Berita Internasional
Imbas China yang Suka Klaim Sana-sini, Perairan Natuna Jadi Garis Terdepan Wilayah Indonesia di LCS
Imbas China yang Suka Klaim Sana-sini, Perairan Natuna Jadi Garis Terdepan Wilayah Indonesia di LCS
TRIBUNJAMBI.COM - China pernah jadi sorotan di Indonesia karena kapal Coast Guard Tiongkok memasuki perairan NKRI.
Hal itu jadi masalah, sehingga pihak TNI AL menempatkan beberapa KRI-nya di perairan Natuna.
• Secret Number Mendapatkan Dukungan dari Produser YG Entertainment, Jinny Park Ungkap Rasa Bahagia
• Pemerintah Cairkan Dana Rp 941 Miliar Untuk KPU Tiap Daerah Penyelenggara Pilkada Serentak
• Hadapi Ancaman Karhutla, Covid-19 hingga Pilkada Serentak, Kapolda Minta Dukungan Warga Jambi
• Siswi SMP di Sarolangun Ini Dibunuh Gara-gara Hutang Ayahnya, Pelaku Ternyata Pengedar Sabu

Sejak 2016 hingga saat ini, persoalan tersebut muncul dan tenggelam silih berganti.
Melansir The Sydney Morning Herald, Pulau Natuna menjadi garis depan dalam kontes untuk pengaruh dan kontrol jalur air strategis yang vital di Laut China Selatan.
• Siswi SMP di Sarolangun Ini Dibunuh Gara-gara Hutang Ayahnya, Pelaku Ternyata Pengedar Sabu
• Sinopsis Drama Korea Innocent Defendant Episode 15 Tayang di RTV, Sung Kyu yang Dibunuh Min Ho
• Sifat Buruk Engku Emran Ini Sempat Dikeluhkan Laudya Cynthia Bella, Kini Ngotot Bercerai: Parah Sih!
Indonesia, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Filipina semuanya memiliki hak atas laut ini di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Taiwan juga mengklaim wilayah ini.
Sementara China, berpegang di bawah kebijakan "sembilan garis putus-putus" (nine dash line), menganggap lebih dari 80% perairan ini adalah milik mereka.
Menurut prediksi yang dirilis 2015 lalu, wilayah ini menyumbang 12% dari tangkapan ikan global.
Akan tetapi, masalahnya bukan hanya ikan saja.
Ini juga menyangkut soal tentang pulau-pulau kecil yang termiliterisasi dan kebebasan navigasi di perairan yang dilalui sepertiga pengiriman global setiap tahun.
Data yang dihimpun The Sydney Morning Herald menunjukkan, Departemen Luar Negeri AS memperkirakan pada 2019 terdapat cadangan minyak dan gas yang belum dimanfaatkan di Laut China Selatan senilai US$ 2,5 triliun.
Perkiraan lain dari Badan Informasi Energi AS, ada kemungkinan 11 miliar barel cadangan minyak dan 190 triliun kaki kubik gas alam.
• Pemkab Sarolangun Gratiskan Biaya Rapid Test, Cukup Tunjukkan Syarat Ini
• Katalog Promo Indomaret Terbaru Mingguan 1-7 Juli 2020, Ada Diskon untuk Susu dan Produk Kecantikan
• Hari Pertama PPDB di Tanjabtim, Ini Syarat Utama yang Menentukan Siswa Diterima Sekolah
Klaim Tiongkok atas laut dan programnya membangun terumbu karang menjadi pulau buatan sejak 2014 menjadi perhatian terbesar dunia saat ini.
Tempat-tempat yang dulu hanya ditandai oleh gubuk-gubuk nelayan sekarang dapat menampung pesawat-pesawat militer, rudal, dan stasiun pengisian bahan bakar untuk Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA-N).
Dapat dikatakan, Beijing menciptakan fakta di atas air dan mengubah medan yang menjadi sengketa.

Bagaimana situasi konflik Indonesia dengan China di wilayah ini?
Melansir Kompas.com, banyak faktor yang melatarbelakangi konflik tersebut.
Pada Maret 2016, konflik antara pemerintah Indonesia dengan China terjadi lantaran ada kapal ikan ilegal asal China yang masuk ke Perairan Natuna.
Pemerintah Indonesia berencana untuk menangkap kapal tersebut.
Tetapi, proses penangkapan tidak berjalan mulus, lantaran ada campur tangan dari kapal Coast Guard China yang sengaja menabrak KM Kway Fey 10078.
Hal itu diduga untuk mempersulit KP HIU 11 menangkap KM Kway Fey 10078.
Pada waktu itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan, dalam pertemuan dengan Sun Weide, Kuasa Usaha Sementara China di Indonesia, pihak Indonesia menyampaikan protes keras terhadap China.
• BPS Jambi Akan Rilis Data Inflasi, Pariwisata dan Nilai Tukar Petani Lewat Live Streaming Siang Ini
• Daftar Kapolri dari Masa ke Masa sejak 1946, dari Jabatan Komjen hingga Jenderal Polisi
• Pemerintah Keluarkan Panduan Salat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban, Begini Aturannya
Sebulan setelah konflik tersebut, Pemerintah Indonesia menganggap persoalan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Coast Guard China di Perairan Natuna sudah selesai.
Kemudian, pada Juli 2017, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru.
Nama Laut China Selatan juga diganti menjadi Laut Natuna Utara.
Langkah tersebut diambil untuk menciptakan kejelasan hukum di laut dan mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif milik Indonesia.
Keputusan tersebut memicu kritik dari Beijing.
Lalu, pada 19 Desember 2019, sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar exclusive economic zone (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).
Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.

• LIVE STREAMING Kapolda Blak-blakan di Hari Bhayangkara Ke-74 di Mojok Tribun Jambi
• Download Lagu MP3 Nella Kharisma Terbaru 2020, Ada Video Didi Kempot dan Via Vallen Spesial Koplo
• VIDEO Masyarakat Gruduk Polres Tanjabbar di HUT Bhayangkara Ke-74, Inginkan Kapolres Jadi Bupati
Persaingan di atas ombak
Setelah kapal-kapal China memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) awal tahun ini, Indonesia mengerahkan angkatan lautnya dan kapal-kapal Bakamla (keamanan maritim), beberapa jet tempur F-16 dan mengirim kapal-kapal nelayan dari pulau utama Jawa untuk mengusir serbuan China.
Akhirnya, kapal-kapal China meninggalkan perairan.
Greg Poling, direktur Pusat Studi Strategis dan Internasional Asia Maritime Transparency Initiative yang bermarkas di Washington, mengatakan, China belum "memenangkan" Laut China Selatan.
"Tetapi saya benar-benar berpikir tentang metrik apa pun yang Anda gunakan yang kalah dari AS dan Selatan.
Negara-negara Asia Timur kalah. Apakah Anda ingin melihatnya sebagai masalah hukum internasional atau akses atau sumber daya, jelas China menang di semua lini," paparnya kepada The Sydney Morning Herald.
Dia menambahkan, "China berniat mendominasi Laut China Selatan tanpa kekuatan, dengan memaksa negara-negara Asia Tenggara menerima bahwa mereka telah kalah, dengan menunjukkan dominasi China dengan pasukan paramiliter dan penjaga pantai sedemikian rupa sehingga (mereka) harus menerima apa pun kesepakatan yang buruk yang ada di atas meja, dengan demikian merusak kredibilitas AS, Australia, Jepang dan siapa pun."
• Kabupaten Merangin Raih WTP Ke 4, Al Haris: WTP ini Juga Sebagai Motivasi Kita untuk Lebih Baik Lagi
• 2 Cara Mendapat Token Listrik Gratis Juli 2020, via www.pln.co.id dan WhatsApp
• Pilkada Serentak 2020 di Tengah Pandemi Covid-19, Bukan Menguntungkan Tapi Ujian Berat Bagi Petahana
Artikel ini telah tayang di kontan.co.id dengan judul " Natuna jadi garis terdepan sengketa wilayah RI vs Tiongkok di Laut China Selatan "
Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Dampak Klaim Sana-sini Tiongkok, Natuna Jadi Garis Terdepan Wilayah Indonesia di Laut China Selatan,
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE: