan tak sehat itu setelah tertangkap tangan.
Meskipun dihadapan konsekuensi yang sangat tidak diinginkan semisal perceraian, kehilangan kontak orangtua, kehilangan kedudukan sosial.
Dalam sebuah laporan Psychology Today, relationship expert sekaligus terapis asal Amerika Serikat (AS), Robert Weiss Ph.D., MSW, secara khusus membahas soal hal-hal yang bisa membuat seorang pria berselingkuh.
Alasan pria berselingkuh Weiss menyatakan para pria sebenarnya bisa memilih untuk tidak berselingkuh.
Pasalnya, mereka masih memiliki pilihan untuk berupaya menyesaikan masalah dengan pasangan, termasuk melakukan terapi bersama ataupun berpisah apabila memang hubungannya sudah tidak bisa dipertahankan lagi.
Meski begitu, ada saja pria yang tetap berselingkuh dari pasangannya. Weiss mengutarakan, segala macam dinamika dapat berperan dalam keputusan pria untuk terlibat dalam perselingkuhan. Namun, pada umumnya, pilihannya untuk berselingkuh atau menipu pasangan didorong oleh satu atau lebih faktor berikut:
1. Pemahaman yang rendah soal komitmen
Tak cukup dewasa dan tidak memiliki pemahaman yang baik komitmen menjadi salah satu yang bisa membuat pria berselingkuh.
Hal itu bisa jadi dikarenakan pria itu tidak banyak memiliki hubungan yang mementingkan komitmen dalam hidup. Pria ini mungkin juga tidak benar-benar memahami bahwa tindakannya pasti akan memiliki konsekuensi, seperti menyakiti pasangan. Sang pria masih berpikir komitmennya terhadap monogami sebagai jaket yang bisa dipakai atau dilepas semaunya, tergantung pada kondisi.