Tur Candi Muaro Jambi

Tur Candi Muaro Jambi Seri VI, Kearifan Lokal dari Kuliner dan Seni Tradisional

Persembahan Gastronomi berupa kuliner khas Jambi, lengkap dengan pertunjukan kesenian tradisional, menutup tur Candi Muaro Jambi.

|
Penulis: Yoso Muliawan | Editor: Yoso Muliawan
Tribunjambi.com/Yoso Muliawan
Gastronomi - Persembahan Gastronomi menjadi penutup rangkaian Tur Promosi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Senin (19/5/2025). Peserta tur mencoba berbagai varian kuliner lokal. Kesenian tradisional Senandung Jolo membuka acara santap siang tersebut. 

Sambal Cuko No cenderung asam dan tak begitu pedas, sedangkan Aruk-aruk Timun memberikan rasa segar. 

Menu inti ini tersaji elok. Potongan Ketupak Tolak Bala dan Ikan Ruwan Bakar disusun bertingkat, lalu ditusuk sebilah lidi. Potongan kecil daun kelapa kuning kehijauan bak bendera menghiasi bagian atas lidi. 

Menu Inti
Ketupat, Sambal, Timun - Menu inti santap siang mulai dari Ketupak Tolak Bala, Sambal Cuko No, dan Aruk-aruk Timun.

Sambal Cuko No disuguhkan di piring kecil berbahan kayu. Adapun Aruk-aruk Timun dihidangkan di pelepah pinang yang membentuk mangkuk.

“Ikannya enak, nggak amis. Serundengnya (di Ketupak Tolak Bala) ‘kaya’ tapi rasanya nggak berlebihan,” kata Lumina, staf Direktorat Jenderal Diplomasi, Promosi, Kerja Sama Kebudayaan Kementerian Kebudayaan.

Menu inti belum berhenti. Datang lagi Ikan Acar Temu Pauh, Rempah Ratus Belut, dan Gulai Bekasam Batang Keladi. Menyusul Sayur Baselang Ares dan Labu Perenggi hingga Cegao Ubi.

Ikan Acar Temu Pauh
Ikan Acar Temu Pauh.

Ikan Acar Temu Pauh tampaknya jadi favorit beberapa peserta tur. Seperti sate, potongan-potongan ikan ditusuk bambu, lalu dibaluri acar.

“Acarnya enak, segar,” ujar Doni Fernando, jurnalis National Geographic.

Wahyu Aji, jurnalis Good News for Indonesia, bilang “sempurna” untuk Cegao Ubi yang berbahan singkong dengan tambahan serundeng.

“Harusnya lebih banyak orang makan seperti ini, jadi tidak tergantung dengan beras,” ucapnya.

Cegao Ubi
Cegao Ubi.

Rempah Ratus Belut semacam gulai dengan sayur dan daging belut.

“Keren. Kearifan lokal. Rempahnya dapat dari bumbu-bumbunya, gizinya juga dapat dari ikan, sayur,” tutur jurnalis Republika, Eko Supriyadi, sambil menyantap Rempah Ratus Belut.

Rempah Ratus Belut
Rempah Ratus Belut.

Dua varian sayur ditempatkan di mangkuk berbeda.

Satu berwarna kekuningan, yaitu Gulai Bekasam Batang Keladi dengan bahan utama batang keladi.

Batang Keladi
Gulai Bekasam Batang Keladi.

Satu lainnya berwarna seperti putih susu, yakni Sayur Baselang Ares dan Labu Perenggi.

“Harusnya makan bergizi gratis tuh kayak gini,” celetuk Ismira Lutfia, jurnalis Berita Harian Singapura.

Sayur Baselang Ares dan Labu Perenggi
Sayur Baselang Ares dan Labu Perenggi.

Ada menu tambahan datang kemudian. Kerupuk Ikan Mudik yang renyah dan gurih serta Lalap Umbut Rotan Sambal Galing. 

Pramusaji menyebut ikan bernama mudik sebagai bahan Kerupuk Ikan Mudik.

Kerupuk Ikan Mudik
Kerupuk Ikan Mudik.

“Ikan ini ada ketika banjir karena air sungai pasang, lalu dia kembali saat air surut. Jadi kayak mudik,” jelas pramusaji. 

Lalap Umbut Rotan berupa rotan muda. Rasanya sedikit pahit, dicocol pakai Sambal Galing yang berasam galing.

Lalap Umbut Rotan
Lalap Umbut Rotan.

Akhir yang Manis

Setelah meresapi pedas, asam, dan asin dari berbagai menu tadi, mari menetralkannya dengan yang manis.

Es Serut Cepiring, menu pencuci mulut berbahan daun kacapiring. Warna hijau mendominasi.

Pramusaji menjelaskan daun kacapiring mirip daun cincau, dengan bunga berwarna putih. 

“Awalnya hanya menjadi hiasan di pekarangan rumah warga. Tapi sekarang bisa jadi obat herbal untuk pereda demam dan panas dalam,” kata pramusaji. “Pakai gula sedikit. Kalau tidak, rasa daunnya terasa sekali.”

Es Serut Cepiring
Es Serut Cepiring - Peserta tur dari Kementerian Kebudayaan mencicipi Es Serut Cepiring.

Pramusaji bercerita pernah ada orang sembuh dari sakit wasir setelah rutin mengonsumsi minuman tersebut.

“Sudah hampir operasi. Minum ini sehari tiga kali, wasirnya sembuh total,” ujarnya.

Tiga varian camilan menambah menu penutup. Tabun Timbul, Sugi Raden, dan Ketan Panggang Colet.

Tabun Timbul bergula aren. Mirip puding atau seperti bubur sumsum.

Sementara Ketan Panggang Colet yang dijepit dua bilah bambu merupakan ketan gurih. Ia dimakan dengan dicocol campuran santan dan ubi rambat. 

“Enak. Ketan panggangnya gurih, coletannya manis,” ucap Do Quyen, jurnalis Vietnam News Agency.

Menu Penutup
Menu Penutup - Sebagai menu penutup, tersaji Tabun Timbul (kiri), Sugi Raden (bawah), dan Ketan Panggang Colet (tengah).

Sama seperti Ketan Panggang Colet, Sugi Raden juga berupa ketan, tetapi diberi kelapa dan gula.

“Ini pertama kali saya coba, padahal saya orang Jambi. Ini kayaknya spesial, hasil kreasi. Nggak ada di pasar-pasar,” kata jurnalis LKBN Antara, Wahdi Septiawan.

Foto bareng dengan latar pajangan cendermata, rempah-rempah, dan berbagai tanaman lokal mengakhiri persembahan Gastronomi.

Beberapa perempuan peserta tur sempat mencoba cara memakai tengkuluk, penutup kepala khas Melayu Jambi.

Demikianlah kekayaan budaya Jambi, dari kuliner hingga kesenian tradisionalnya.

Kearifan lokal yang diniatkan untuk terus lestari dengan melibatkan warga setempat. Mereka berpadu dengan warisan sejarah nan megah dari kompleks Candi Muaro Jambi. (Yoso Muliawan)

Baca juga: Tur Candi Muaro Jambi Seri III, Stupa-stupa Candi Parit Duku

Baca juga: Tur Candi Muaro Jambi Seri IV: Cetiyaghara, Koin Cina, dan Arca-arca

Baca juga: Tur Candi Muaro Jambi Seri V, Arca Prajna Paramita Tanpa Kepala

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved