Sejarah Indonesia

Siapa Sangka, Jenderal Pembangkang Itu yang Mampu Tumpas Kelompok PKI di Tanah Air

Ibarat sebentuk gambar yang terdiri atas banyak potongan kertas, belum terbentuk gambar yang utuh. Celakanya

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Soeharto dan Soekarno 

Setelah peristiwa G30S, situasi memburuk. Juga bagi Presiden Soekarno. Presiden sering menghabiskan waktu di Bogor bersama Hartini, istri keduanya.

Kalaupun di Jakarta, dia tidak tinggal di Istana, tetapi di kediaman istri ketiganya, Ratna Sari Dewi (perempuan Jepang yang nama aslinya Naoko Nemoto dan dinikahi Presiden Sukarno secara rahasia pada 11 Juni 1962), di Wisma Yasoo di Jakarta Selatan.

Puncak ketegangan terjadi pada Sidang Kabinet 11 Maret 1966.

Baca: Rahasia Ahok Tambah Kaya di Penjara, Pabrik Uang dan 4 Investasi Besarnya Meski Tak Jadi Pejabat

Baca: Cantik & Berbahaya, Berjuluk Fatal Beauty Inilah Tentara Wanita Rusia dari Pasukan Elit Spetsnaz

Sidang yang tidak diikuti Menpangad Letjen Soeharto dan Menteri Frans Seda karena keduanya sakit itu bubar di tengah jalan dan Presiden Sukarno memutuskan pergi ke Bogor karena merasa diteror sekelompok tentara misterius dengan kendaraan lapis baja yang mengarahkan moncong senjatanya ke Istana.

Mayor Jenderal Kemal Idris, Kepala Staf Kostrad, memang mengerahkan pasukan RPKAD tanpa atribut untuk menekan Presiden.

Empat jenderal AD membahas situasi. Menteri Urusan Veteran Mayjen Basuki Rachmat, Wakil Menko Hankam Mayjen Moersjid, Menteri Perdagangan Brigjen M. Jusuf, dan Pangdam V Djaja Brigjen Amirmachmud.

Kecuali Moersjid, tiga jenderal setuju ajakan M. Jusuf untuk secepatnya menyusul ke Bogor dan menjelaskan bahwa AD tidak ada niat meninggalkan Bung Karno.

Sebelum berangkat mereka menemui Letjen Soeharto yang sedang terbaring sakit di rumahnya, di Jln. H. Agus Salim Jakarta.

Menanggapi penjelasan situasi mutakhir dari Basuki Rachmat, Soeharto menitipkan salam kepada Presiden dan menjamin Angkatan Darat akan menjaga Pancasila, menjalankan UUD 1945, mengamankan Revolusi Indonesia asal diberi kepercayaan.

Baca: E-KTP Menjadi Syarat Utama Pemilihan Kades Secara E-voting

Baca: Gatot Nurmantyo Tantang Tonton G 30S PKI, Ini Kesaksian Sang Penulis Naskah tentang Baku Tembaknya

Jusuf menyebutkan bahwa Soeharto menambahkan, "... bersedia memikul tanggung jawab apabila kewenangan diberikan kepada dirinya, agar dirinya mantap untuk melaksanakan stabilitas politik dan keamanan berdasar Tritura."

Di Istana Bogor suasana tegang. Presiden langsung memarahi Basuki Rachmat dan kedua rekannya ketika mereka tiba.

"Apa saja kerja kalian? Katanya mendukung saya, mengamalkan ajaran-ajaran saya ... mana buktinya?"

Menurut kesaksian Mangil, suasana panas berangsur-angsur turun dengan penjelasan M. Jusuf soal jaminan dan kesediaan Soeharto untuk mengatasi keadaan asal diberi penugasan secara jelas berikut dukungan kepercayaan.

Di luar dugaan, Bung Karno berubah sikap. Dia malah bersedia membentuk tim untuk menyusun konsep surat perintah. Basuki sebagai ketua, Jusuf anggota, dan Sabur sekretaris.

Rumusan naskah yang ditulis tangan itu kemudian diajukan kepada Presiden. Sejenak dibaca, kemudian dimintakan tanggapan kepada Soebandrio, Chaerul Saleh, dan Leimena.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved