Jika Jadi Gubernur Jakarta, Dedi Mulyadi Akan Gaji Rp10 Juta per KK, Pengamat: APBD Rp91 T, Bangkrut

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memberikan ide soal beri gaji warga Jakarta Rp10 juta per KK.

Editor: Suci Rahayu PK
TikTok @dedimulyadiofficial
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memberikan ide soal beri gaji warga Jakarta Rp10 juta per KK. 

Sebagai ilustrasi, kata SGY, ada seorang ayah yang kaya raya dan sebagai orang tua yang bertanggung jawab, dia tidak serta-merta membagikan semua hartanya kepada anak-anaknya.

Orang itu lebih memilih menyekolahkan mereka, memberi pelatihan, dan membentuk karakter agar mandiri.  

"Sebab, harta yang diberikan tanpa bekal ilmu dan keterampilan akan habis sia-sia, dan anak-anak akan tumbuh tanpa kompetensi menghadapi masa depan," ucap dia. 

Akhirnya, setelah harta habis, si anak menjadi miskin dan tidak punya daya saing.

Angkat Anak Jadi Tenaga Ahli, Sekda DKI Jakarta Dilaporkan ke KPK, Dianggap Praktek Nepotisme

Baca juga: Sepak Terjang Politisi Jambi HBA Sekak Mat Ahmad Dhani Saat Sidang Mahkamah Kehormatan DPR RI

Hal yang sama berlaku pada daerah, jika dana publik hanya dibagi-bagikan maka ketika cadangan fiskal menipis, daerah akan mengalami krisis sosial dan ekonomi. 

"Dari sini jelas bahwa harta itu tak bisa dibagi sesuka hati melainkan hatus diatur secara bijak untuk setiap pengunaannya. Tujuannya agar bisa bermanfaat tehadap siapapun kelak di kemudian hari," ujarnya. 

Dalam konteks APBD DKI Jakarta yang memang besar, sekitar Rp 91,34 triliun pada 2025.

Dia mengingatkan, perlu dipahami anggaran sebesar itu bukanlah dana tunai yang bisa langsung dibagikan begitu saja. 

APBD tersebut harus dialokasikan secara proporsional untuk berbagai pos belanja, antara lain belanja pegawai sekitar 38,5 persen, belanja barang dan jasa sekitar 22,2 persen, belanja modal sekitar 21,1 persen, serta belanja lainnya sebesar 18,2 persen. 

Jika dirinci, maka alokasi sebesar 38,5 persen dari total Rp 91,34 triliun APBD DKI berarti sekitar Rp 35,1 triliun diperuntukkan bagi belanja pegawai.

Selanjutnya, sekitar Rp 20,2 triliun dialokasikan untuk belanja barang dan jasa, sekitar Rp 19,2 triliun untuk belanja modal, dan sisanya, sekitar Rp 16,6 triliun atau 18,2 persen, digunakan untuk belanja lainnya yang bersifat mendesak seperti kewajiban utang, subsidi, hibah dan bantuan sosial. 

Dengan struktur anggaran tersebut, jika harus dialokasikan Rp 20 triliun dari total Rp 91,34 triliun hanya untuk menggaji masyarakat sebesar 2 juta per KK, Pemerintah DKI Jakarta akan mengalami defisit serius.

Hal ini akan menyulitkan pemenuhan kewajiban utama seperti belanja pegawai, operasional pemerintahan, pembangunan infrastruktur, dan pelayanan sosial dasar. 

"Akibatnya, berpotensi menimbulkan instabilitas pemerintahan serta berbagai dampak buruk lainnya yang lebih luas," jelasnya.

Merujuk uraian tersebut di atas maka dengan demikian, gagasan seperti yang dilontarkan Dedi Mulyadi tidak layak diterapkan di Provinsi DKI Jakarta.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved