Berita Jambi

AJI Jambi Kecam Pemberitaan Berstigma terhadap Suku Anak Dalam

AJI Jambi mengecam keras praktik pemberitaan yang mengaitkan isu penculikan anak dengan Suku Anak Dalam (SAD) tanpa verifikasi, tanpa data.

Editor: Nurlailis
Instagram @aji_jambi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi mengecam keras praktik pemberitaan yang mengaitkan isu penculikan anak dengan Suku Anak Dalam (SAD) tanpa verifikasi, tanpa data, dan tanpa mempertimbangkan dampak sosialnya. 
Ringkasan Berita:AJI Jambi Kecam Pemberitaan Berstigma
 
  1. AJI Jambi menilai media telah melanggar Kode Etik Jurnalistik karena mengaitkan isu penculikan anak dengan Suku Anak Dalam tanpa verifikasi.
  2. Berbagai framing negatif di media memperburuk citra SAD, mulai dari narasi keterbelakangan, kecurigaan, hingga eksotisasi.
  3. Sementara klarifikasi dan informasi yang membela SAD justru muncul terlambat dan dalam volume yang jauh lebih kecil.

TRIBUMJAMBI.COM, JAMBI - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi mengecam keras praktik pemberitaan yang mengaitkan isu penculikan anak dengan Suku Anak Dalam (SAD) tanpa verifikasi, tanpa data, dan tanpa mempertimbangkan dampak sosialnya.

Tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap Kode Etik Jurnalistik, terutama terkait kewajiban menguji informasi, menghindari prasangka, dan melindungi kelompok rentan dari stigma.

Hasil kajian akademisi UIN Sultan Thaha Saefuddin, Ade Novia Maulana mengenai sentimen terhadap 650 artikel berita, postingan media sosial, dan diskusi publik, periode 3-16 November menunjukkan adanya kerusakan citra dari komunitas SAD. 

Baca juga: AJI Jambi dan WWF Putar Berbagi Ruang, Diskusikan soal Konflik Manusia dan Satwa Liar

Pemberitaan memicu sentimen negatif terhadap SAD dengan cepat. 

Pada tanggal 3 November, sentimen negatif terhadap SAD berada pada angka 25 persen, dengan mayoritas publik (65 persen) masih bersikap netral.

Namun, semakin intensif pemberitaan sentimen negatif melonjak tajam mencapai 88 persen, terutama saat polisi menyebut balita berinisial B (4) ditemukan di lokasi SAD

Hal ini menjatuhkan sentimen netral yang merosot tajam hingga 9 persen.

Anomali sentimen terjadi saat B kembali ke Makassar, dan investigasi mengungkap bahwa tidak ada keterlibatan langsung SAD dalam penculikan yang membuat sentimen negatif menurun. 

Baca juga: Kekayaan Seno Aji, Wakil Gubernur Kalimantan Timur periode 2025-2030, Hartanya Rp22,6 M

Dua hari berselang, terjadi titik balik, di mana sentimen negatif dan positif berada pada posisi yang sama yaitu 38 persen. 

Setelah itu, sentimen positif terus meningkat hingga mencapai 55 persen hingga 16 November, sementara sentimen negatif turun menjadi 18 persen.

Transformasi ini menunjukkan kabar baik, sesungguhnya publik Indonesia responsif terhadap klarifikasi dan fakta. 

Tapi, kerusakan citra komunitas SAD memiliki efek jangka panjang, yang membentuk persepsi kolektif masyarakat terhadap SAD.

Misalnya, narasi yang muncul dari Polrestabes Makassar bahwa balita berinisial B dibeli dengan uang senilai Rp 80 Juta. 

Padahal, berdasarkan keterangan dari para temenggung SAD, mereka adalah korban penipuan oleh sindikat penculikan anak.

Sementara itu, pemberitaan media telah membentuk framing “keterbelakangan” dengan akumulasi 53 artikel yang menggambarkan SAD sebagai kelompok primitif, terisolasi, dan tidak beradab. 

Selanjutnya, framing "kecurigaan" menghasilkan 46 artikel yang membingkai keberadaan B di tengah SAD sebagai indikasi keterlibatan mereka dalam penculikan.

Kemudian framing “eksotisasi” muncul dalam 30 artikel yang memperlakukan SAD sebagai objek wisata antropologis. 

Fakta yang menarik, framing "viktimisasi" yang menempatkan SAD sebagai korban diskriminasi dengan 35 artikel, sejak 14-16 November. 

Jurnalis dan aktivis mulai menulis artikel yang membela SAD dan mengkritik prasangka yang telah terbentuk. 

Namun, pergeseran ini terjadi terlambat dan dengan volume yang jauh lebih kecil dibandingkan gelombang artikel negatif sebelumnya.

AJI Jambi juga melihat kepolisian tidak menyadari bahwa SAD merupakan kelompok rentan. 

Polrestabes Makassar dengan 'ringan mulut' menyebutkan motif pembelian B ialah untuk memperbaiki keturunan. 

Di sisi lain, Polda Jambi menyebutkan ada risiko anggota ditembak saat penyelamatan B, sebagaimana yang muncul dalam pemberitaan.

Narasi yang dibuat polisi ini pada akhirnya menimbulkan stigma baru bagi masyarakat SAD.

Padahal, situasi di permukiman SAD, tidak mencekam seperti dinarasikan polisi dalam pemberitaan. 

Meski harus melalui perundingan, akhirnya SAD secara sukarela mengembalikan Bilqis kepada orang tua kandungnya.

Baca juga: Jurnalis Dianiaya Usai Liput Penambangan Emas Ilegal di Dam Betuk, AJI Jambi Desak Polisi Usut

Berdasarkan fakta dan dampak pemberitaan di atas, maka sikap AJI Jambi sebagai berikut:

1. Menyerukan kepada seluruh jurnalis dan media lokal maupun nasional, untuk menghentikan praktik pemberitaan yang diskriminatif, lalu memperkuat proses verifikasi, serta menempatkan kemanusiaan dan akurasi sebagai fondasi utama kerja jurnalistik.

Jurnalisme tidak boleh menjadi alat penyebar ketakutan atau pun penghasil stigma. Sudah saatnya media kembali pada marwahnya: melayani publik dengan integritas, empati, dan itikad baik.

2. AJI Jambi mendorong pemerintah dan Dewan Pers, untuk memastikan hak-hak komunitas adat seperti SAD dilindungi, tidak hanya dari ancaman fisik tetapi juga dari kekerasan simbolik melalui narasi pemberitaan dan konten digital. Sehingga membutuhkan mekanisme pengawasan ketat dan sanksi terhadap media yang terbukti menyebarkan stigma dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.

3. AJI Jambi mendesak pihak Polrestabes Makassar agar dapat memberikan penjelasan yang detail terkait kronologi penjemputan (bukan penyelamatan) terhadap B, agar tidak menimbulkan spekulasi liar bagi publik.

4. AJI Jambi meminta pegiat media sosial untuk tidak mengambil keuntungan dan menahan diri dengan tidak membuat konten yang mengandung asumsi dan hoaks yang berpotensi menyudutkan SAD.

5. AJI Jambi mendorong pegiat media sosial melakukan verifikasi berlapis serta perspektif antropologis ketika membuat konten terkait Suku Anak Dalam.

6. AJI Jambi menyerukan kepada platform digital untuk proaktif dalam moderasi konten yang mengandung ujaran kebencian, diskriminasi dan stigma terhadap kelompok tertentu, serta merancang algoritma untuk informasi berkualitas.

7. AJI Jambi berharap organisasi masyarakat sipil dan akademisi berperan penting dalam memerangi narasi negatif terhadap kelompok rentan, menyediakan informasi yang akurat dan kontekstual tentang komunitas adat, serta mengadvokasi kebijakan yang melindungi mereka dari marginalisasi dan stigma.

Update berita Tribun Jambi di Google News

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved