"Kesewenang-wenangan, semau-maunya saja. Negara merampas, menindas, merampas hak-hak kami. Negara sewenang-wenangnya membunuh dan menindas kami."
Kegagalan Negara
Perayaan mengalir egaliter di Kedai Kopi Lenara Space.
Komunitas, aktivis, akademisi, jurnalis, mahasiswa, melebur mendiskusikan tema “Resiliensi Kebebasan Era Digital”.
Ketua AJI Kota Jambi Suwandi tegas dengan pernyataannya bahwa negara gagal melindungi kemerdekaan pers.
Kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi.
Baca juga: AJI Jambi Mengecam Pengusiran 4 Jurnalis Saat Liputan Tahanan Kabur di PN Sarolangun
Kini ia berubah wujud: dari serangan fisik, intimidasi, dan sejenisnya, menjadi serangan digital.
"Banyak media dan jurnalis diserang secara digital, situs berita menjadi tidak bisa diakses. Tidak ada perlindungan dari negara. Kasus-kasus serangan digital terhadap media dan jurnalis tidak pernah selesai," kata Suwandi.
Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Jambi jeblok ke peringkat 32 dari 38 provinsi pada 2024.
Tahun sebelumnya, 2023, IKP di Jambi masih di peringkat 12.
Kondisi media pun sedang tidak baik-baik saja.
Media-media terkepung dan tertekan secara ekonomi.
"Gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja) jurnalis dan pekerja media terjadi di mana-mana," ujar Wendi, sapaan akrabnya.
Kampus Tumpul
Di tengah tekanan terhadap elemen sipil, kampus celakanya tumpul.