Fenomena Ular Besar Muncul
KKI Warsi: Musim di Jambi Tak Menentu dan Kerusakan Lingkungan-Ekosistem
Direktur KKI Warsi, Adi Junedi, lembaga yang concern isu lingkungan dan masyarakat adat, mengingatkan dampak perubahan iklim
Perubahan iklim ini juga mengacaukan kalender alam. Musim tanam petani jadi tidak menentu.
"Dulu musim hujan bisa diprediksi, petani bisa menentukan kapan mulai menanam. Sekarang, seringkali banjir datang sebelum petani sempat panen," kata Adi.
Bukan hanya petani, masyarakat adat seperti Orang Rimba juga terdampak.
Hujan yang terlalu deras membuat bunga-bunga hutan rontok lebih cepat.
Akibatnya, ketersediaan madu dan buah-buahan di hutan, yang menjadi sumber pangan sekaligus pendapatan mereka, menurun drastis.
Ketiga, bencana silih berganti akibat hutan gundul.
Adi menyebut Jambi kini dalam kondisi rawan bencana.
Musim hujan ekstrem berarti risiko banjir dan longsor makin besar.
Sebaliknya, saat musim kemarau, kekeringan dan kebakaran hutan (karhutla) siap mengancam.
Ini semua terjadi karena rusaknya lingkungan, terutama hilangnya tutupan hutan.
"KKI Warsi mencatat, dalam 50 tahun terakhir, Jambi telah kehilangan hampir 73 persen hutannya. Inilah yang membuat ekosistem kita tidak seimbang lagi," tegasnya.
Apa yang Harus Dilakukan
Menghadapi kondisi ini, kata Adi, KKI Warsi mendorong beberapa langkah penting.
"Kita harus beradaptasi dan memitigasi. Caranya dengan menjaga dan memulihkan hutan," ujar Adi.
Pemulihan ini harus melibatkan masyarakat lokal melalui program seperti perhutanan sosial, tumpang sari (agroforestri), dan ekonomi hijau.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/Adi-junaedi-warsi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.