Polemik di Papua

3.318 Warga dari Lansia Hingga Ibu Hamil Mengungsi ke Hutan, Karena Militer Masuk ke Papua?

Sebanyak 3.318 warga sipil di Distrik Oksob, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan dilaporkan mengungsi ke hutan.

Editor: Darwin Sijabat
Ist
PAKAIAN BARU – Anggota Satgas Yonif 512/QY foto bersama dengan warga Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, Minggu (1/12/2024). Petugas membagikan baju kepada warga dalam rangka menyambut natal 2024. 

"Penting diingat, pengiriman pasukan ini merupakan tindakan ilegal yang bertentangan dengan Pasal 7 ayat (3) UU TNI," lanjut dia. 

Dalam beleid itu, ditegaskan bahwa operasi militer selain perang hanya dapat dilakukan setelah adanya kebijakan dan keputusan politik negara, yaitu kebijakan politik pemerintah bersama dengan DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR. 

Pendidikan yang Berguna Artikel Kompas.id Sementara ini, selama ini tidak ada satu pun kebijakan atau keputusan politik untuk mengirimkan pasukan TNI ke Tanah Papua

Imparsial menilai, pengiriman pasukan secara ilegal dan penebalan personel merupakan bukti nyata ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan konflik di Papua.

Memperkuat pengaruh militer di wilayah yang rentan konflik dianggap tak selaras dengan janji mengutamakan dialog dan pendekatan damai. 
"Akibatnya korban terus berjatuhan karena kontak senjata selalu terjadi di pemukiman warga," ujar Ardi. 

Baca juga: Siapa Lekagak Telenggen? Ini Profil Pimpinan KKB Disebut Otak Aksi Teror di Papua Tengah, 2 Tewas

"Berdasarkan hasil pemantauan Imparsial sepanjang tahun 2024 setidaknya telah terjadi 18 peristiwa kekerasan konflik bersenjata di Papua," imbuhnya. 

Kontak senjata ini sedikitnya telah menewaskan 9 orang anggota TNI dan Polri serta 4 masyarakat sipil. Sejumlah anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat/Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) atau yang disebut KKB Papua dan warga setempat juga luka-luka. 

Imparsial juga menyoroti potensi konflik di Papua yang semakin mengkhawatirkan akibat pemekaran wilayah dan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti program Food Estate di Merauke. 

"Imparsial memandang program Food Estate yang diikuti dengan penambahan dan pembentukan lima batalyon Infanteri Penyangga Daerah Rawan (Yonif PDR) di tanah Papua tidak hanya penyimpangan peran TNI tetapi juga berpotensi memperparah spiral kekerasan," jelas Ardi. 

"Konflik antara TNI dengan masyarakat yang menimbulkan pelanggaran HAM sangat mungkin terjadi, apalagi berdasarkan keterangan Menteri Pertanian yang menyatakan bahwa pembukaan lahan sejuta hektar dikendalikan langsung oleh Pangdam XVII/Cenderawasih," lanjutnya.

Komnas HAM: 85 Kasus Kekerasan, 71 Korban Tewas di 2024

Komnas HAM Perwakilan Papua mencatat 85 kasus kekerasan yang terjadi di Papua dari 1 Januari hingga 9 Desember 2024. 

Ketua Komnas HAM Papua, Frits B Ramandey menyampaikan itu dalam keterangan pers yang disampaikan kepada wartawan di Kantor Komnas HAM Papua, Kota Jayapura, Selasa (10/12/2024). 

"85 kasus ini didominasi oleh peristiwa kontak senjata dan penembakan (kontak tunggal)," kata Frits. 

Ia merinci, dari total kasus tersebut, terdapat 55 kasus penembakan, 14 kasus penganiayaan, 10 kasus perusakan, dan enam kasus kerusuhan. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved