Human Insterest Story
Suara Tumenggung Juray di Pematang Kejumat, Janji untuk SAD Tak Pernah Sampai, Seri IV
Suku Anak Dalam di Sarolangin tidak lagi hidup berpindah-pindah. SAD punya KTP. Punya BPJS. Sudah beradaptasi dengan listrik. Tapi...
Penulis: Khusnul Khotimah | Editor: Duanto AS
DI bawah langit malam yang sepi, di sebuah pendapa beratap seng dan beralas tikar lusuh, suara seorang Tumenggung memecah keheningan. Suaranya dalam, nadanya tegas, mengandung getir yang dalam.
"Dulu banyak yang datang meminta suara kami. Tapi sekarang, tidak ada apa-apa yang kami dapatkan," keluh Juray, Tumenggung Suku Anak Dalam (SAD) di Desa Pematang Kejumat, Kelurahan Limbur Tembesi, Kecamatan Bathin VIII, Kabupaten Sarolangun.
Hari itu Minggu (20/7/2025), waktu menunjukkan pukul 21.36 WIB. Juray duduk dikelilingi warga SAD lain.
Kebanyakan laki-laki dewasa yang datang. Mereka mendengarkan, berbagi resah yang sama.
Sesekali Juray mengisap rokok, matanya tajam menatap ke depan, seolah menyapu masa lalu dan harapan yang perlahan memudar.
Desa kecil itu merupakan rumah bagi 18 kepala keluarga Suku Anak Dalam. Ada 19 unit rumah permanen.
Tempat itu menyimpan banyak cerita tentang ketertinggalan, harapan yang tertahan.
SAD tidak lagi hidup berpindah-pindah. SAD punya KTP. Punya BPJS. Sudah beradaptasi dengan listrik.
Sepeda motor, hingga televisi ada di sana.
Tapi, satu hal yang masih belum sepenuhnya mereka dapatkan, perlakuan yang adil sebagai warga negara.
Soal Administrasi Tak Jamin Pertolongan
Bukan satu dua kali mereka harus kecewa.
Juray bercerita, cucunya pernah demam tinggi dan dibawa ke Puskesmas Limbur Tembesi.
Namun, bukannya mendapat pengobatan yang sesuai, sang cucu justru diberi obat luka.
Kisah itu membuat luka lain di hati mereka.
Mungkin, luka itu dinamakan ketidakpercayaan.
"Kalau di Bangko, kami ditolong dulu. Administrasi belakangan. Tapi di Sarolangun, kami seperti tidak dianggap," tambah Amin, warga SAD.
Dia harus menempuh perjalanan jauh ke Bangko, Kabupaten Merangin, hanya untuk mendapat pelayanan medis yang layak.
Puncaknya, kata mereka, ketika seorang warga SAD meninggal di rumah sakit karena diduga tidak mendapat penanganan cepat.
Kejadian itu menjadi semacam penegas bahwa bagi sebagian orang, bahkan sakit pun harus diuji dulu soal status sosialnya.
Dia heran.
Antara Bertahan dan Menyatu
Meski hidup terasa dalam ketidakadilan, warga SAD di Pematang Kejumat memilih untuk tetap bertahan.
Mereka belajar membaca arah zaman. Mereka tak ingin kalah dengan orang-orang di kota.
Kini, mereka memiliki ponsel, memasak dengan rice cooker, dan belajar menggunakan alat transportasi sendiri.
Prayoga, pendamping komunitas dari Pundi Sumatra, menuturkan warga SAD terus didorong untuk mandiri.
Pelatihan seperti perbengkelan dan pembuatan gelang dari biji sawit telah dijalankan.
Bahkan, ada rencana besar untuk membangun bengkel khusus SAD di kawasan permukiman tersebut.
"Kami ingin mereka punya keterampilan yang bisa menunjang ekonomi keluarga, tanpa harus meninggalkan budaya mereka," ujarnya.
Di tengah semangat itu, sarana prasarana yang dimiliki desa ini masih sederhana.
Hanya ada satu pendapa, tempat ibadah, dan tiga MCK untuk seluruh warga.
Tapi dari tempat-tempat sederhana itulah, kehidupan perlahan tumbuh.
Suara yang Menunggu Jawaban
Semua usaha dan adaptasi itu tampaknya belum cukup untuk membuka pintu keadilan yang lebih luas.
Suara Tumenggung Juray, meski sudah sering disuarakan di banyak forum, belum juga membuahkan hasil yang nyata.
"Kami sudah banyak bicara, tapi tetap saja tidak ada hasil," katanya malam itu, suaranya berat menahan kecewa.
Tapi meski suara itu tertunda, ia belum padam. Masih ada nyala kecil yang bertahan.
Nyala yang menyuarakan satu harapan, agar suatu hari suara Suku Anak Dalam tak lagi hanya terdengar di pendapa desa.
Agar suara Suku Anak Dalam juga bisa ada di ruang-ruang pengambilan keputusan, hingga hak mereka akhirnya benar-benar dihargai. (Khusnul Khotimah)
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News, Facebook, Thread
Baca juga: Kisah Orang Rimba di Merangin Jambi Lepas dari Tuberkulosis, Seri III
Baca juga: Orang Rimba di Pelakar Jaya Kabupaten Merangin Mulai Beternak, Seri II
human interest story
Tumenggung Juray
Suku Anak Dalam
Pematang Kejumat
Kecamatan Bathin VIII
Sarolangun
Jambi
Kisah Orang Rimba di Merangin Jambi Lepas dari Tuberkulosis, Seri III |
![]() |
---|
Orang Rimba di Pelakar Jaya Kabupaten Merangin Mulai Beternak, Seri II |
![]() |
---|
Perjalanan Orang Rimba Pelakar Jaya Kenal Berondolan Sawit, Seri I |
![]() |
---|
Mata Gubernur Al Haris Berkaca-kaca, Oki Yusmika Peraih Perak Taekwondo PON Kehilangan Kaki |
![]() |
---|
Nathan, si Anak 'Coba-Coba' Asal Jambi yang Jadi Pemenang Duta Wisata Nasional 2024 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.