Polemik Tanggul Raksasa

Curhat Warga Desa Rukam,Sejak Ada Perusahaan Sawit,Emak-emak Jadi Buruh &Digaji; Rp200 Ribu Seminggu

Curhat Warga Desa Rukam, Sejak Ada Perusahaan Sawit,Emak-emak Jadi Buruh &Digaji; Rp200 Ribu Seminggu

Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Deni Satria Budi
tribunjambi/Dedy Nurdin
Datuk Syafei mantan kepala desa Rukam sekarang menjabat sebagai Ketua Adat Desa didampingi Bakri ketua BPD Desa Rukam saat memberi keterangan rilis dalam buka bersama Walhi Jambi di Cafe Upnormal, Selasa (28/5/2019) 

Curhat Warga Desa Rukam, Sejak Ada Perusahaan Sawit,Emak-emak Jadi Buruh &Digaji Rp200 Ribu Seminggu

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Keberadaan perusahaan perkebunan sawit tahun 2002 lalu dengan tanggul raksasa yang menutupi akses warga, diklaim menjadi penyebab meningkatnya kemiskinan penduduk di Desa Rukam, Kabupaten Muarojambi.

Potensi ikan sungai dan ikan danau maupun lopak serta tanaman hutan yang menjadi sumber perekonomian warga, kini tak lagi bisa diandalkan.

Begitu juga dengan aktifitas pertanian, akibatnya banyak warga yang mulai kesulitan memenuhi kebutuhan perekonomian keluarganya.

Baca: Polemik Tanggul Raksasa, Desa Rukam,yang Ada Sejak 1832 Ini Tak Lagi Bersahabat dengan Warganya

Baca: LIVE STREAMING Persebaya Surabaya vs PSIS Semarang, Persebaya Tanpa Kiper Andalan

Baca: Peringati 1 May, Abdul Ajak Anak Istri Rayakan Hari Buruh, Pemutusan Kerja Sepihak Masih jadi Teror

Sebagian masih bertahan sebagai pencari ikan, namun sebagian lagi kini menyerah dan memilih menjadi buruh lepas di perusahaan perkebunan milik swasta itu.

Bakri, Ketua BPD Desa Rukam mengatakan saat ini banyak warga yang bekerja sebagai buruh lepas di perusahaan untuk mengadu nasib demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Ini terjadi karena hilangnya sejumlah mata pencarian warga. Jika sebelum adanya tanggul setidaknya ada 10 jenis ikan yang biasanya menjadi tangkapan warga untuk dijual.

Terancam Tanggul Raksasa, Desa Rukam yang Ada Sejak 1832 Ini Tak Lagi Bersahabat dengan Warganya
Terancam Tanggul Raksasa, Desa Rukam yang Ada Sejak 1832 Ini Tak Lagi Bersahabat dengan Warganya (tribunjambi/Dedy Nurdin)

"Sejak ada tanggul, sekarang tinggal 2 aja itu pun jenis ikan yang tahan hidupnya. Sepat siam sama betok, kalau jenis ikan lainnya sudah jarang dapat," kata Bakri, Selasa (28/5/2019).

"Mau bertani kita nanam bisa, tapi dak bisa diandalkan. Baru ditanam sudah dimakan babi, hama banyak. Padi pun dak bisa karna kalau kering tanah langsung retak-retak," sambungnya.

Akhirnya kondisi ini yang memaksa warga mencari pekerjaan lain untuk membantu perekonomian keluarga. Seperti menjadi buruh.

Baca: Dishub Sarolangun Larang Truk Batubara dan Sawit Melintas Saat Arus Mudik Lebaran, Berikut Jadwalnya

Baca: Tengah Malam Rumah Buruh di Jambi Digerebek Polisi, Aparat Temukan Sabu 8 Gram

Baca: Suhartini, Ibu Korban Mutilasi Vera Oktaria: Sakit Hati Saya Sudah Terlalu Dalam Sama Dia

Bahkan kata Bakri lebih dari 100 orang saat ini terpaksa bekerja sebagai buruh, kebanyakan dari mereka adalah kaum perempuan dan beberapa orang anak-anak lulusan SMP yang tak melanjutkan sekolah kemudian menjadi buruh pupuk dan semprot di perusahaan.

Dengan estimasi penghasilan perhari hanya sekitar belasan ribu hingga Rp20 ribu.

"Mereka jadi buruh pupuk, jadi satu baris kebanyakan ibu-ibu ini digaji Rp 4.200 kadang kalau cuaca bagus bisa selesai sehari sampai lima baris. Satu minggu estimasi paling cuma 200 ribu," katanya.

Baca: Ibunya di Penjara, Ayah Meninggal Dunia, Kisah Pahit Keanu Massaid Putra Angelina Sondakh

Baca: KISAH Iptu Rozsa Demi Misi Khusus PBB, Rela Tinggalkan Suami hingga Lebaran, Baru 3 Bulan Menikah

Baca: Video Viral! Rumah Mewah Penerima PKH Tutupi Label Keluarga Miskin, Terungkap Fakta yang Sebenarnya

"Itu kerja setiap hari, satu baris itu sekitar 35 pohon sawit. Ada juga yang kerja jadi tukang semprot. Biasanya sesudah nyemprot tunggu sampai tiga hari. Kalau hasilnya bagus rumputnya mati baru digaji. Kalau tidak ngulang lagi," sambungnya.

Selain gaji yang tak layak diterima ratusan warga di Desa Rukam, warga juga harus berhadapan dengan resiko pekerjaan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved