Hari Pahlawan
GUSDURian Kecam Keras Gelar Pahlawan Soeharto dari Presiden Prabowo: Pengkhianatan Reformasi
Keputusan Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto menuai kecaman keras.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Keputusan Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto menuai kecaman keras.
Jaringan Gusdurian, komunitas nasional yang mewadahi individu dan kelompok terinspirasi nilai-nilai pluralisme dan keadilan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), secara tegas menolak kebijakan tersebut.
Penolakan ini tidak main-main.
Jaringan Gusdurian bahkan menilai langkah Presiden Prabowo sebagai "bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai demokrasi dan semangat reformasi" yang telah diperjuangkan rakyat selama puluhan tahun.
Integritas Soeharto Dipertanyakan
Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, putri mendiang Gus Dur, mempertanyakan kelayakan Soeharto menerima gelar kehormatan tertinggi negara.
"Pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto yang berkuasa secara otoriter selama 32 tahun patut dipertanyakan," tegas Alissa dalam keterangan tertulis, Senin (10/11/2025).
Menurutnya, rekam jejak rezim Orde Baru yang dikendalikan Soeharto penuh dengan "dosa besar demokrasi" yang mencederai nilai-nilai kepahlawanan, meliputi:
Baca juga: Gus Mus Tolak Keras Gelar Pahlawan Soeharto, Ingatkan Tragedi Orba: Banyak Kiai Dimasukin ke Sumur
Baca juga: Rekonstruksi Tragedi Cinta Berdarah di Batang Tebo: Cemburu dan Klaim Hamil Berujung Maut!
Baca juga: Sosok Mirip Menteri Bahlil Lahadalia Versi Lite Viral di Medsos, Ini Reaksi Kocak Warganet
- Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
- Praktik korupsi sistemik.
- Represi politik terhadap oposisi.
- Pembatasan kebebasan sipil politik.
Alissa secara spesifik menyoroti bahwa Soeharto dinilai tidak memenuhi syarat umum pahlawan nasional yang mewajibkan adanya integritas moral dan keteladanan, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Dicurigai Bermuatan Politik dan Relasi Keluarga
Jaringan Gusdurian menyatakan penolakan tegas mereka dan menganggap keputusan ini tidak didasari oleh kebijaksanaan moral dan pertimbangan sejarah yang objektif.
"Kami menyayangkan keputusan Presiden Prabowo dan pemerintah karena dianggap didasari oleh pertimbangan politik dan relasi keluarga, bukan kebijaksanaan moral dan sejarah," pungkas Alissa, mendesak pemerintah untuk lebih selektif dan berhati-hati dalam memberikan gelar Pahlawan Nasional di masa depan.
Penolakan ini mempertegas bahwa kontroversi seputar peran Soeharto dalam sejarah bangsa, terutama terkait pelanggaran HAM dan praktik otoriter Orde Baru, masih menjadi luka yang belum tersembuhkan bagi kelompok pro-demokrasi dan pegiat reformasi.
10 Tokoh Pahlawan Nasional Tahun 2025'
Penganugerahan dalam rangka Hari Pahlawan Tahun 2025 ini mencakup tokoh dari berbagai latar belakang, mulai dari militer, ulama, diplomat, hingga pejuang hak-hak sipil, yang berasal dari berbagai daerah:
1. Abdurachman Wahid (Jawa Timur): Presiden RI ke-4, tokoh pluralisme dan reformis.
2. Jenderal Besar TNI Soeharto (Jawa Tengah): Presiden RI ke-2, tokoh militer dan pembangunan.
3. Marsinah (Jawa Timur): Aktivis buruh dan pejuang hak asasi manusia.
Baca juga: Eks Pegawai KPK Kecam Keras Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Cederai Semangat Anti-Korupsi
Baca juga: Roy Suryo Cs Dipanggil Perdana Polda Metro Jaya Kamis Ini di Kasus Pencemaran Nama Baik Jokowi
4. Mochtar Kusumaatmaja (Jawa Barat): Diplomat ulung, penggagas Konsep Wawasan Nusantara.
5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah (Sumatera Barat): Tokoh pendidikan perempuan dan ulama.
6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah): Tokoh militer berpengaruh, mertua Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
7. Sultan Muhammad Salahuddin (NTB): Sultan Bima yang gigih melawan penjajahan Belanda.
8. Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur): Ulama besar dan guru dari pendiri NU.
9. Tuan Rondahaim Saragih (Sumatera Utara): Raja Partuanan Dolok Silau, pejuang kemerdekaan dari Simalungun.
10. Zainal Abisin Syah (Maluku Utara): Sultan Tidore, tokoh perlawanan terhadap kolonialisme.
Keputusan pemerintah menyandingkan nama-nama yang secara historis memiliki ketegangan ideologis dan kepentingan ini dipandang sebagai upaya rekonsiliasi sejarah dan pengakuan terhadap semua bentuk pengorbanan yang telah diberikan bagi bangsa.
Gus Mus Tolak Keras
Rencana pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Jenderal Besar TNI Soeharto, menuai penolakan tajam dari kalangan ulama kharismatik Nahdlatul Ulama (NU).
Secara terbuka dan tegas, KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus, menyatakan ketidaksetujuannya, sembari mengungkap memori kelam perlakuan rezim Orde Baru terhadap para kiai dan warga NU.
“Saya ini orang yang paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” ujar Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, dikutip dari NU Online.
Memori Kelam: Kiai Dimasukkan ke Sumur dan Intimidasi Politik
Penolakan keras Gus Mus, yang juga Rais Aam PBNU periode 2014–2015, didasarkan pada kesaksian langsung mengenai intimidasi dan ketidakadilan yang dialami ulama pesantren dan kader NU selama masa Orde Baru.
Bertempat di kediamannya di Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Gus Mus menuturkan beberapa tragedi yang sulit dilupakan.
"Banyak kiai yang dimasukin sumur, papan nama NU tidak boleh dipasang, yang suruh pasang malah dirobohin oleh bupati-bupati. Adik saya sendiri, Kiai Adib Bisri, akhirnya keluar dari PNS karena dipaksa masuk Golkar,” ungkap Gus Mus, memberikan detail persekusi politik di masa lalu.
Ia juga mengenang bagaimana ulama besar KH Sahal Mahfudh pernah didatangi pengurus Golkar Jawa Tengah untuk diminta menjadi penasihat partai, namun dengan tegas menolak.
Gus Mus menegaskan bahwa warga NU yang mendukung usulan gelar pahlawan bagi Soeharto menunjukkan "tidak ngerti sejarah" yang menimpa kiai, santri, dan warga NU, termasuk intimidasi dan teror yang terjadi saat Pemilu 1971 di Losarang, Indramayu, yang merupakan basis kuat Partai NU kala itu.
Ulama Menjaga Keikhlasan, Soeharto Diusulkan
Di tengah polemik ini, Gus Mus juga menyentil soal keikhlasan amal para pejuang bangsa sejati. Ia menyebutkan banyak ulama dan pejuang dengan jasa besar yang keluarganya sengaja tidak pernah mengusulkan gelar pahlawan.
“Banyak kiai yang dulu berjuang, tapi keluarganya tidak ingin mengajukan gelar pahlawan. Alasannya supaya amal kebaikannya tidak berkurang di mata Allah. Kalau istilahnya, menghindari riya’ (pamer),” jelas pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin itu.
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Sosok Anindya Salsa Dikabarkan Pacar Baru Desta Mahendra, Dulu Sempat Jadi Co Host Kaesang Pangarep
Baca juga: Antusiasme Tinggi, Oxygen.id Edukasi Pelaku Usaha Jambi Soal Internet Bisnis
Baca juga: Sinopsis Ipar Adalah Maut the Series Episode 2, Mati Lampu yang Bikin Benih Cinta Tumbuh
Baca juga: Kakek Tarman Menghilang Cek Rp 3 Miliar Rupanya Uang Tak Ada di Bank, Terlanjur Menikahi Gadis Muda
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tolak Gelar Pahlawan ke Soeharto, Jaringan Gusdurian: Pengkhianatan pada Reformasi
Gusdurian
gelar pahlawan nasional
Soeharto
Hari Pahlawan
Prabowo Subianto
Pahlawan Nasional
Presiden Prabowo
reformasi
Tribunjambi.com
| Gus Mus Tolak Keras Gelar Pahlawan Soeharto, Ingatkan Tragedi Orba: Banyak Kiai Dimasukin ke Sumur |
|
|---|
| Eks Pegawai KPK Kecam Keras Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Cederai Semangat Anti-Korupsi |
|
|---|
| Soeharto dan 9 Tokoh Lainnya Resmi Dapat Gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Prabowo |
|
|---|
| Kompak Dukung Soeharto Pahlawan Nasional, Jokowi-Gibran Bersatu Bela Jasa Pembangunan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/20251110-Gelar-Pahlawan-Nasional-Soeharto-dikritik.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.