Advertorial
Ngiling Bumbu di Rumah Tuo, Simbol Ketahanan Pangan dan Interaksi Muda-Mudi
Suara batu saling beradu diiringi gelak tawa bujang dan gadis di halaman Rumah Tuo, Desa Rantau Panjang, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, 27 Juli
Makanan dihidangkan di beberapa rumah sepanjang kompleks rumah tuo, para tamu mencicipi gulai belut yang dicincang dengan baluran daun pakis berpadu panasnya nasi dari padi ladang yang baru dipanen.
Jangan khawatir belut berbau amis atau berbau lumpur.
Daging belut menyatu sempurna dengan beragam rempah, cabai dan gurihnya santan yang dimasak selama kurang lebih satu setengah jam di tungku kayu.
Tradisi perlombaan mancing belut masih dilakukan setidaknya 3 tahun yang lalu.
Sebelumnya, sawah-sawah gagal panen sejak 2021.
Semua berubah, sawah tak berair nyaris sepanjang tahun.
Kadang kekeringan menjadi lebih panjang.
Saat penghujan, sawah malah diterjang banjir. Mancing belut pun makin sulit dilakukan.
Semua berawal dari menyempitnya aliran anak-anak Sungai Tabir. Penambangan emas ilegal masif mengubah jalur sungai.
Penyempitan sungai diperparah dengan tumpukan pasir dan batu sisa tambang membuat air terhadang mengalir ke sawah-sawah.
Alhasil petani hanya berharap musim hujan tiba untuk menggarap sawah, namun sejak 3 tahun terakhir kemarau menjadi jauh lebih panjang.
Petani beruntun gagal panen, sehingga banyak petak sawah yang ditinggalkan.
“Sawah dak dikerjoin lagi, dak ado juga tradisi mancing belut, dan makanan tradisional kami gulai belut yang biasa dicampur dengan daun pakis (Diplaziumesculentum) juga terancam dak ado lagi besok,” keluh Sholihin (20) pemuda setempat.

Rumah Tuo: Simbol Identitas dan Kebanggaan
Dengan usianya yang mencapai ratusan tahun, Rumah Tuo memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi.