Serbu! Perintah Sang Komandan Kopassus Membombardir Markas Musuh, Hingga Duel Maut dengan Gerilyawan

Namun kisah satu ini, sungguh menceritakan kisah heroik prajurit Kopassus saat duel satu lawan satu dengan pemimpin gerilyawan.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Capture/Film Merah Putih Memanggil
Ilustrasi Kopassus 

TRIBUNJAMBI.COM - Misi prajurit Kopassus melawan musuh, baik tentara asing hingga pemberontak dan gerilyawan sering terjadi.

Namun kisah satu ini, sungguh menceritakan kisah heroik prajurit Kopassus saat duel satu lawan satu dengan pemimpin gerilyawan.

Salah satu misi Kopassus yang menarik adalah upaya penangkapan petinggi Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sekitar tahun 1968-1974

Dalam misi tersebut, sempat terjadi duel maut antara pimpinan tim halilintar Kopassus, Kapten Hendropriyono melawan petinggi PGRS/Paraku yang bernama Ah San

Baca Juga:

Sosok Admin Lambe Turah Disebut Jerinx Ikut Anang saat Bertemu dengannya, Kakak Anji Minta Maaf

18 Hari Hilang di Hutan, Komandan Kopassus Ini Bercerita Soal Sosok Tak Kasat Mata yang Mengikutinya

VIDEO: BPN Protes ke KPU Jokowi Bahas Lahan Prabowo, Luhut pun Maju dan Terjadi Hal Ini

LIVE SCORE! Liverpool vs Bayern Munchen di Babak 16 Besar Liga Champions, Live di RCTI

Dilansir dari buku berjudul 'Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin' yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2013, info soal Ah San akhirnya bocor melalui istrinya yang berkhianat, Tee Siat Moy

Siat Moy mau membantu Kopassus dengan syarat Ah San tak dibunuh.

Maka, Hendro pun memimpin 11 prajurit Halilintar Prayudha Kopasandha (kini Kopassus) untuk meringkus Ah San hidup-hidup.

Mereka tidak membawa senjata api, hanya pisau komando sebagai senjata.

Hanya Hendro yang membawa pistol untuk berjaga-jaga.

Setiap personel dilengkapi dengan handy talky (HT).

Komando Pasukan Khusus (Kopassus)
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) (net)

3 Desember 1973 pukul 16.00, tim mulai merayap ke sasaran yang jauhnya sekitar 4,5 km melewati hutan rimba yang lebat.

Kecepatan merayap pun ditentukan. Kode hijau artinya merayap 10 meter per menit, kode kuning berarti lima meter per menit.

Sedangkan kode merah artinya berhenti merayap. Ditargetkan mereka bisa sampai di titik terakhir pukul 22.00.

Rencananya operasi penyerbuan akan dilakukan pukul 04.00, keesokan harinya.

Baru setengah jam merayap, tim sudah dihadang ular kobra.

Untung saat latihan komando mereka sudah praktik menjinakkan ular kobra sehingga tak ada yang kena patuk.

Di tengah kegelapan malam, anak buah Hendro juga berhasil melumpuhkan beberapa penjaga secara senyap.

Pukul 22.25 WIB, tim sudah sampai di lokasi yang ditentukan. Masih cukup lama menunggu waktu operasi.

Baca Juga:

Profil Lengkap Prabowo Subianto, Mantan Pasukan Khusus, Nyapres 4 Kali & Pendiri Partai Gerindra

Kekasih Vanessa Angel, Bibi Ardiansyah Terciduk Dugem Bareng dengan Anya Geraldine

Narapidana di Lapas Palembang Pesan Ribuan Ekstasi, Janjikan Satu Ons Sabu untuk Kurirnya

Soeharto saat Muda Pernah Gagal Dalam Misi, Ditampar Atasan Karena Soekarno Menegur Lewat Telepon

Namun tiba-tiba Intelijen melaporkan Ah San tak ada di pondok tersebut. Seluruh tim sangat kecewa.

Baru pukul 14.00 Siat Moy dan perwira intelijen Kodim Mempawah memastikan Ah San ada di pondok.

Dengan kecepatan kuning mereka terus merayap mendekati sasaran hingga akhirnya dari jarak 200 meter terlihatlah rumah persembunyian Ah San.

Tiba-tiba anjing-anjing penjaga pondok berloncatan ke arah tim Halilintar sambil mengonggong keras.

Hendro segera meneriakkan "Serbuuuuu," sambil lari sekencang-kencangnya ke arah pondok.

"Abdullah alias Pelda Kongsenlani mendahului saya lima detik untuk tiba di sasaran. Dia mendobrak pintu dengan tendangannya dan langsung masuk. Saya mendobrak jendela dan meloncat masuk," beber Hendro.

Hendro berteriak pada Ah San. "Menyerahlah Siauw Ah San, kami bukan mau membunuhmu." Tapi Ah San enggan menyerah.

Dia menyabet perut Kongsenlani dengan bayonet

Prajurit Kopassus
Prajurit Kopassus (net)

Hendro menyuruh anak buahnya keluar pondok. Dia sendiri bertarung satu lawan satu dengan Ah San.

"Dengan sigap saya lemparkan pisau komando ke tubuh Ah San. Tapi tidak menancap telak, hanya mengena ringan di dada kanannya," Hendro menggambarkan peristiwa menegangkan itu.

Kini Hendro tanpa senjata harus menghadapi Ah San yang bersenjatakan bayonet.

Memang ada senjata yang ditaruh di belakang tubuh Hendro, tapi mengambil senjata dalam keadaan duel seperti ini butuh beberapa detik.

Hendro takut Ah San keburu menusuknya. Hendro lalu melompat dan menendang dada Ah San.

Berhasil, tetapi sebelum jatuh Ah San sempat menusuk paha kiri Hendro hingga sampai tulang. Darah langsung mengucur

Ah San kemudian berusaha menusuk dada kiri Hendro. Hendro berusaha menangkis dengan tangan.

Akibatnya lengannya terluka parah dan jari-jari kanannya nyaris putus.

Dan celakanya, pistol di pinggang belakang Hendro melorot masuk ke dalam celananya.

Butuh perjuangan baginya untuk meraih pistol itu dengan jari-jari yang nyaris putus.

Baca Juga:

Soal Kenaikan Tarif PDAM, Ini yang Dituntut YLKI Pada Walikota Jambi

Hadiri Istighotsah Kubro dan Haul Shohibul Ijazah di Suak Labu, Ini Pesan Amir Sakib

Tiga Tahun Pimpin Tanjab Barat, Bupati Safrial Gencar Bangunan Empat Pilar Penting

Mudahkan Pelayanan Perizinan, DPMPTSP Tanjab Barat Jemput Bola ke Masyarakat 

Akhirnya Hendro berhasil meraihnya. Perwira baret merah ini menembak dua kali. Tapi hanya sekali pistol meletus, satunya lagi macet.

Pistol segera jatuh karena Hendro tak mampu lagi memegangnya.

Peluru itu mengenai perut Ah San. Membuatnya limbung, Hendro yang juga kehabisan tenaga langsung membantingnya

Kemudian Hendro menjatuhkan tubuhnya keras-keras di atas tubuh Ah San.

Duel maut itu selesai.

Prajurit Kopassus Nekat Selamatkan Bocah di Tengah Tembakan GAM

Kisah kehebatan prajurit Kopassus dalam setiap pertempuran tak selalu berujung pada keberhasilan, tapi masih tetap menorehkan kenangan

Dilansir dari buku 'Kopassus untuk Indonesia' karya Iwan Santosa dan EA Natanegara terbitan R&W, hal ini pernah terjadi saat satu kompi Kopassus tengah bertempur melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

Meski pertempuran Kopassus saat itu berujung pada kegagalan, tapi terdapat kisah haru di dalamnya yang menunjukkan kelebihan lain dari Kopassus selain dalam hal bertempur

Saat itu Letnan Satu Djon Afriadi memimpin 10 orang anggota Kopassus di Aceh.

Misi mereka jelas, rebut sebanyak-banyaknya senjata musuh dan tekan gerakan separatis

Baca Juga:

Mediasi Kenaikan Tarif Gagal, YLKI Seret PDAM Tirta Mayang ke Meja Sidang

Tiga Tahun Irigasi di Desa Ulu Air Rusak, Warga Minta Perhatian Pemkot Sungai Penuh

Tidak Kelelahan Namun Arumi Bachsin Alami Keguguran, Ini 11 Faktor yang Bisa Sebabkan Keguguran

2.700 Siswa Kurang Mampu di Kota Jambi Dapat Kartu Jambi Cerdas, Ini Fungsinya

Tanggal 9 Mei 2001 tim yang dipimpin Lettu Afriadi terlibat kontak dengan sejumlah besar anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Afriadi optimistis timnya bisa menang dan merebut banyak senjata.

Namun, tiba-tiba di tengah sawah tempat pertempuran itu, seorang ibu berlari sambil menggendong anak perempuannya.

Prajurit Kopassus menghentikan tembakan. Mereka berteriak-teriak agar ibu itu menyingkir karena pihak GAM terus menerus menembak.

Namun nahas, sebelum tim Kopassus menyelamatkannya, sebutir peluru yang diduga dari pihak GAM mengenai ibu tersebut.

Melihat hal itu, seorang anak buah Lettu Afriadi yang bernama Pratu Stanley langsung merayap maju.

Prajurit Kopassus Merayap dari serbuan peluru pelatihnya
Prajurit Kopassus Merayap dari serbuan peluru pelatihnya (Antara Foto)

Tindakan yang dilakukan Pratu Stanley sungguh nekat.

Dia maju sampai 30 meter sambil terus menembak ke arah musuh dan melindungi anak perempuan itu.

Anak perempuan itu selamat dan dibawa ke Posko Parako untuk kemudian dicari sanak keluarganya.

Selama seminggu Pratu Stanley hanya bisa merenungi tindakannya itu. Tak percaya dengan keputusan dan keberanian yang diambilnya.

Sementara Letnan Afriadi menerima teguran keras dari komandannya.

Karena menyelamatkan anak perempuan itu, Afriadi terpaksa membiarkan ratusan prajurit GAM lolos.

Dia juga akhirnya tak berhasil membawa sepucuk senjata musuh satupun.

Menyesalkah Letnan Afriadi ?

Ternyata tidak. Dia menerima bulat-bulat semua teguran dari komandannya.

Dia juga memaklumi apa yang dilakukan Stanley. Semuanya karena hati nurani di tengah pertempuran.

"Itu adalah nurani setiap manusia. Saya sangat mengerti kenapa Stanley sampai melakukan hal itu. Buat saya dia tidak salah. Memang saya dimarahi banyak pihak karena seolah-olah tidak fokus pada tugas, tetapi saya tidak melihat ada yang salah. Stanley tidak pernah saya beri tahu mengenai teguran itu. Dia sudah cukup stres," tutup Lettu Afriadi.

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved