Opini

Hari Pahlawan: Pahlawan Rimba yang Terlupakan

Suku Anak Dalam di mengingatkan kita bahwa keberanian tidak selalu lantang, dan perjuangan tidak selalu di panggung besar. 

Editor: asto s
Istimewa
Dawam Suprayogi, Dosen Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi 

*Oleh: Dawam Suprayogi

SEBAGAI pembaca artikel ilmiah “Food Insecurity and Community Resilience Among Indonesia’s Indigenous Suku Anak Dalam” yang diterbitkan di jurnal Sustainability pada Agustus 2025, saya tertegun. 

Di tengah peringatan Hari Pahlawan 10 November yang sarat seremoni, membaca hasil riset ini menghadirkan realitas lain: perjuangan sekelompok masyarakat adat di Jambi yang bertahan hidup di tengah tekanan lingkungan dan sosial yang kian berat.

Artikel karya tim peneliti dari Chiang Mai University tersebut menyoroti kondisi Suku Anak Dalam (SAD) di Kabupaten Merangin, Jambi

Hutan yang dahulu menjadi sumber pangan, obat-obatan, dan kehidupan sosial mereka kini banyak berubah fungsi menjadi area perkebunan kelapa sawit. 

Salah satu informan penelitian mengenang, “Dulu hutan dekat, kita bisa ambil sungkai, kelumbuk, bahkan babi hutan lewat di depan.” 

Kini, sebagian besar wilayah itu sudah tertutup pagar kawat. 

Sungai yang dulu jernih kini mengandung limbah pertanian, ikan mati, air tak lagi layak diminum.

Krisis ini membuat keluarga SAD beradaptasi secara terpaksa. 

Mereka mengandalkan singkong, mi instan, atau buah sawit sisa panen untuk sekadar “isi perut bae”. 

Istilah “isi perut bae” berarti makan sekadar untuk bertahan hidup, tanpa mempertimbangkan gizi, tanpa pilihan. 

Seorang informan bahkan mengungkapkan, “Batang pisang itu bukan makanan rimba, tapi kami makan saat lapar.” 

Kalimat sederhana yang memilukan: di negeri yang subur, ada warga yang harus merebus batang pisang hanya agar perut tidak kosong.

Anak-anak tumbuh dengan pola makan baru, sementara pengetahuan tradisional tentang tanaman obat dan pengelolaan hutan mulai terputus. 

Anak-anak mengenal mi instan dan biskuit dalam kemasan plastik, tetapi tidak lagi familiar dengan rasa durian rimba atau madu hutan. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved