Penculikan Anak

Suku Anak Dalam Jambi, dari Strategi Jokowi hingga Hilangnya Bilqis Ramadhany

Sejumlah pembenci Jokowi saat itu menilai foto Presiden bertemu perwakilan SAD Jambi sangat informal adalah sekadar strategi kehumasan. 

Editor: asto s
Istimewa
Algooth Putranto, Community Director Evident Institute. 

Soal mobil bodong ini bahkan sudah menjadi rahasia umum dan menjadi hantu bagi banyak  pengusaha rental mobil di Jambi.

Sudah banyak kejadian mobil rental digadaikan ke permukiman warga Suku Anak Dalam (SAD). Kejadian ini terus berulang tanpa ujung penyelesaian.

Dalam skala yang lebih besar, adalah konflik kepemilikan hutan yang puluhan tahun tak terselesaikan. 

Pada akhir Agustus 2019, sejumlah SAD dari suku Bathin Sembilan melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Negara untuk bertemu Presiden Jokowi.

Pangkal aksi jalan kaki itu terkait dengan upaya protes SAD dan petani Jambi terkait dengan konflik lahan seluas 3.550 hektare yang sudah berlangsung sejak tahun 1980-an antara SAD-Petani dengan perusahaan sawit.

Malangnya, dalam aksi itu, satu perempuan tewas akibat kelelahan. 

Aksi jalan kaki ratusan kilometer selama 43 hari itu berujung ketukan ke pintu Istana Negara, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, KPK, Kemenkopolhukam, Kementerian Pertanian, Kementerian LHK, Mabes Polri, dan Kejaksaan Agung. Sayang, konflik ini tak berujung.

Kembali soal kisah sedih Bilqis, balita yang diculik di Makassar.

Saat menyusun tulisan ini, penulis sulit untuk memercayai narasi bahwa SAD membeli balita yang kabarnya tidak terawat.

Ini fakta yang sulit untuk dipertemukan dengan kondisi SAD secara umum berjuang untuk hidup mereka.

Belum lagi, dalam kepercayaan kepercayaan SAD, jual beli anak masuk ke dalam pelanggaran ‘Empat Dipucuk’ yang merupakan pelanggaran hukum adat yang paling tinggi dalam masyarakat tersebut. Lagi-lagi ini mengherankan.

Menurut penulis, kasus  Bilqis, balita yang diculik seharusnya menjadi momentum bagi kepolisian dan aparat hukum untuk dapat membongkar tindak pidana yang dilakukan individu, jangan terjebak pada diksi ‘suku’.

Saya sangat sepakat dengan harapan Mijak Tampung yang kini menjadi advokat bahwa ketika ada kasus yang melibatkan aktor SAD, negara harus mampu tuntas menyelesaikan.

Hal ini penting untuk memutus rantai kekalahan aparatur negara seperti polisi, jaksa, hakim oleh oknum yang mengatasnamakan adat.

Tentu saja, pasca penyelesaian kasus Bilqis, negara harus benar-benar hadir untuk memastikan SAD mendapatkan hutan yang lestari. 

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved