Aktivis KAMI Dipertontonkan dan Diborgol Saat Jumpa Pers, Politisi PAN: Memperburuk Citra Polisi
Perlakukan polisi pada aktivis KAMI hingga harus dipertontonkan dan diborgol dianggap keterlaluan seperti menghadapi koruptor atau teroris.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA -- Perlakukan polisi pada aktivis KAMI hingga harus dipertontonkan dan diborgol dianggap keterlaluan seperti menghadapi koruptor atau teroris.
Hal itu diungkapkan legislator PAN Guspardi Gaus menyoroti soal penangkapan sejumlah aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) oleh kepolisian terkait rangkaian aksi unjuk rasa Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Aktivis KAMI yang dimaksud yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, dan lain-lainnya.
Baca juga: Detik-detik Pernikahan Taqy Malik-Sherel Thalib Sore Ini, Salmafina Sunan Posting Ayat di Alkitab
Baca juga: 3 Artis Tertangkap, Reza Alatas, Tio Pakusadewodan, NS Diduga Terjerat Narkoba, Ini Kronologinya
Baca juga: Nia Ramadhani Blak-blakan ke Mikhayla soal Ciuman Sama Pria Lain, Buat Sang Anak Sulung Jadi Heboh
"Perlakuan Mabes Polri terhadap mereka dalam kasus ini sangat tidak tepat dan "offside". Mereka itu bukan penjahat, bukan koruptor, bukan juga tahanan politik, apalagi teroris," kata Gaus dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Minggu (18/10/2020).
Polisi sebagai pengayom masyarakat, dikatakan Gaus, seharusnya lebih bijaksana dalam mengambil tindakan dan menegakkan keadilan
"Kalau cara seperti ini memperlakukan para aktivis atau "mereka yang berbeda pendapat" seolah-olah penjahat dan dipertontonkan dimuka umum, tindakan itu di luar batas kepatutan, di mana acara konferensi pers tersebut diliput dan disiarkan oleh berbagai media dan ditonton oleh masyarakat luas," lanjutnya.
Pasalnya, Gaus mengatakan tindakan mempertontonkan para tersangka berbaju tahanan dan tangan yang terikat atau diborgol justru akan memperburuk citra korps kepolisian di mata publik, juga akan menimbulkan image hanya jadi alat kekuasaan.
"Meskipun para anggota KAMI tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebaiknya mereka diperlakukan jangan seperti penjahat kriminal kelas berat," katanya.

Baca juga: Katalog Promo Hypermart Periode 16-19 Oktober 2020 Tawarkan Produk Elektronik Harga Hemat
Dia berharap kepolisian bisa menjadikan ini sebagai autokritik terhadap korp kepolisian agar bertindak lebih humanis.
"Jangan membuat citra Polri yang dicintai sebagai pengayom dan pelindung masyarakat jadi makin turun di mata masyarakat," kata anggota Komisi II DPR RI tersebut.
Seperti diketahui, ketiga aktivis diduga melanggar pasal tentang ujaran kebencian hingga hoaks di sosial media.
Dalam rilis yang diungkap Bareskrim Polri, Jumhur dipersoalkan karena menyebarkan ujaran kebencian terkait dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Salah satu cuitan yang dipersoalkan adalah tudingan regulasi itu titipan Tiongkok.
Sementara itu, Anton Permana diketahui menggunggah status yang menyebut NKRI sebagai Negara Kepolisian Republik Indonesia di akun sosial media Facebook dan YouTube pribadinya.
Baca juga: Penertiban Jam Malam di Bungo, Tempat Hiburan Langgar Aturan Langsung Disuruh Tutup
Selain itu, Anton juga menyebutkan omnibus law sebagai bukti negara telah dijajah. Dan juga regulasi itu menjadi bukti negara telah dikuasai oleh cukong.