Berita Nasional
UU Tipikor Dianggap Palugada, MK Sebut Bisa Jerat Penjual Ketoprak hingga Pecel Lele
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) kembali menjadi sorotan.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) kembali menjadi sorotan.
Dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), Hakim Konstitusi Arsul Sani mengibaratkan UU Tipikor ini sebagai palugada.
Adapun akronim palugada yakni apa yang lu mau, gue ada.
Hal itu disebut lantaran cakupannya terlalu luas.
Bahkna berpotensi menjerat tindak pidana di luar korupsi.
Menurut Arsul, saking luasnya cakupan pasal-pasal dalam UU Tipikor, bahkan perbuatan sederhana seperti mencuri uang negara di gedung MK atau tindakan pedagang kaki lima bisa masuk dalam jerat hukum korupsi.
"UU Tipikor ini kan seperti palugada yang bisa memalu semua kejahatan... ada orang mencuri di MK, yang dicuri itu uang negara, itu bisa ditipikorkan. Karena memang Pasal 2 demikian luas," ujar Arsul dalam sidang di MK, Selasa (9/9/2025).
Kekhawatiran ini langsung ditanggapi oleh perwakilan pemerintah, Plt. Wakil Jaksa Agung Asep Nana Mulyana.
Baca juga: Tim Unit Tipikor Serahkan Tersangka Korupsi BSI ke JPU Kejari Tebo Jambi
Baca juga: Sikap Tegas Politisi PDIP Soal Presiden Prabowo Reshuffle Budi Gunawan dari Menkopolhukam
Baca juga: Kata-kata Terakhir Sri Mulyani di Kementerian Keuangan: Saya Pamit Undur Diri
Ia menyadari pandangan yang menyebut UU Tipikor sebagai "all embracing act" atau undang-undang yang menjaring semua perbuatan.
Namun, Asep menegaskan bahwa dalam praktiknya, aparat penegak hukum melakukan penindakan secara selektif.
"Tapi kami sangat selektif, tidak semua kemudian... tidak mungkin kami mentipikorkan penjual ketoprak di pinggir jalan dengan UU Tipikor, nggak mungkin," tegas Asep.
Dia juga mencontohkan, kasus pencurian uang lebih tepat dikenakan Pasal 362 KUHP, bukan langsung Pasal korupsi.
Pandangan Hakim Arsul Sani diperkuat oleh argumen ahli dalam sidang uji materi terpisah. Pada Rabu (18/6/2025), mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra M. Hamzah, menyampaikan bahwa Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor memicu problematik serius karena tafsirnya yang terlalu luas.
Chandra memberikan contoh ekstrem yang memancing perhatian: seorang penjual pecel lele di trotoar berpotensi dianggap melakukan korupsi.
Alasannya, penjual itu termasuk "setiap orang" yang melakukan perbuatan "melawan hukum" dengan menempati fasilitas publik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.