Berita Regional

15 Jam Lintasi Bibir Jurang hingga Diintai Harimau saat Ekspedisi Ladang Ganja 51 Ha

Ladang GANJA berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, sekitar 400 kilometer dari Banda Aceh dan berjarak 30–40 kilometer dari Blangkejeren

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti
EKSPEDISI LADANG GANJA — Jalan terjal menuju ladang ganja seluas 51,75 hektare di Kabupaten Gayo Lues, Aceh, yang ditemukan Dittipid Narkoba Bareskrim Polri pada Selasa (18/11). 

Asap putih membubung ke udara, sementara sebagian barang bukti dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan laboratorium.

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Eko Hadi Santoso, mengatakan, pihaknya menemukan 26 titik.

“Kita temukan 26 titik, kita hitung luas totalnya adalah 51,75 hektare.

"Selanjutnya akan dilakukan proses pemusnahan bersama rekan-rekan dari TNI, Bea Cukai, BNNK, Forkopimda Gayo Lues, dan mitra lainnya.”

Benang Merah Pengungkapan

Penggerebekan ladang ganja ini bermula dari penangkapan dua pengedar, Suryansyah (35) dan Hardiansyah (38), di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Kamis (13/11).

Dalam pemeriksaan, keduanya mengaku memperoleh ganja dari seseorang berstatus DPO di Kecamatan Blangkejeren.

Informasi tersebut mengarahkan tim gabungan menuju kawasan Gunung Leuser, hingga akhirnya menemukan seluruh 26 titik ladang dengan total luas 51,75 hektare.

Dari para pelaku, polisi juga menyita 47 bal ganja atau sekitar 47 kilogram.

“Suryansyah sebagai penjaga gudang, Hardiansyah sebagai penjemput dan pengantar. Tes urine keduanya positif amphetamine dan THC,” jelas Brigjen Eko.

Aceh sebagai Titik Kunci Peredaran

Operasi ini kembali meneguhkan Aceh sebagai pusat ladang ganja terbesar di Indonesia.

Selama bertahun-tahun, aparat berkali-kali mengungkap ladang-ladang berskala besar di wilayah ini, baik di Gayo Lues maupun Aceh Utara—menunjukkan adanya jaringan produksi yang terstruktur dan bukan kegiatan acak.

Ancaman Ekologi dan Tantangan Penegakan Hukum

Keberadaan ladang ganja di kawasan konservasi menyebabkan kerusakan hutan, pembukaan jalur baru, dan risiko meningkatnya konflik manusia dengan satwa liar.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved