Kematian Brigadir Nurhadi

Geruh Wanita Jambi Misri Puspita yang Terus Disudutkan, padahal Ada Dua Tersangka Lain

Pihak keluarga Misri Puspita Sari (24) menyayangkan wanita asal Jambi itu terus disudutkan di media sosial.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
istimewa
KERASUKAN - Misri Puspita Sari, wanita asal Jambi yang terseret kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, polisi aasl NTB, sempat kesurupan. Dia menyebut nama-nama pelaku yang terlibat. Ada tiga tersangka terjerat dalam kasus ini, yakni Misri, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra, yang sebelumnya bertugas di Propam Polda NTB. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI -  Pihak keluarga Misri Puspita Sari (24) menyayangkan wanita asal Jambi itu terus disudutkan di media sosial.

Padahal, selain Misri, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi.

Pihaknya juga menuntut kepastian hukum atas penetapan status tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan, Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

"Kami pihak keluarga meminta kepastian hukum dan menyayangkan anak kami disudutkan di media sosial. Padahal ada dua tersangka lagi, apalagi mereka sempat tidak ditahan," demikian kata tante Misri, Neni, di kediamannya di kawasan Mendalo Darat, Muaro Jambi, Kamis (10/7/2025) siang.

Neni mengungkapkan kondisi keluarga tersebut saat ini.

Kakak dari ibu Misri itu berada di rumah tersebut untuk menemani ibu Misri pascakasus mencuat.

Neni mengetahui benar bahwa Misri merupakan sosok perempuan penyayang.

Dia sangat menyangsikan keponakannya terlibat dalam kasus rajapati Brigadir Nurhadi di NTB.

"Dia ini tidak tegaan, apalagi untuk menyakiti sesama. Kok bisa dituduh melakukan pembunuhan,” jelasnya.

Sebelum peristiwa tersebut, Misri sempat berpamitan kepada ibunya ke Lombok untuk bekerja.

"Tiba-tiba, ada kabar terjerat kasus pembunuhan. Kami di sini terkejut," tuturnya.

Kemudian, Misri sempat berkomunikasi melalui telepon dengan keluarganya di Jambi.

"Ada komunikasi. Bahkan Misri cerita kalau dia ini sebenarnya membantu korban. Tapi malah ditetapkan sebagai tersangka," terangnya.

Dalam komunikasi via telepon itu, Misri menangis memberi kabar.

Sosok Berprestasi

Neni mengungkapkan keponakannya merupakan pribadi yang berprestasi, baik akademik maupun nonakademik.

“Buktinya, Misri menjadi kandidat Bujang Gadis Jambi. Bahkan di nasional, serta berjumpa langsung dengan Presiden Jokowi," katanya sembari menunjukkan beberapa penghargaan Misri.

Berderet-deret penghargaan telah dikoleksi Misri Puspita Sari

Keponakannya itu sempat mendapat beasiswa prestasi untuk kuliah, tapi tidak diambilnya karena memikirkan adik-adiknya.

"Dia (Misri) mengutamakan keluarga kecilnya (ayah, ibu, adik-adik). Bahkan pasca ayahnya meninggal dia menjadi tulang punggung keluarga," tuturnya.

Neni menjelaskan, Misri bahkan pernah bekerja di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jambi sebelum bekerja di Jakarta.

Imbas Misri ke Jakarta, adiknya tidak bisa masuk sekolah.
"Satu (adik) tidak jadi masuk kuliah, satu lagi tidak jadi masuk TK, karena biaya," jelasnya. 

Pihak keluarga berharap, kasus ini dikupas dengan seadil-adilnya.

"Kami menuntut transparansi atas kasus ini," katanya.

Rawan Stigma dan Diskriminasi

Misri Puspita Sari atau M (24), disebut mengalami tekanan mental yang cukup serius usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Paminal Propam Polda NTB.

Menurut Yan Mangandar Putra dari Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB, Misri rentan mengalami stigma dan diskriminasi.

Perempuan asal Kota Jambi ini bahkan mengalami kerasukan saat menjalani pemeriksaan pada 29 Juni 2025.

"Puncak kondisi psikis M yang tertekan terjadi pada malam itu, ketika M mengalami kerasukan.

Ia kerasukan arwah seorang Brigadir MN dan mengungkapkan nama pelaku serta cara pembunuhannya," ungkap Yan Mangandar, pada Tribun Lombok, Rabu (9/7).

"Insiden serupa sebelumnya juga pernah dialami M di Banjarmasin setelah mengetahui dirinya ditetapkan sebagai tersangka," bebernya.

Melihat kondisi tersebut, Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB menyatakan akan mendampingi Misri secara hukum.

Langkah ini diambil sebagai bentuk perlindungan atas potensi kriminalisasi dan ketimpangan perlakuan hukum terhadap kelompok rentan, khususnya perempuan muda.

Surat kuasa khusus dari Misri Puspita diterima pihak aliansi pada 27 Juni 2025.

“Kami melihat adanya kejanggalan dalam proses hukum yang sedang berjalan.

"Ada potensi peradilan sesat terhadap saudari M, seorang perempuan muda yang tidak memiliki relasi kekuasaan maupun posisi strategis dalam perkara ini,” ujar Yan.

Pertama Kali Datang ke Lombok, Kini Ditahan

Yan menjelaskan bahwa status tersangka terhadap Misri ditetapkan pada 17 Juni 2025. Sejak awal, Misri dinilai sudah menunjukkan kondisi psikologis yang lemah.

Ia kemudian resmi ditahan di Rutan Polda NTB setelah proses penjemputan dan pemeriksaan.

"Kondisi kesehatan yang menurun dan insiden di luar nalar dialami M," katanya.

M tiba di Bandara Lombok pada Sabtu malam, 29 Juni 2025. Di bandara, tim dari aliansi sempat menunggu di area parkir VIP, sementara Tim Subdit III Ditreskrimum Polda NTB sudah lebih dulu menunggu di area bagasi.

Akhirnya, Misri tetap keluar bandara bersama tim aliansi, dengan pengawalan dua anggota kepolisian, salah satunya Polwan.

Setibanya di kantor Subdit III Ditreskrimum, pemeriksaan dilakukan dan M didampingi pengacara.

Kesehatan Mental Misri Memburuk

Selama diperiksa, kondisi Misri terus memburuk secara fisik dan psikis. Tekanan mental pasca-penetapan tersangka serta perjalanan panjang diduga menjadi penyebab.

"Kelelahan akibat perjalanan jauh dan tekanan mental yang luar biasa sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juni 2025, membuat M mengalami stres berat.

"M tidak menyangka kunjungan pertamanya ke Lombok akan berakhir tragis seperti ini," ujar Yan Mangandar.

Pemeriksaan pun sempat ditunda karena M mengalami kerasukan.

Untuk menilai kesehatan jiwanya, psikolog dari Universitas Mataram bersama UPTD PPA NTB melakukan evaluasi pada 30 Juni hingga 1 Juli 2025.

Penangkapan resmi dilakukan pada Rabu dini hari, 2 Juli 2025, berdasarkan surat perintah yang berlaku hingga keesokan harinya.

Penahanan dilakukan dengan dokumen yang sama, berlaku sampai 19 Juli 2025.

Sebelum dibawa ke sel, Misri menjalani pemeriksaan medis di RS Bhayangkara Mataram.

Pada 3 Juli 2025, pihak kuasa hukum dari aliansi mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan kepada Ditreskrimum Polda NTB, disertai surat jaminan dari aliansi.

Tiga Tersangka dalam Kasus ini

Selain Misri, ada dua mantan anggota polisi yang juga menjadi tersangka: Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra, yang sama-sama pernah bertugas di Propam Polda NTB.

Misri awalnya datang ke pesta di vila privat kawasan Gili Trawangan sebagai tamu undangan. Namun kemudian, ia ikut ditetapkan sebagai tersangka.

Misri diketahui mengenal Kompol Yogi, salah satu tersangka, sejak 2024. Saat itu, Yogi pernah dekat dengan seorang teman Misri di Jakarta.

"Mereka sudah kenal dari tahun 2024 tapi sepintas saja, Yogi dulu sempat dekat sama perempuan di Jakarta temannya Misri," ujar Yan Mangandar Putra, pengacara Misri, kepada kumparan, Selasa (8/7).

Komunikasi antara Misri dan Yogi berlanjut via Instagram hingga WhatsApp. Kontak terakhir mereka terjadi sehari sebelum kematian Brigadir Nurhadi.

"Tanggal 15 itu Yogi mengontak Misri, membujuk 'Ayo ke Lombok, temani saya liburan di sini di Gili Trawangan'," ujar Yan.

Misri menyetujui ajakan tersebut setelah adanya kesepakatan bahwa biaya perjalanan dan penginapan akan ditanggung Yogi, berikut imbalan Rp10 juta untuk menemani selama satu malam.

"Dengan kesepakatan, semuanya ditanggung Yogi, akomodasi, transportasi, dan juga biasa jasa Rp 10 juta satu malam," ujar Yan.

Setibanya di Lombok, Misri dijemput oleh Brigadir Nurhadi, yang menurut Yan, merupakan sopir pribadi Yogi.

"Nurhadi itu sopirnya Yogi," kata Yan.

Sesampainya di vila, Misri mendapati sudah ada tiga orang lain: Kompol Yogi, Ipda Haris Chandra, dan seorang perempuan bernama Melanie Putri.

Ketiganya dijerat dengan Pasal 351 ayat 3 dan/atau Pasal 359 KUHP junto Pasal 55 terkait dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian, yang melibatkan lebih dari satu pelaku.

Analisis Forensik: Tanda Kekerasan dan Tenggelam

Dr. Arfi Samsun, pakar forensik dari Universitas Mataram, menyampaikan hasil autopsi korban menunjukkan adanya kekerasan berat.

“Saat korban berada di dalam air dia masih hidup dan meninggal karena tenggelam yang disebabkan karena pingsan,” kata Arfi, Jumat (4/7/2025).

Korban diduga tidak sadarkan diri akibat dicekik sebelum akhirnya tenggelam.

“Jadi ada kekerasan pencekikan yang utama yang menyebabkan yang bersangkutan tidak sadar atau pingsan sehingga berada di dalam air.”
“Tidak bisa dipisahkan pencekikan dan tenggelam sendiri-sendiri tetapi merupakan kejadian yang berkesinambungan atau berkaitan,” jelasnya.

Ia juga menyebut adanya luka memar di kepala bagian depan dan belakang.

“Kami menemukan luka memar atau resapan darah di kepala bagian depan maupun kepala bagian belakang, kalau berdasarkan teori kepalanya yang bergerak membentur benda yang diam,” imbuhnya.

(Tribunjambi.com/SR Kristianto, Mareza Sutan AJ) (TribunLombok.com)

 

Baca juga: Misri Puspita Kerasukan lalu Pelaku Rajapati Brigadir Nurhadi Diungkap Wanita Jambi ini

Baca juga: Trump: Gencatan Senjata Israel-Hamas di Gaza, Jika tidak Minggu ini Mungkin Minggu Depan

Baca juga: Kompol Yogi Janjikan Misri Puspita Rp10 Juta sebelum Tragedi Seret Nama Wanita Jambi itu

Baca juga: Polisi Dihabisi Polisi saat Pesta di Villa, Celah Waktu Satu Jam tanpa CCTV dan Saksi

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved