Sosok Arteria Dahlan Disorot Usai Debat dengan Mahfud MD Soal 349 T, Diduga 3 Tahun Tak Lapor Harta

Penulis: Darwin Sijabat
Editor: Darwin Sijabat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sosok anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan disorot netizen usai berdebat dengan Menkopolhukam Mahfud MD soal transaksi janggal Rp 349 Triliun.

TRIBUNJAMBI.COM - Sosok anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan disorot netizen usai berdebat dengan Menkopolhukam Mahfud MD soal transaksi janggal Rp 349 Triliun.

Transaksi jangal tersebut diduga terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Perdebatan antara Mahfud dan Arteria tersebut terjadi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu.

Usai perdebatan tersebut, warganet atau netizen mencaritahu tentanng Arteria Dahlan.

Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP diduga belum melaporkan harta kekayaannya di situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Hal itu diketahui netizen setelah nama Arteria Dahlan jadi sorotan ketika dia berdebat keras dengan Mahfud MD saat klarifikasi soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.

Melaporkan harta kekayaan ke situs LHKPN yang dikelola KPK merupakan kewajiban bagi para pejabat negara untuk mendeteksi adanya dugaan korupsi hingga pencucian uang.

Hal itu sebagai bentuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme serta penyalahgunaan kekuasaan, pemerintah.

Baca juga: Profil dan Biodata Arteria Dahlan, Anggota DPR RI yang Berseteru dengan Mahfud MD Soal Makelar Kasus

Baca juga: Rafael Alun Bantah Korupsi dan Terima Suap: Saya Jadi Target, Mungkin Karena Tekanan Publik ke KPK

Melaporkan harta kekayaan yang dimilikinya kepada KPK melalui LHKPN sebagaimana mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Arteria Dahlan sebagaimana dilihat Serambinews.com, Minggu (2/4/2023) dari laman resmi LHKPN, terakhir kali melaporkan harta kekayaan pribadinya pada 2019.

Tercatat tanggal terakhir Arteria Dahlan melaporkan harta kekayaannya pada 31 Desember 2019 atau tiga tahun lalu.

Total harta kekayaan Arterian Dahlan saat terakhir kali melapor ke situs LHKPN tahun 2019 mencapai Rp 19,2 miliar atau naik Rp 5,7 miliar dibandingkan tahun sebelumnya di Desember 2018.

Dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, dasar hukum pejabat negara wajib melaporkan LHKPN mereka adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Dasar hukum lainnya adalah Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Atas dasar hukum-dasar hukum tersebut, setiap penyelenggara negara wajib untuk bersedia diperiksa kekayaannya, baik sebelum menjabat, selama menjabat atau bahkan setelah menjabat.

Penyelenggara negara juga wajib melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, pensiun dan juga wajib dalam menginformasikan harta kekayaan.

Pembahasan Arteria Dahlan menjadi ramai usai debat dengan Menko Polhukam Mahfud MD soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu.

Netizen memberikan sejumlah komentar usai Arteria Dahlan tidak laporkan harta kekayaan selama itu.

"Alhamdulillah semoga cepat diproses," tulis salah seorang warganet di kolom komentar Facebook Serambinews.com, Minggu (2/4/2023).

"Tinggal nunggu waktu. Banyak mata memantau," tulis netizen lainnya.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Anggota Dewan Makelar Kasus, Arteria Dahlan Meradang dan Ancam Lapor Polisi

Sebelumnya dalam rapat dengan anggota Komisi III DPR RI, Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan, jika saja dia bisa menyebut nama yang terlibat, jangan-jangan ada orangn yang terlibat kasus transaksi mencurigakan dan orangnya juga ada di forum rapat tersebut.

Soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan, Mahfud MD menegaskan apa yang diutarakan selama ini ke publik bukan membuka data pribadi terduga, melainkan hanya menyampaikan angka agregat agar bisa ditindaklanjuti.

Mahfud MD yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNK-PP-TPPU) berujar, bila data agregat yang dipegangnya dibuka, bisa jadi orang yang menjadi terduga ada di ruangan tersebut.

"Kalau mau buka-bukaan, ayolah. Di sini ada yang bisa dibuka, ada yang agregat gak bisa nyebut nama. Kalau menyebut nama jangan-jangan ada orangnya di sini juga," ucap Mahfud dilihat dari kanal YouTube resmi DPR RI, Rabu (29/3/2023).

"Di ruangan sana jangan-jangan yang ada nama sini," tambahnya sambil mengetuk bundel tebal yang dibawa.

Menkopolhukam itu menjelaskan, ketentuan tidak boleh menyebut data sudah jelas ada aturannya.

Hal itu kalau menyangkut identitas seseorang, nama perusahaan, nomor akun, profil entitas terkait transaksi, pihak terlapor, nilai, tujuan transaksi dan sebagainya.

"Saya nggak nyebut apa-apa, hanya nyebut angkat agregat ok," jelas Mahfud.

Kepada anggota DPR, Mahfud MD juga dengan tegas mengingatkan bahwa kedudukan DPR dan pemerintah sejajar.

"Saudara, saya ingin menyampaikan bahwa kedudukan DPR dan pemerintah ini sejajar," kata Mahfud MD.

"Oleh sebab itu kita harus bersama bersikap sejajar, saling menerangkan, berargumen, tidak boleh ada yang satu menuding yang lain seperti polisi memeriksa copet," tambahnya.

Menurutnya, pemerintah bisa melakukan tindakan saling buka data seperti yang dilakukannya beberapa waktu lalu soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.

Baca juga: Rocky Gerung Puji Mahfud MD Karena Permalukan DPR RI

Selanjutnya mengenai legal standing bolehkan Menko Polhukam membuka data pencucian uang ke publik sebagaimana yang dipersoalkan Benny K Harman, Arteria Dahlan, Arsul Sani dkk di Komisi III DPR RI, dijawab Mahfud dalam kesempatan itu.

Dijelaskannya bahwa kasus transaksi janggal Rp 349 triliun yang diumumkan beberapa waktu lalu adalah bersifat agregat.

"Jadi, perputaran uang tidak menyebut nama orang, tidak menyebut nama akun. Itu tidak boleh, agregat," jelas Mahfud.

Sementara yang sudah disebut namanya hanya mereka yang sudah menjadi kasus hukum seperti Rafael Alun Trisambodo, Angin Prayitno dan nama-nama lain.

Sentil Arteria Dahlan

Menko Polhukam sekaligus Ketua KNK-PP-TPPU itu juga mengingatkan pernyataan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan soal ancaman empat tahun penjara beberapa waktu lalu.

"Wah katanya, ini bisa diancam dengan hukuman pidana empat tahun," ucap Mahfud menirukan Arteria.

"Karena itu lalu terpancing Boyamin itu (Koordinator MAKI) diaduin betul (ke Kabareskrim), meskipun dia guyon sebenarnya, biar yang dipanggil itu menjelaskan pak Arteria," tambahnya.

Kala itu memang Arteria bertanya apa dasar Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana melaporkan data tersebut ke Mahfud MD.

"Apa dasarnya melapor ke ketua (KNK-PP-TPPU), lho saya ketua jadi dia boleh lapor, boleh saya minta," tegas Mahfud.

"Lho kamu kan ke Pak Presiden, kenapa ke ketua. Memang kenapa, saya ketua diangkat presiden, ada SK-nya," sambung Mahfud MD.

Menurutnya, untuk apa ada ketua dan komite bila PPATK tidak boleh melaporkan data-data yang diperlukan dan dirinya tidak boleh tahu.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Transaksi Janggal 349 Triliun, PSI: Salut, Tak Makan Gaji Buta, Kerja, dan Kerja

"Itu bisa dihukum 10 tahun, beranikah saudara Arteria bilang begitu ke Kepala BIN Pak Budi Gunawan," ucap Mahfud.

"Pak Budi Gunawan itu anak buah langsung Presiden, bukan anak buahnya Menko Polhukam, tapi setiap minggu lapor info intelijen kepada Menko Polhukam.

"Coba saudara bilang ke Pak Budi Gunawan, menurut undang-undang BIN bisa diancam 10 tahun penjara, berani gak. Kan persis seperti yang saudara baca kepada saya," tambahnya.

Kok Baru Ribut Sekarang

Mahfud MD juga menyentil Arteria Dahlan kenapa baru ribut sekarang, padahal tindakan tersebut sudah dilakukan pada kasus-kasus lain sebelumnya.

"Sudah dilakukan banyak ini, kok saudara baru ribut sekarang. Diumumkan sejak dulu saudara diam aja, ini kita yang mengumumkan kasus Indosurya," ucap Mahfud.

"Yang sampai sekarang bebas di pengadilan, kita tangkap lagi karena kasusnya banyak. Itu kan PPATK, kok ributnya baru soal ini.

Lukas Enembe, ketika tersangka rakyatnya ngamuk-ngamuk, saya panggil PPATK, umumkan. Kalau tidak begitu, gak bisa ditangkap dia," tambahnya.

Jangan Gertak-gertak

Menko Polhukam sekaligus Ketua KNK-PP-TPPU itu menegaskan agar Anggota DPR terkhusus kepada Arteria Dahlan untuk jangan menggertak-gertak dirinya soal kasus ini, apalagi mengancam dengan pidana.

"Oleh sebab itu saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga saudara, bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan penegakan hukum," tegas Mahfud.

"Dan ini sudah ada yang dihukum tujuh tahun setengah, namanya Fredrich Yunadi. Ya kayak kerja-kerja saudara itu, orang mengungkap dihantam, ungkap dihantam," tambahnya.

Kala itu Fredrich Yunadi melindungi Setya Novanto dan melaporkan sejumlah orang saat penyidikan.

"Kita bilang ke KPK, itu menghalang-halangi penyidikan dan penegakan hukum, tangkap. Jadi jangan ancam-ancam begitu, kita ini sama," tambahnya.

Baca juga: Sebut Ada DPR Jadi Makelar Kasus, Mahfud MD: Saya Beri Ilustrasi, Tidak akan Cabut Pernyataan Itu

Kemudian Mahfud juga menyentil Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani yang membicarakan soal kewenangan beberapa waktu lalu.

"Menurut Perpres, Polhukam itu tidak berwenang mengumumkan. Lho saya tanya, apa dilarang mengumumkan, kalau tidak berwenang apa dilarang," tanya Mahfud.

"Kalau dalam hukum itu, sesuatu yang tidak dilarang itu boleh dilakukan. Jadi setiap urusan itu kalau tidak ada larangan, boleh. Kecuali sampai timbul hukum yang melarang," tambahnya.

DPR RI Ditantang Bentuk Pansus

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ditantang membentuk panitia khsusus (Pansus) oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terkait transaksi janggal senilai Rp 349 Triliun.

Transaksi janggal senilai ratusan triliun tersebut terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Adanya kejanggalan transaksi tersebut pertama kali diungkap oleh Menkopolhukam, Mahfud MD.

Sebelumnya Mahfud MD juga telah menjawab hal tersebut di Komisi III DPR RI.

Untuk mengungkap transaksi janggal tersebut sebelumya Partai Buruh meminta DPR RI membentuk Pansus.

Baca juga: Respon KPK Soal Transaksi Janggal yang Diungkap Mahfud MD: Kami Telusuri, Jadi Warning Bagi Kami

Kini tantangan ke anggota legislatif tersebut datang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

PSI menantang DPR untuk membentuk Panitia Khusus terkait transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Alasannya, karena temuan tersebut bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar jejaring praktik pencucian uang oleh aparatur negara.

Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengatakan pembentukan Pansus ini sangat mendesak.

Sebab berdasarkan penjelasan Menkopolhukam Mahfud MD, setidaknya ada 491 ASN di Kemenkeu, 13 ASN kementerian/lembaga lain dan 570 pihak non-ASN terlibat.

“Dugaan kasus transaksi mencurigakan sebesar 349 triliun rupiah di Kementrian keuangan bisa jadi pintu masuk untuk membongkar jejaring pencucian uang oleh aparatur negara yang melibatkan banyak sekali pejabat kementerian,” kata Grace dalam keterangannya, Senin (3/4/2023).

Dia menerangkan, salah satu dugaan tindak pidana pencucian uang kemungkinan melibatkan pihak Bea Cukai.

Di mana impor emas batangan yang mahal, hanya dicatat sebagai emas mentah yang nilainya lebih kecil.

“Ini jelas pelanggaran, namun tidak diperiksa oleh pejabat berwenang di Kementrian Keuangan,” tegasnya.

Untuk menutupi kasus ini, Grace mengungkapkan, bawahan Menteri Keuangan bahkan diduga tidak menyampaikan laporan PPATK kepada Sri Mulyani.

“Tahun 2017, Kepala PPATK memberikan langsung data temuan kepada sejumlah pejabat Kementerian Keuangan antara lain Dirjen Bea Cukai dan Inspektur Jenderal. Namun laporan ini nampaknya tidak sampai ke Bu Sri Mulyani. Jika benar demikian masalah ini sangatlah serius,” ujarnya.

Untuk itu, PSI meminta DPR segera membentuk Panitia Khusus atau Pansus. Jika kasus ini melaju tanpa pengawalan spesial atau memperlihatkan kesungguhan sebagai elite politik, dia khawatir, upaya memberantas tindak pidana pencucian uang akan sulit dilakukan.

“Bola kini ada di tangan Wakil Rakyat di Senayan,” terangnya.

Grace menduga, kasus ini tidak hanya melibatkan uang jumbo Rp349 triliun, melainkan juga dugaan sindikat pencucian uang yang melibatkan banyak pejabat Kementrian Keuangan dan Kementrian lain.

Sehingga pembentukan Pansus untuk kasus ini merupakan sebuah keharusan.

“Sekali lagi, PSI minta segera dibentuk Pansus DPR terkait kasus dugaan transaksi janggal Rp349 triliun. Rakyat sedang menunggu niat baik DPR,” tutupnya.

Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Jabatan Pj Bupati Muaro Jambi Segera Berakhir, Kemendagri Minta DPRD untuk Usulkan 3 Nama

Baca juga: Link Nonton Induk Gajah Full Episode, Kisah Romansa Komedi dalam Mencari Jodoh

Baca juga: Rafael Alun Bantah Korupsi dan Terima Suap: Saya Jadi Target, Mungkin Karena Tekanan Publik ke KPK

Baca juga: Racun Sianida Dipesan Setelah HP Bripka Arfan Saragih Disita Kapolres Samosir

Artikel ini telah diolah dari Tribunnews.com

Berita Terkini