Kisah Militer RI

Kisah Detik-detik Kopassus Geruduk Padepokan Dukun Sakti Simpatisan PKI, Mbah Suro Diam Tak Berkutik

Kisah Detik-detik Kopassus Geruduk Padepokan Dukun Sakti Simpatisan PKI, Mbah Suro Diam Tak Berkutik

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Pasukan Kopassus 

TRIBUNJAMBI.COM - Cerita kisah militer kali ini Tribunjambi.com akan mengulas satuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) kala berhadapan dengan dukun sakti yang merupakan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Kala itu Sepak terjang Komando Pasukan Khusus (Kopassus) memiliki sederet kisah menarik dan unik.

Satu diantara misi yang pernah dilakukan Kopassus dan membuat nama mereka dikenang yakni saat penumpasan komunis di Pulau Jawa.

Tahun 1965-1966 pasca meletusnya pemberontakan G30S PKI negara dalam keadaan genting.

Kopassus yang dulu bernama RPKAD akhirnya diturunkan untuk mengendalikan situasi. Satu diantaranya menumpas gerakan pemberontakan.

Lima Kopassus Biisa Lolos, Lihat Suparlan Meninggal Dikeroyok Pemberontak

Inilah Sosok Anggota Kopassus Berkaki Buntung yang Selalu Ditanyakan Soeharto, Legenda Baret Merah

Kisah Preman Terminal yang Karirnya Moncer di Kopassus, 17 Naik Pangkat, Kini Jadi Pelatih Komando

Di tengah operasi penumpasan PKI besar-besaran, Kopassus sempat menghadapi simpatisan PKI yang dikenal kebal senjata, namun itu tak menghalangi Kopassus untuk menggunakan cara kekerasan.

Kisah ini dikutip dari buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" karya Hendro Subroto.

Berkobarnya tragedi G30S/PKI yang menculik para jenderal pada 30 September 1965, memang berbuntut panjang.

VIDEO Menhub Budi Karya Dinyatakan Sembuh dari Covid-19, Mensos Doakan Semoga Sehat Selalu

VIDEO Toko-toko di India Mulai Buka Setelah Satu Bulan Lockdown Akibat Pandemi Corona

Materi dan Jadwal Belajar dari Rumah Selasa 28 April 2020, Saksikan Via Live Streaming TVRI

Satu di antaranya adalah perburuan terhadap mereka yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan PKI.

Perburuan, dan penangkapan itu dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia yang diduga sebagai basis PKI.

Saat itu pada tahun 1967, perburuan terhadap simpatisan dan anggota PKI dilakukan di kawasan yang terletak antara Cepu dan Ngawi.

Tepatnya, di Desa Ninggil.

Nama asli Mbah Suro adalah Mulyono Surodihadjo.

VIDEO Tidak Terima Adiknya Dipukul Petugas, Pria Ini Ancam Petugas Pakai Sajam

Jadwal Imsakiyah Ramadan 11 Kabupaten/Kota Se Provinsi Jambi Selasa 28 April 2020

Bupati Sarolangun Ancam Tak Cairkan Dana Desa, Ternyata Masalah Ini Jadi Penyebabnya

Ingat Pelawak Ulfa Dwiyanti? Kini Penampakannya Makin Istikomah, Ini 5 Potret Perubahannya Sekarang

Mbah Suro merupakan seorang mantan lurah yang dibebastugaskan akibat kesalahannya sendiri.

Setelah lengser sebagai lurah, Mbah Suro membuka praktik sebagai dukun yang mengobati orang sakit.

Namun, belakangan beredar kabar kalau Mbah Suro juga dikenal sebagai dukun kebal, hingga ia disebut sebagai Mbah Suro atau Pendito Gunung Kendheng.

Pergantian nama baru menjadi Mbah Suro juga diikuti dengan perubahan penampilannya.

Salah satunya adalah memelihara kumis tebal, dan rambut panjang.

Apa Itu Zona Merah? Usai Kota Jambi Ditetapkan Jadi Zona Merah Covid-19 atau Virus Corona

Download Lagu MP3 Ramadan Maher Zain, Lagu Religi Terpopuler saat Ini

 

Pasukan RPKAD/Kopassus
Pasukan RPKAD/Kopassus 

Mbah Suro melakukan berbagai kegiatan yang berbau klenik, dan menyebarkan kepercayaan Djawa Dipa.

Mbah Suro juga sering memberi jampi-jampi atau mantera dan air kekebalan kepada para muridnya.

Banyak pengikutnya yang percaya, diri mereka telah menjadi kebal terhadap senjata tajam, dan senjata api.

Pemerintah, khususnya pihak militer melihat Mbah Suro telah ditunggangi oleh PKI.

Oleh karena itu, Panglima Kodam VII/Diponegoro memerintahkan untuk menutup padepokan tersebut.

BREAKING NEWS Kota Jambi Ditetapkan Jadi Zona Merah Covid-19, sudah Transmisi Lokal

Keren! Polres Tanjabbar Bikin Lagu Berjudul Di Rumah Saja, Ini Lirik dan Nama Para Personel Band

Menurut Hendro, penutupan itu terpaksa dilakukan melalui jalan kekerasan.

"Pangdam terpaksa memerintahkan agar penutupan dilakukan dengan jalan kekerasan, karena segala upaya jalan damai yang ditempuh telah menemui jalan buntu," tulis Hendro dalam bukunya

Akhirnya, Kodam VII/ Diponegoro beserta satu Kompi RPKAD (Sekarang Kopassus) di bawah pimpinan Feisal Tanjung menyerbu padepokan Mbah Suro.

Mbah Suro pun berhasil ditaklukkan dalam penyerbuan itu.

Pilgub Jambi 2020, Tim Fachrori Umar Targetkan Raih 40 Persen Suara di Basis Lawan

Update Corona 27 April 2020 di Indonesia, Tambah 214 Orang, Begini Kondisi Tiap Provinsi

Soeharto Gunakan 4 Tahap Sistematis untuk Menumpas Gerakan G30S/PKI

Peristiwa kekejaman G30S/PKI meninggalkan coretan hitam dalam sejarah bangsa Indonesia

Pada 30 September 1965, terjadi penculikan dan pembunuhan enam jenderal yang merupakan perwira tertinggi TNI serta satu perwira berjabatan kapten.

Bahkan menteri atau Panglima AD Ahmad Yani tidak luput dari sasaran.

Begini Kabar Mengejutkan Guru Musik yang Sempat Naksir Muridnya Saat Usia 8 Tahun!

Saat itu, satuan TNI AD mengalami guncangan hebat akibat aksi G30S/PKI.

Para perwira TNI AD ingin melakukan tindakan akibat peristiwa kelam yang telah merenggut jenderal TNI tersebut.

Dikutip dari pernyataan Drs. Nugroho Notosusanto, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1966

Antisipasi Covid-19, Pasar Bedug di Batanghari Resmi Ditiadakan, Pedagang Boleh Jualan di Rumah

Pada tanggal 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Kostrad menerima informasi bahwa sesuatu yang serius telah terjadi.

Jenderal Yani dan beberapa pejabat tinggi Angkatan Darat telah diculik atau dibunuh oleh suatu gerombolan bersenjata.

Beliau segera berangkat menuju ke Markas Kostrad di Medan Merdeka Timur untuk menganalisa keadaan.

Beliau mengambil kesimpulan bahwa telah terjadi suatu pengkhianatan oleh sesuatu komplotan kontra-revolusioner.

Selain Sumber Antioksidan, Timun Suri Memiliki Banyak Manfaat Lainnya

Hilangnya Jenderal Yani selaku Men/Pangad menyebabkan kekosongan di lingkungan Angkatan Darat, itu merupakan sesuatu hal yang amat berbahaya.

Soeharto dengan advis dari beberapa perwira tinggi TNI memutuskan untuk memegang pimpinan Angkatan Darat sementara situasi belum jelas.

Setelah mengadakan kontak dengan Panglima Daerah Militer V/Jakarta, Soeharto berpikir cepat dan bertindak cepat.

Tindakan pertama, diusahakan untuk menetralisir pasukan-pasukan yang masih mengambil stelling di sekitar Medan Merdeka.

Tips Memasak Menggunakan Santan Saat Ramadan 2020/1441 H Agar Tak Berbahaya Bagi Kesehatan

Pada jam 16.00, Yon 530 Para (kecuali satu kompi yang dibawa oleh Dul Arief) sudah menarik diri dari stelling dan dibawah pimpinan Wadan Yon Kapten Sukarbi melaporkan diri kepada Soeharto.

Sayang, sisa pasukan Yon 454 Para terus disalahgunakan oleh "G30S" hingga mereka mengundurkan diri ke Pangkalan Angkatan Udara (PAU) Halim dan berhasil dicerai-beraikan disana oleh pasukan RPKAD.

Tahap kedua, Soeharto memerintahkan untuk menduduki kembali gedung Pusat Telekamunikasi dan RRI.

Tugas itu diserahkan kepada RPKAD dengan catatan: sedapat mungkin menghindarkan pertumpahan darah.

RPKAD dengan manuver yang jitu dalam waktu 20 menit saja telah berhasil menduduki kedua gedung itu tanpa melepaskan satu tembakan pun.

Pilgub Jambi 2020, Tim Fachrori Umar Targetkan Raih 40 Persen Suara di Basis Lawan

Tahap ketiga, pada jam 20.00 WIB Soeharto berbicara di depan radio, menjelaskan kepada seluruh Rakyat Indonesia apa yang telah terjadi dan menerangkan tindakan-tindakan apa yang telah beliau ambil.

Dengan tegas "G30S" disebut gerakan kontra-revolusioner.

Dengan serta-merta seluruh Rakyat merasa lega karena tahu duduk persoalan yang sesungguhnya dan tahu bahwa siaran-siaran "G30S" sebelumnya adalah palsu.

Tahapan keempat, Soeharto mulai memberikan pukulan maut kepada komplotan "G-30-S"

Yakni merebut PAU Halim. Tugas itu dipercayakan kepada RPKAD dengan bantuan Yon 328 Para "Kudjang"/Siliwangi.

Update Corona 27 April 2020 di Indonesia, Tambah 214 Orang, Begini Kondisi Tiap Provinsi

Tugas konsolidasi di dalam kota diserahkan kepada Kodam V/Jaya dengan bantuan KKO/AL dan BRIMOB/AKRI.

Tahapan keempat itu baru dilaksanakan keesokan harinya pada tanggal 2 Oktober 1965, dan berhasil dengan baik dengan hanya makan seorang korban.

Dengan demikian selesailah sudah kisah petualangan "G-30-S" di ibukota.

Caranya menyelesaikan dilakukan dengan gaya khas Pak Harto: tenang tapi tegas dan pasti, tahap yang satu disusul dengan tahap yang berikutnya di dalam urut-urutan yang serasi.
Itulah tadi kisah Kopassus yang membela tegaknya NKRI dari rongrongan pemberontak. (*)

Kantor Desa Balai Panjang Disegel, Ini Penyebab Warga Marah dan Tuntut Kades Mundur

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved