Berita Jambi
Hari Kemerdekaan Pers Sedunia di Jambi, Saling Menguatkan untuk Terus Menyuarakan Kebenaran
Sejumlah komunitas di Jambi merayakan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia, Sabtu (3/5/2025). Musik perlawanan hingga diskusi pengingat ketidakadilan.
Penulis: Yoso Muliawan | Editor: Yoso Muliawan
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - "Petani, nelayan dikriminalisasi. Kawan-kawan buruh didiskriminasi. Kawan-kawan mahasiswa diintimidasi. Kawan-kawan jurnalis diintimidasi. Rakyat-rakyat dibodohi."
Seniman Jambi, Ismet, yang beken dengan nama panggung Ismet Raja Tengah Malam, membuka perayaan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia di Jambi dengan lagu perlawanannya.
Sabtu siang yang terik itu, 3 Mei 2025, sejumlah komunitas berhimpun di Kedai Kopi Lenara Space, Kelurahan Beliung, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi.
Gejala Kawula Muda, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jambi, band Sukatani, Himpunan Mahasiswa Papua Jambi (HMPJ), dan komunitas lainnya merayakan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia dengan cara mereka.
Perayaan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia 3 Mei ini menjadi puncak dari rangkaian perayaan sebelumnya: Hari Bumi 22 April dan Hari Buruh 1 Mei.
Kehadiran band Sukatani, yang meledak karena lagu "Bayar Bayar Bayar" dan kemudian terkena intimidasi, turut menyemangati kolaborasi ini.
"Orde Baru berlindung di balik topeng-topengnya demokrasi. Seperti sekam, seperti sekam dimakan api. Perjuangan reformasi tak mampu menghentikan dwifungsi ABRI."
Ismet Raja Tengah Malam terus bernyanyi, menggenjreng-genjreng senar gitarnya, dan sesekali meniup harmonika.
Audiens seperti fokus, khusyuk dengan bait demi bait lirik perlawanan Ismet.
Sebagian mengabadikan momen atraktif Ismet dengan kamera ponsel.

Di lagu kedua, Ismet menurunkan tempo gitarnya.
Ia mengajak audiens merenungi ketidakadilan, ketimpangan sosial, potret buram negeri ini.
"Ada yang hilang nyawanya, karena berita. Ada yang hilang nyawanya mempertahankan tanahnya. Ada yang hilang nyawanya, memperjuangkan ruang hidupnya. Negara, di manakah kau negara? Negara, di manakah kau negara? Saat keadilan begitu mahal harganya. Harus dibayar dengan nyawa."
Hari Kemerdekaan Pers Sedunia seakan ironi dari kemerdekaan itu sendiri pada syair lagu Ismet yang syahdu.
Tak hanya pers, media, jurnalis, Ismet membawanya pada persoalan kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat dan bersuara, hak asasi manusia, dan demokrasi.
"Kesewenang-wenangan, semau-maunya saja. Negara merampas, menindas, merampas hak-hak kami. Negara sewenang-wenangnya membunuh dan menindas kami."
Kegagalan Negara
Perayaan mengalir egaliter di Kedai Kopi Lenara Space.
Komunitas, aktivis, akademisi, jurnalis, mahasiswa, melebur mendiskusikan tema “Resiliensi Kebebasan Era Digital”.
Ketua AJI Kota Jambi Suwandi tegas dengan pernyataannya bahwa negara gagal melindungi kemerdekaan pers.
Kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi.
Baca juga: AJI Jambi Mengecam Pengusiran 4 Jurnalis Saat Liputan Tahanan Kabur di PN Sarolangun
Kini ia berubah wujud: dari serangan fisik, intimidasi, dan sejenisnya, menjadi serangan digital.
"Banyak media dan jurnalis diserang secara digital, situs berita menjadi tidak bisa diakses. Tidak ada perlindungan dari negara. Kasus-kasus serangan digital terhadap media dan jurnalis tidak pernah selesai," kata Suwandi.
Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Jambi jeblok ke peringkat 32 dari 38 provinsi pada 2024.
Tahun sebelumnya, 2023, IKP di Jambi masih di peringkat 12.
Kondisi media pun sedang tidak baik-baik saja.
Media-media terkepung dan tertekan secara ekonomi.
"Gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja) jurnalis dan pekerja media terjadi di mana-mana," ujar Wendi, sapaan akrabnya.
Kampus Tumpul
Di tengah tekanan terhadap elemen sipil, kampus celakanya tumpul.
Ya akademisinya, ya mahasiswanya.
Dr Junaidi HB, akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Thaha Jambi, "menghardik" rendahnya literasi kita.
"Literasi kita tinggi, literasi baca WA (WhatsApp)," sindir Junaidi.
"Sesungguhnya tingkat literasi kita rendah, nomor tiga dari bawah di Asia Tenggara," Bang Jun melanjutkan.
Baca juga: Dosen Jurnalistik Islam UIN STS Jambi Soroti Dilema Profesi Wartawan
Rendahnya literasi berimplikasi pada tumpulnya daya kritis.
Itu yang terjadi pada kampus sekarang.
"Masalahnya pada mental juga. Takut dengan intimidasi. Solidaritas tidak terbentuk. Bubar masing-masing ketika sudah diintimidasi," ucap Junaidi.
Mengingat dengan Musik
Muhammad Syifa Al Lufti alias Cipoy, pentolan band Sukatani, memberi perspektif musik dalam kegelisahan-kegelisahan atas ragam masalah di negeri ini.
Bagi Sukatani, musik menjadi ekspresi terhadap hal-hal yang kadang luput, tetapi ada di sekitar kita.
Dengan musik, mereka mengajak kita mengingat lagi bahwa masih ada penindasan, ketidakadilan, keserakahan.
"Selanjutnya bagaimana kita merespons dengan tindakan. Misalnya membentuk aksi kolektif untuk hidup mandiri, turun ke jalan untuk aksi, dan lainnya," kata Cipoy yang bernama panggung Alectroguy ini.
Muncul beragam respons dari audiens.
Mahasiswa, aktivis lingkungan, jurnalis silih berganti menanggapi dan mengajukan pertanyaan.
Baca juga: Lirik Lagu Bayar Bayar Bayar dari Band Sukatani Viral di Media Sosial: Mau Korupsi Bayar Polisi
Kita Tidak Sendiri
Akademisi Dr Junaidi HB mengajak kita untuk terus melakukan perubahan demi perubahan meskipun kecil di tengah gelapnya negeri.
"Dari perubahan-perubahan kecil, bisa menjadi perubahan yang besar," ujarnya.
Dan, kita tidak sendiri.
Kata Ketua AJI Kota Jambi Suwandi, ayo berkolaborasi.
"Ketika penguasa mengekang kebebasan, mari jurnalis, seniman, akademisi, mahasiswa, dan elemen lainnya saling menguatkan untuk tetap menyuarakan kebenaran dan kepentingan publik."
Kejujuran juga penting, karena kebenaran akan langgeng dan terus hidup.
"Sukatani akan selalu berusaha untuk terus jujur. Memang akan ada konsekuensi. Tinggal pilih, apakah tetap jujur atau akan berbohong?" ucap Cipoy.
"Kebenaran akan selalu hidup. Kami yakin perjuangan kami tidak sendiri. Ada jurnalis, mahasiswa, seniman, dan lainnya."

Behidang
Makan bersama menutup perayaan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia di Kedai Kopi Lenara Space.
Istilah Melayu Jambi: behidang.
Pindang ikan plus tempoyak dan sambal uwok jadi menu.
Semua duduk bersila, berhadap-hadapan.
Soal behidang ini, dan juga menu-menunya, kita akan bercerita di lain waktu.
Satu yang pasti, behidang kemudian bukan sekadar soal makan.
Ia menyimbolkan tentang kebersamaan, "kita tidak sendiri", kolaborasi, solidaritas.
Jika ikatan itu kuat, maka akan sulit dipecah.
Selamat Hari Kemerdekaan Pers Sedunia! (*)
Hari Kemerdekaan Pers Sedunia
Ismet Raja Tengah Malam
AJI Kota Jambi
Sukatani
UIN Sultan Thaha Jambi
Jambi
Tribunjambi.com
HUT ke-80 RI, Gubernur Jambi Serahkan Remisi Warga BinaanbLapas |
![]() |
---|
Peringati HUT RI Ke-80, Gubernur Al Haris Minta Seluruh Warga Negara Terlibat Membangun Negara |
![]() |
---|
Dosen IAIN STS Jambi dan Pastor Gereja Santo Gregorius Agung 'Diberondong' Pertanyaan |
![]() |
---|
Al Haris Sebut Lapas Baru di Muaro Jambi Ditargetkan Rampung Tahun Depan, Siap Atasi Overkapasitas |
![]() |
---|
Gubernur Al Haris Serahkan Remisi di Lapas Jambi: Semoga Warga Binaan Makin Sadar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.